webnovel

Gengsi Ara kepada Aya (2)

"Hallo." Jawab Aya datar saat dilihatnya ada panggilan masuk dari Ara.

"Kamu lagi ngapain?!" Suara Ara terdengar ketus saat menanyakan itu sehingga membuat kening Aya mengkerut karena berpikir.

'Kenapa lagi ini?' Pikir Aya dalam hati sebelum menjawab pertanyaannya.

"Baru mau tidur. Mas lagi ngapain? Kenapa pesanku tadi nggak dibalas?" Jawabnya berusaha tenang, karena tiba-tiba ia juga meras kesal.

"Ehem. Aku sudah tidur saat kamu sms tadi." Ara berbohong. "Tapi aku terbangun karena dengar bunyi suara ponselku." Bohongnya lagi. Ara menahan senyum sekuat tenaga agar tidak tertawa terbahak-bahak karena merasa berhasil membohongi Aya.

"Oh. Maaflah kalau begitu mas. Aku kira kamu belum tidur. Okelah mas. Kamu istirahat aja sudah. Aku juga mau tidur. Selamat malam." Aya hendak memutuskan pembicaraan saat terdengar suara Ara sedikit menjerit.

"Hah???" Ara bingung. Ara terkejut. Hanya seperti itu saja pembicaraan mereka.

"Eh, kok kamu yang mengakhiri telepon ini?? Kan aku yang nelpon?" Protes Ara.

Tadinya ia pikir, akan bicara panjang lebar dengan Aya mengenai perpisahan mereka beberapa hari ini. Tapi semua tidak berjalan semestinya. Ara merasa Aya tidak ada perasaan peduli seperti yang diharapkannya.

"Loh, kan mas mau istirahat. Tadi sudah tidurkan? Pasti terganggukan saat aku sms mas?" Tanya Aya heran.

'Aneh.' Pikir Aya.

Padahal tadi ia yang menjelaskan kalau ia sebenarnya sudah tidur, tapi terbangun karena ada suara dering ponsel. Kenapa disaat Aya menyuruhnya untuk melanjutkan istirahat kembali, ia malah protes. Aya menjadi bingung dan mulai curiga.

"Ay, kamu...." Ara tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia mulai gengsi untuk meminta-minta kepada Aya.

"Kamu ini! Kamu harus bertanggung jawab karena sudah mengganggu tidurku!" Pinta Ara.

Ia masih dengan menahan senyum dan menutup mulutnya. Ia bahagia bisa membuat Aya merasa bersalah terhadap dirinya.

"Kamu bohong ya mas?" Tanya Aya.

"Eh?" Ara terkejut.

"Kamu belum tidurkan?" Tanya Aya lagi penuh selidik. "Jadi aku nggak perlu bertanggung jawabkan?" Aya mulai terdengar seperti menginterogasi Ara. Aya mulai menampakkan senyum jahatnya, walaupun tidak ada yang melihatnya.

Senyum nakal Ara langsung lenyap seketika. Ia sempat kehilangan kata-kata untuk membalas perkataan Aya.

"Eh, kamu ngomong apa sih?! Aku tadi betulan mau tidur kok." Jawab Ara membela diri.

"Tuhkan ketahuan bohongnya. Bukan sudah tidur, tapi baru mau tidur!"

Deg...

Ara tersadar kalau ia sudah salah bicara barusan. 'Sialan, sialan.' Rutuknya dalam hati.

"Ehem. Aku sudah makan. Kamu nggak nanyain itu? Itu yang penting." Jawabnya mengalihkan pembicaraan.

Aya tersenyum mendengar Ara yang tidak mau mengakui kesalahannya. Ia pun malas untuk memperdebatkan hal ini. Ia malas ribut dengan Ara.

"Hem..., makan apa mas? Enak? Banyak makannya?" Aya berusaha menyenangkan hati Ara dengan memberikan sedikit perhatian.

Hati Ara masih lagi berbunga-bunga. "Tadi makan sayur asem ikan patin. Sengaja aku minta sama Sony untuk pesanin itu. Nggak tau kenapa, pengen makan itu." Jawab Ara. Ia mengingat saat mereka makan siang tadi dengan menu yang diceritakannya kepada Aya.

"Kamu tadi makan apa? Vitaminmu sudah diminum?" Tanya Ara balik tentang kondisi Aya selama di rumah.

Aya dengan spontan menggangguk sebelum menjawab. "Sudah mas. Tadi makan sayur anak labu rebus dan ikan goreng." Jawabnya sambil tersenyum. Ia pun mengingat saat ia menikmati makan anak labu rebus dengan lahap.

Seakan-akan Ara tahu yang dipikirkan Aya, Arapun tersenyum. Jadilah mereka berdua tersenyum masing-masing.

▪︎▪︎▪︎

Sebelum tidur, Ara mengingat kembali saat dua malam yang lalu ia menyampaikan kepada Aya tentang keberangkatannya ke Jakarta.

"Besok aku ada kegiatan rapat dan peninjauan ke luar kota. Mungkin aku berangkat sama Sony." Ara menjelaskan kegiatan perkantorannya sambil memperhatikan Aya yang sedang merapikan tempat tidur.

Aya membalik badannya melihat kepada Ara. "Mau kemana mas?" Tanyanya sambil berdiri di samping tempat tidur.

Ara berjalan mendekati Aya. "Mau ke Jakarta. Ada rapat dengan dewan direksi hotel yang ada disana. Kami mau melakukan pengembangan kawasan dan kerjasama dengan hotel lain." Ia berhenti tepat dihadapan Aya.

Aya langsung duduk di atas kasur saat Ara sampai di depannya. Ara pun ikut duduk di sampingnya.

"Oh." Jawab Aya datar.

Ara menangkap ada rasa kecewa di wajah Aya. Hatinya merasa senang. Senang kalau ternyata Aya kecewa dengan kepergiannya yang mendadak.

Saat Ara sedang memandang Aya sambil memikirkannya, Aya pun segera melanjutkan. "Berapa hari mas?"

"Rencana tiga hari, tapi masih melihat perkembangan disana." Jawabnya. Ia berdiri dan pergi mengarah keluar.

Aya segera berdiri dan mengejar Ara. Sebelum Ara sempat pergi keluar kamar.

"Hmmm, mas? Aku.... boleh ikut mas?" Tanya Aya ragu. Ia memegang belakang baju Ara.

Sebelum berbalik menghadap Aya, Ara tersenyum bahagia. Namun segera ia hapus kembali senyum itu dan berbalik melihat kepada Aya. Dipandanginya wajah Aya dengan dalam hingga ke seluruh tubuhnya.

Ara menggelengkan kepalanya. Dan dilihatnya Aya mencelos tanda kecewa.

Dipegangnya kedua bahu Aya. "Kamu kan sedang hamil. Aku nggak berani bawa kamu jalan jauh. Apalagi naik pesawat terbang." Ara menolak dengan memberikan pengertian kepada Aya. Karena dilihatnya Aya hendak memprotes kata-katanya.

"Tapi mas..." Belum sempat Aya menyelesaikan kata-katanya, Ara keburu mencium bibir Aya karena ia sudah menginginkannya sedari tadi.

Kali ini Aya berusaha mengikuti gerakan dan irama Ara. Sempat sepersekian detik Ara tersenyum disela-sela ia melakukan ciumannya.

Mengingat itu, Ara pun kembali sumringah. Malam itu ia menghabiskan waktu dengan bermesraan bersama Aya. Walaupun tidak sampai pada tahap yang diinginkan Ara seutuhnya.