webnovel

Bab. 33 ||Firasat buruk||

Bab. 33

"Siapa?"

"Bos! Ke— Tidak— Mati! Hati— Hati!"

Dor!

"Halo."

"Apa yang terjadi?"

"Hehehe~"

Tut. Tut. Tut..

Menatap telponnya yang mati dan tawa yang tidak jelas membuat Elvano mengerutkan keningnya dengan erat, perasaan kelopak mata kirinya yang selalu melompat membuatnya merasakan sebuah firasat buruk.

"Xavier ada apa?"

Ini adalah pertama kalinya Aleta melihat wajah Elvano yang sangat buruk dan jelek. Elvano menatap Aleta yang memiliki kecemasan dan kekhawatiran dimatanya membuatnya menekan bibirnya menjadi garis lurus tapi saat Elvano akan membuka mulutnya dia tidak bisa mengeluarkan satu patah kata pun pada akhirnya dia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil.

"Tidak ada."

Aleta menatap wajah Elvano yang kembali seperti sebelumnya dengan senyum kecil dengan curiga dia yakin bahwa Elvano sedang menyembunyikan sesuatu darinya tapi dia tidak bisa melihat sesuatu yang salah dari wajahnya yang tersenyum.

"Baiklah."

Aleta turun dari pangkuan Elvano dan duduk di sebelahnya yang membuat wajah Elvano sedikit kaku. Elvano tahu bahwa Aleta sedikit marah karena dia menyembunyikan sesuatu tapi...

Elvano menurunkan kelopak matanya untuk menutupi cahaya gelap yang terlintas dimatanya karena dia mendengar suara yang sangat familiar.

Dia tidak mati?

Bagaimana mungkin?!

Pikiran Elvano menjadi kacau dan membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih. Elvano merasa bahwa perasaan buruk itu tidak akan menimpa padanya, itu hanya pada orang paling dekat dan dia sayangi.

Setelah memikirkan kemungkinan ini tubuhnya tersentak yang membuatnya menegakkan punggungnya dan berkeringat dingin.

Selain keluarganya yang tidak pernah disentuh oleh orang itu, terus siapa lagi?

"Xavier...?"

Aleta mengulurkan tangannya dan menggoyangkan didepan mata Elvano tapi matanya yang tidak responsif membuat alisnya berkerut dengan erat.

Menyentuh dahi dingin Elvano yang berkeringat membuat Aleta tertegun sejenak. Elvano yang merasakan sebuah tangan yang hangat menempel di dahinya membuat pikirannya yang mengembara berhenti lalu matanya beralih ke wajahnya yang cantik dengan kecemasan dimatanya.

Darah ditubuhnya mendingin dengan cepat karena kemungkinan paling besar adalah orang itu akan mengambil Aleta-nya darinya. Jantungnya berdegup kencang, perasaan cemas yang berlebihan membuatnya mengeluarkan banyak keringat dingin.

"Ada apa denganmu? Bagaimana kamu banyak mengeluarkan keringat?"

"..."

"Xavier, apa kamu sakit? Aku akan mengajakmu pergi ke dokter."

"Tidak."

Wajah Elvano menjadi kaku setelah dia tersadar dari pikirannya. Perasaan gelap berguling dipikirannya yang membuatnya menjadi paranoid.

Bagaimana jika dia mengambil Aleta dariku tanpa bisa aku temukan?

Apa Aleta akan pergi jauh?

Apa yang akan dia lakukan??

Tidak! Tidak!

Aleta hanya bisa menjadi milikku!

Milikku! Hanya milikku!

Wajah Elvano semakin pucat saat perasaan cemas dalam pikirannya mempengaruhi penilaian dasarnya dengan emosi negatif dan pikiran gelap.

"Elvano."

Mata biru langit-ungunya menjadi gelap dan kegilaan yang hampir menjadi subtansi berhenti setelah Aleta memanggilnya.

"By, aku tidak apa-apa."

"Bagaimana mungkin, Xavier kamu berkeringat semua."

Elvano hanya menggeleng kepalanya dengan kuat dan memeluk Aleta dengan erat setelah itu dia berbicara dengan suara serak dan kegelapan yang tersembunyi.

"Bagaimana jika kita membeli cincin pasangan?"

"Bagaimana dengan orang tuaku?"

"Aku sudah memberikan kunci cadangan pada mereka. Aku akan menelpon mereka bahwa kita akan pergi bermain."

Aleta mengangkat alisnya lalu menganggukkan kepalanya dan menepuk kepala Elvano dengan pelan.

"Kalau gitu pergi mandi."

"Oke."

Setelah mengatakan itu Elvano melepaskan pelukannya dengan mudah dan pergi yang membuat Aleta sedikit aneh. Elvano yang seperti ini membuat Aleta sedikit mewaspadainya karena aura yang dia keluarkan sangat familiar seolah dia juga pernah melakukan ini, tapi ingatan akan kehidupannya yang sebelumnya menjadi sangat kabur.

Aneh...

Bagaimana aku bisa dengan cepat melupakan ingatan itu sebelumnya ya?

Aleta mencoba mengingat kembali ingatan akan kehidupan masa lalunya dengan keras tapi semakin lama dia mengingatnya membuat ingatan itu menjadi semakin kabur seolah-olah di detik berikutnya dia akan melupakan semuanya.

Aleta hanya bisa berhenti mengingatnya dan menunggu Elvano selesai mandi dan berpakaian.

....

Elvano yang menutup pintu kamarnya bersandar pada pintu yang ada dibelakangnya dengan kepala menunduk. Lalu dia berjalan menuju kasurnya dan berjongkok untuk mengeluarkan sebuah kotak besi diri bawah kasurnya dan menyimpannya di sebelah meja belajar.

Berjalan menuju kamar mandi dengan perasaan yang sangat tenang bahkan agak menakutkan membuat kamar itu menjadi sunyi dan terlihat sedikit horor dengan suasananya yang menyeramkan.

Beberapa menit kemudian, Elvano yang telah berpakaian rapi berjalan menuju kotak besi itu dan membukanya dengan sidik jarinya setelah dia menelepon orang tua Aleta.

Napas Elvano menjadi lebih cepat saat kotak itu terbuka. Tepat saat kotak besi terbuka sebuah rantai perak yang panjang tergeletak dengan tenang didalam kotak yang membuat mata Elvano tidak bisa berhenti untuk berpaling tapi dia hanya mengulurkan tangannya dan meraih plastik kecil yang berisi dengan kamera-kamera kecil.

"Quenby..."

[Elvano...]

[Gila!]

[Apa yang coba kamu lakukan?!]

Dia tidak mendengarkan semua ocehan itu, Tapi mata biru langitnya menjadi ungu gelap sejenak tanpa dia sadari lalu Elvano berdiri dengan tenang dan berjalan menuju Aleta yang masih menunggunya dengan kepala tertunduk.

Saat dia berjalan sebuah tabung kecil dengan cairan biru terjatuh dari saku celananya dan menggelinding ke bawah sofa.

Elvano mengambil tangan Aleta dan menariknya keluar rumah dengan suasana hati yang sudah sedikit tenang.

"Kita akan membeli cincin dimana?"

Aleta menggenggam tangan Elvano dengan erat lalu mengangkat kepalanya dan bertanya dengan mata kuningnya yang cerah.

"Aku akan mengajakmu untuk datang ke salah satu cabang perusahaan pembuat cincin yang aku buat, bagaimana?"

"Bagaimana kalau yang lebih normal."

"Oke. Tapi aku ingin..."

"Hm?"

Elvano menatap Aleta yang mengangkat kepalanya dan menatapnya dengan senyum misterius dan menjawab dengan suara magnetisnya yang terdengar bahagia.

"Aku akan memberitahumu nanti."

"?"

Aleta memiringkan kepalanya yang membuat rambutnya yang panjang tergerai kesamping. Elvano hanya menekukkan matanya dan membuka pintu mobil setelah mereka sampai di garasi.

"Silahkan masuk, Nyonya."

Elvano sedikit membungkukkan badannya dengan tangan di dadanya lalu menatap Aleta yang memiliki wajah terkejut dengan senyum dimatanya. Menatap wajah Elvano selama beberapa detik Aleta menarik sudut bibirnya dan berjalan masuk kedalam mobilnya.

Saat setengah tubuhnya sudah berada di dalam mobil, Aleta mengulurkan tangannya dan mengaitkannya ke leher Elvano dan memberikan ciuman di sudut bibirnya setelah itu dia mendorong Elvano yang masih memiliki senyum diwajahnya dan menutup pintu mobilnya.

Menyentuh sudut bibirnya, Elvano menarik sudut bibirnya lalu menghembuskan napasnya dengan pelan.

"Quenby... Kamu membuatku semakin kecanduan sungguh, itu membuatku tidak pernah ingin membiarkanmu pergi."

Elvano mengedipkan matanya untuk menutupi cahaya gelap yang melintas dimatanya lalu berjalan disebelahnya.

Saat dalam perjalanan menuju tempat perhiasan Aleta dan Elvano mengobrol sepanjang jalan dengan suasana yang harmonis.

"Xavier."

"Ya?"

"Kenapa aku tidak bisa mengingat tentang masa laluku. Itu sangat aneh, bagaimana mungkin aku melupakannya dengan mudah dengan ingatanku yang baik?"

Tangan yang memegang setir mengerat hingga buku-buku jarinya memutih tapi wajah Elvano masih tenang lalu memiringkan kepalanya dan menatap Aleta sambil tersenyum.

"Kenapa ya~?"

Aleta terdiam selama beberapa detik setelah mendengar jawaban Elvano dengan senyum diwajahnya lalu menghela napas tidak berdaya dan memalingkan kepalanya untuk melihat jalan melalui jendela kaca mobil.

Saat melihat keadaan lalu lintas dan bangunan-bangunan dipinggir jalan, Aleta menyipitkan matanya dengan tatapan berbahaya dimatanya kuningnya dan berbicara dengan lembut dengan sedikit peringatan dalam suaranya.

"Lain kali kamu memasukan sesuatu kedalam makananku dan membuatku melupakan ingatanku aku tidak akan memaafkanmu, Xavier."

"..."

Elvano menurunkan matanya yang membuat bulu matanya bergetar untuk menutupi cahaya yang melintas dimatanya.

"Xavier~"

"... Baik."

Mendengar jawaban kompromi dari Elvano membuat Aleta menghembuskan napas yang tertahan didadanya dengan perasaan senang. Aleta mengusap rambut Elvano dengan lembut dan mulai berbicara dengan serius pada Elvano yang memiliki wajah cemberut jelas tidak senang.

"Dengar Xavier, jika kamu terus seperti ini apa kamu tahu apa yang akan terjadi?"

"..."

"Kita akan berpisah."

"Kamu..."

Elvano melebarkan matanya dan menatap Aleta dengan tatapan tidak percaya dimatanya. Aleta mengabaikan tatapan tidak percaya dimata Elvano dan terus berbicara.

"Salah satu dari kita akan mudah lelah dan bosan. Mungkin aku bisa menerimanya tapi aku juga tidak mau, aku punya kehidupanku sendiri, punya lingkaran temanku sendiri, waktu sendiri, cita-citaku sendiri, kegiatanku sendiri tapi disaat yang sama jika aku menerima semua caramu yang sedikit tidak benar ini aku akan mudah lelah dan perasaanku padamu tidak akan lagi sama seperti sekarang dan kamu hanya terobsesi padaku bukan lagi perasaan suka yang ada di hatimu. Kamu dengar itu Xavier?"

"..."

"Sayang Xavier, aku menerimamu karena aku memang ingin memulai kehidupan yang baru. Selain itu cinta di matamu sangat jernih dengan rasa ingin tahu yang kuat tentang emosi yang kamu rasakan."

"... Kamu menyukaiku yang dulu...?"

Sesak.

"Tentu saja aku juga menyukainya. Kamu yang dulu bersikap tenang, dewasa dengan sedikit kekanak-kanakan, dan bisa mempertimbangkan perasaanku."

Aleta tidak menyadari perubahan pada Elvano dan mengatakannya dengan terus terang karena dia tidak merasa ada perbedaan antara mereka berdua karena menurutnya Elvano itu lucu dan manis dihatinya meskipun perilaku Elvano sekarang terlalu kekanak-kanakan dengan rasa posesif yang terlalu kuat.

Sayangnya Elvano tidak bisa membaca pikiran Aleta kini pikiran Elvano berdengung setelah mendapatkan jawaban Aleta.

Tenang...

Xavier tenang...

Apa yang Quenby katakan sebelumnya, jangan terus bersikap seperti ini...

Elvano menarik napas dalam-dalam dan bertanya dengan suara lembut.

"Apa kamu menyukaiku yang sekarang?"

"Tentu saja. Jika aku tidak menyukaimu siapa yang aku sukai, orang lain?"

"Hah..."

Elvano menghela napas lembut lalu tertawa kecil.

"Ada apa denganmu?"

Aleta menatap kosong pada Elvano yang tertawa. Elvano tidak menjawab pertanyaan Aleta dan terus tertawa setelah itu dia menarik tangan Aleta dan menciumnya lalu menatap mata kuning Aleta yang cerah yang sangat dia sukai dengan mata terbakar.

"Katakan padaku Quenby, jika aku menahan perilakuku apakah kamu akan menyukaiku bukan aku yang dulu?"

"Kamu cemburu pada dirimu sendiri?"

"Bagaimana mungkin?!"

Elvano mencoba membantah bahwa dia cemburu pada dirinya sendiri. Aleta menatap Elvano yang menggelengkan kepalanya dengan tatapan lucu.

"Oke."

"Sungguh?"

"Hm."

Melihat Aleta menganggukkan kepalanya membuat suasana hati Elvano yang semula mendung menjadi cerah.

"Ayo pergi."

Setelah itu mereka keluar dari mobil dan berjalan menuju toko perhiasan. Sebelum Elvano pergi dia membuang kamera kecil yang dia bawa kebelakang mobil.

....

Disisi lain Bandara Soekarno-Hatta.

Seorang pria dewasa dengan wajah tampan dan mata hitam bagaikan langit malam kini menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan secara perlahan lalu dia menekukkan bibirnya dengan cara yang menyenangkan yang membuat gadis-gadis kecil yang berada di bandara memerah bahkan wanita dewasa pun memiliki wajah merah.

Kent menatap lingkungan yang ada disekitarnya dengan mata hitamnya yang tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang ada disekitarnya.

Berjalan melewati kerumunan orang yang berjalan pergi, Kent menyeringai dan berbisik lembut.

"Vano kecil, aku berdiri selangkah didepanmu."

Setelah mengatakan itu Kent mengingat klon yang dibuat yang sesuai dengan dirinya sendiri dengan tangan bergetar.

"Hah... Sayang sekali aku tidak lagi memiliki bawahan yang cakap dan setia."

Meskipun dia mengatakan itu dengan penyesalan dalam suaranya tapi tidak ada penyesalan dimata hitamnya.

"Baiklah sekarang dimana kamu Vano kecil?"

"Tuan kita akan pergi kemana?"

Sudut mulut supir taksi berkedut setelah menerima penumpang aneh yang terus berbicara sendiri dan berbicara untuk mengingatkan pria itu yang sedang melihat keluar jendela sambil bergumam.

Kent melirik supir taksi yang masih menatap jalan dengan serius lalu dia menyandarkan tubuhnya dengan kaki menyilang.

"Pergi ke hotel."

"Oke."

Dalam perjalanan ke hotel Kent yang sedang melihat pemandangan dari jendela mobil tiba-tiba dia melihat rambut pirang diantara kerumunan dengan rambut hitam yang sangat mencolok.

Kent menurunkan jendela mobil dan menatap wajah remaja yang memiliki rambut pirang dengan senyum diwajahnya sambil berbicara dengan temannya.

"..."

Setelah tiba bisa melihat wajah remaja itu Kent menaikkan kembali jendela mobilnya lalu tertawa yang menakuti supir taksi.

"Ada apa tuan?"

Menahan senyum yang ada diwajahnya Kent menjawab supir taksi yang ketakutan oleh tawanya.

"Tidak ada."

Gallendra yang sedang bersama teman-temannya merasakan bulunya berdiri yang membuatnya mengangkat kepalanya dan menatap sekelilingnya dengan tatapan waspada.

"Sesuatu akan terjadi."

"Apa?"

Algibran dan yang lainnya menatap Gallendra yang masih menatap sekelilingnya dengan pandangan kosong.

Gallendra mengernyit meskipun perasaan diawasi sudah hilang tapi dia masih bisa mengingat tatapan itu, seolah-olah dia ditatap oleh ular berbisa yang membuatnya kedinginan.

"Ayo cari cafe dulu."

Mereka menganggukkan kepalanya dan mulai mencari cafe yang ada didekatnya. Setelah menemukan cafe mereka masuk dan berjalan menuju pojok meja.

"Dylan, bantu aku cari tahu siapa saja yang baru saja melewati jalan ini yang terlihat mencurigakan."

"Oke."

Dylan menganggukkan kepalanya dan mengeluarkan laptopnya dari tas dan menyimpannya diatas meja.

Mereka mengerumuni Dylan yang sedang meretas pengawasan setelah beberapa saat Dylan mengangkat kepalanya dan bertanya pada teman-temannya yang sedang mengerumuninya.

"Jam berapa?"

"13.30"

Setelah itu Dylan menekan tombol putar. Gallendra dan yang lainnya menatap vidio itu dengan wajah serius tapi setelah beberapa saat mereka tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.

"Lendra tidak ada orang mencurigakan, kamu terlalu banyak berpikir kali."

"Ya. Lendra apa kamu terlalu cemas?"

"Tunggu sebentar..."

"?"

"Dylan ulangi pengawasan pukul 13.32"

"Oke."

"Disini?"

"Mundur sedikit lagi..."

"Sini?"

"Ya, ya. Berhenti."

"Gambarnya perbesar."

Dylan menganggukkan kepalanya dan memperbesar gambar yang Gallendra inginkan.

Lalu mereka melihat seorang paman tampan yang seumuran dengan ayah mereka sedang menatap mereka dengan tatapan yang membuat mereka kedinginan.

"Kenapa kita tidak menyadarinya?"

"Itu sedikit..."

"Seperti tatapan Elvano."

Arfian menutup mulutnya setelah teman-temannya menatapnya dengan curiga dan hanya tersenyum kaku.

Arkanio mengerutkan keningnya dengan erat lalu menatap Gallendra yang juga mengerutkan keningnya.

"Aneh."

"Kenapa?"

"Perasaanku saja atau aku memang pernah melihatnya ya?"

"..."

"Dimana aku pernah melihatnya?"

Setelah mereka aku melihatmu dan kamu melihatku mereka menundukkan kepalanya untuk berpikir karena menurut mereka wajah itu terasa familiar bagi mereka juga.

"Ah! Aku tahu!"

Arkanio menepuk meja yang ada didepannya dengan keras yang membuat seisi cafe menatapnya tapi dia mengabaikannya dan menatap teman-temannya yang sedang menatapnya dengan penasaran.

"Dimana?"

"Foto kelulusan ayahku."

"Benar aku melihat paman ini difoto kelulusan ibuku."

Algibran menganggukkan kepalanya saat dia mengingat bahwa paman ini ada difoto kelulusan ibunya.

Gallendra mengendurkan alisnya yang berkerut tapi dia masih bingung kenapa paman itu menatapnya dengan tatapan yang menyeramkan?

Arkanio menepuk bahu Gallendra dengan pelan dan memperingatkannya.

"Berhati-hatilah."

"Apa aku menjadi sasaran orang gila?"

Sudut mulut Gallendra berkedut tapi Arkanio hanya mengangkat bahunya dan berkata dengan nada tenang.

"Siapa yang tahu."

Tangan yang tergantung mengencang lalu dia mengendurkannya dan menghembuskan napas dengan kasar.

"Tenang kami pasti akan mencoba menjagamu."

Arfian menepuk dadanya agar terlihat bisa diandalkan.

"Tapi itu mungkin hanya menatap saja bukan bermaksud seperti itu? Positif thinking aja Lendra."

Bastian berbicara dengan lembut untuk menyemangati Gallendra yang sedikit mendung.

"Benar, itu mungkin tidak sengaja menatapmu."

Arsenio tersenyum dan mendukung kata-kata Bastian yang sedikit masuk akal.

"..."

"Oke."

Saat mereka berbicara Nicholas yang datang ke cafe untuk bersantai melihat adik dari Elvano, teman-temannya dan pria bodoh dikehidupan sebelumnya dan masih bodoh dikehidupan ini sedang berbicara dengan serius yang membuatnya penasaran dan berjalan menuju mereka.

"Apa yang sedang kalian bicarakan dengan serius?"

Gallendra dan yang lainnya mengangkat kepalanya secara bersamaan dan menatap Nicholas dengan mata cerah membuat Nicholas sedikit tidak nyaman setelah ditatap oleh berbagai pasang mata yang menatapnya dengan panas apalagi oleh pria.

"Apa? Apa?"

Algibran lah yang angkat bicara dan menyerahkan laptop Dylan ke Nicholas setelah dia duduk.

"Apa kamu mengenal paman ini?"

Nicholas menundukkan kepalanya dan menatap wajah pria yang ada laptop lalu dia melebarkan matanya dan secara refleks menyentuh pistol yang ada dibalik pakaiannya.

"Kamu mengenalnya."

Algibran berkata dengan pasti setelah melihat reaksi Nicholas yang sama seperti dia melihat Elvano saat itu.

"..."

Mata Nicholas bergetar bagaimana mungkin dia tidak terkejut saat orang yang seharusnya sudah mati bangkit kembali.

Apa Elvano tahu bahwa Kent masih hidup?

Tapi bagaimana dia bisa hidup kembali? Apa dia tidak mati?

Bagaimana jika Kent melakukan sesuatu lagi seperti desas-desus yang dia dengar dikehidupan sebelumnya?

Kent adalah pria gila yang suka menghancurkan harapan dan orang-orang terdekat dari orang yang telah menjadi targetnya.

Desas-desus itu masih terngiang ditelinganya meskipun dia hanya tahu pria ini adalah penjahat internasional dia tidak tahu apapun tentang keberadaan pria berbahaya ini.

Hanya saja saat dia bersentuhan dengan materi kehidupan Elvano yang dia selidiki itu membuatnya ketakutan. Seorang ilmuan yang tergila-gila dengan eksperimen manusia dan bahkan tidak segan-segan menggunakan bawahan-bawahannya yang setia untuk menjadi bahan eksperimennya.

Pria yang orang-orang mafia pun tidak ingin terlibat selain Elvano dalam daftar nomor satu.

"Nicholas katakan siapa dia?"

"Itu..."

Sebelum Nicholas berbicara seseorang berdiri dibelakangnya dan membungkuk untuk melihat wajah pria dewasa dengan tatapan berbisa dimatanya dengan kejutan dan berbicara dengan nada yang berlebihan.

"Wow ini sangat ganas."

Suara ini mengalihkan perhatian mereka yang sedang fokus pada Nicholas dan menatap pengunjung yang datang tanpa diundang dengan bingung.

"Siapa kamu?"

Fei Ran menegakkan tubuhnya dan duduk disebelah Nicholas dengan sangat alami lalu menatap Gallendra yang menatapnya dengan tatapan bingung sambil menghela napas.

"Aku kira kamu adalah Elvano."

"Aku bukan."

"Ya. Jadi aku datang untuk melihat siapa yang memiliki wajah yang hampir mirip dengannya ternyata itu adiknya."

"Oh."

"Jadi apa kalian sedang membicarakan paman ini?"

"Kamu tahu?"

"Penjahat internasional, Kent Ivander Reuel."

"..."

Gallendra dan Arfian melebarkan matanya dan saling memandang dengan keterkejutan dimata mereka. Algibran dan yang lainnya juga sangat terkejut bagaimana penjahat internasional bisa begitu bebas berkeliaran.

Fei Ran menopang kelapanya dan bergumam.

"Aneh, bukannya dia sudah mati?"

"Bagaimana kamu tahu dia seharusnya sudah mati?"

Nicholas yang kembali sadar menatap Fei Ran dengan curiga.

"Dari mana kamu mengetahui berita tentang dia? Bukankah berita tentang dia sangat sulit didapat?"

"Tentu saja aku punya saluranku sendiri."

Fei Ran melirik Nicholas dengan jijik yang membuat sudut mulutnya berkedut.

"..."

"Apa? Kamu ingin tahu dari mana aku mendapatkan berita itu?"

Fei Ran yang sedikit mewarisi selera jahat sahabat kecilnya kini menatap Nicholas dengan senyum lucu.

"Jika kamu mau bergabung silahkan datang padaku."

Setelah itu dia mengeluarkan kartu bisnisnya dan menyerahkannya kepada Nicholas yang tertegun.

Nicholas menundukkan kepalanya dan menatap kartu nama yang diberikan oleh Fei Ran lalu wajahnya menjadi gelap setelah melihat namanya.

"Kamu menyuruhku datang kerumah sakit jiwa?!"

"Wow, wow... Tenang. Orang-orang itu sangat berbakat apa kamu meremehkannya?"

Nicholas menggertakkan giginya dan bertanya dengan wajah gelap.

"Apa pekerjaanmu?"

"Dokter psikiater dan Dekan rumah sakit jiwa."

"Katakan yang sebenarnya."

"Pembunuh bayaran dan anggota FBI."

"..."

Suasana menjadi hening setelah Fei Ran menjawab pertanyaan Nicholas yang marah.

"Hahahaha. Aku bercanda~ Tidak mungkin aku akan mengotori tanganku."

"Apa sih kenapa kalian jadi diem semua."

"..."

Fei Ran tertawa setelah melihat keheningan yang terjadi lalu dia membuka mulutnya dan berbicara sambil tersenyum.

"Kalian mau minum apa? Biar saudara laki-laki ini yang membayarnya."

Gallendra dan yang lainnya tidak lagi sopan dan memesan apa yang mereka inginkan.

Fei Ran menundukkan kepalanya dan mengeluarkan ponselnya dan memberikan pesan pada Elvano dengan wajah serius.

"Apa yang kamu lakukan?"

Nicholas bertanya dengan penasaran saat Fei dan menundukkan kepalanya.

"Mencari informasi dan memberikannya pada Elvano."

Setelah menekan tombol kirim Fei Ran mengangkat kepalanya dan tersenyum cerah sambil memasukkan ponselnya ke saku celananya.

"Oh."

Tanpa diketahui oleh Fei Ran adalah dia selangkah lebih lambat dari Kent yang sedang meretas ponsel Elvano jadi informasi yang Fei Ran kirim tidak tersampaikan pada Elvano tapi ke Kent.

"Oh?"

Kent mengangkat alisnya saat melihat pesan yang datang saat dia meretas ponsel Elvano lalu di mengklik untuk melihat pesan apa yang terkirim.

//Fei Ran//

15.45 [Bos, apa kamu tahu Kent masih hidup?]

15.45 [Tapi bagaimana mungkin orang yang sudah mati masih hidup dan menendang dengan bebas?]

Fei Ran?

Kent merasa nama ini terdengar familiar setelah dia memikirkannya dia terkejut.

"Kepala intelijen FBI?"

"Wow, Vano kecil kamu luar biasa! Kamu bahkan bisa merentangkan kekuatanmu ke organisasi FBI."

Kent menghela napas dengan kekaguman dimatanya.

"Luar biasa! Luar biasa! Seperti yang diharapkan dari pria kecil yang kejam seperti dirimu."

Setelah itu dia melihat kembali data-data yang ada di ponsel Elvano lalu matanya melebar.

"Ini... Ini..."

"Indah... Luar biasa, kamu bisa menemukan hal-hal yang begitu indah..."

Tangan yang sedang menyentuh mouse bergetar lalu mata hitamnya bersinar dengan cahaya aneh sambil bergumam.

"Kamu benar-benar..."

"Elvano kamu benar-benar orang yang bisa membuatku membuka matanya lagi dan lagi dengan keberuntungan dan kekuatanmu."

"Haruskah aku memberimu selamat...?"

Kent tertawa terbahak-bahak yang membuat bahunya bergetar lalu dia berdiri dan berjalan keluar dari kamar tidur yang meninggalkan laptopnya yang masih menyala dengan foto Aleta dengan telinga kucing sambil tersenyum manis dan Elvano dengan telinga serigala tersenyum tipis dengan latar belakang kincir ria yang ada dibelakangnya.

-

-

-

-

[Bersambung...]