webnovel

Bab. 32 ||Putusnya Kontrak Pertunangan Part. 2||

Bab. 32

"Mom? Dad?"

Aleta menatap Dady dan Momy nya dengan tatapan tercengang karena dia melihat mereka membawa koper ditangan mereka masing-masing seolah-olah mereka akan menginap disini.

"Apa ada masalah sayang?"

Nyonya Agatha menurunkan kacamata hitam dari pangkal hidungnya dan menatap putri kesayangannya dengan senyum cerah.

"... Tidak... Tidak."

Aleta menggelengkan kepalanya dan bertanya dengan gugup pada orang tuanya yang sedikit mencurigakan.

"Kalian..."

Sebelum Aleta akan melanjutkan kata-katanya Tuan Agatha menggosok kepala Aleta dengan sayang tapi kata-katanya membuat Aleta membeku.

"Karena kami ingin mengetahui tentang pacarmu jadi kami datang ke rumahmu. Dan... Dady dan Momy akan tinggal bersamamu selama seminggu, tidak apa-apa kan sayang?"

"..."

Melihat Aleta masih dalam keadaan kacau Tuan dan Nyonya Agatha saling memandang dan mengedipkan mata dengan penuh kemenangan.

"Ayo, ayo sayang. Perkenalkan pacarmu pada kami. Apa kalian akan langsung menikah dan tinggal bersama tanpa memberi tahukan kami?"

"?!"

Aleta yang ditarik ke dalam rumah oleh Momy nya dengan wajah kebingungan kini tersadar oleh perkataan Momy nya yang membuatnya hampir tersandung.

"Leta hati-hati."

Tuan Agatha membantu Aleta yang akan terjatuh dan berbicara dengan khawatir.

"Oke, oke."

Tuan dan Nyonya Agatha menatap rumah yang terlalu rapi dan bersih dalam kesan mereka dengan kagum dan saling memuji.

"Semuanya tertata rapi dan bersih."

Nyonya Agatha merasa sedikit emosional melihat sebuah rumah yang terlalu rapi dan bersih dengan gaya hangat dan dingin yang saling melengkapi.

"Luar biasa. Leta apa ini yang kamu lakukan? Sungguh putri Dady sudah besar."

"..."

Tuan Agatha menghela napas lega dia memuji Aleta dengan semangat dan tidak melihat wajah Aleta yang menjadi kaku karena rumah ini selalu dibersihkan dan dirapikan oleh Elvano.

"Bagus, bagus. Putriku sudah bisa menjaga dirinya sendiri."

"..."

"Sayang bagaimana dengan sekolahmu?"

"... Bagus."

"Nah, lebih baik kamu belajar saja dulu daripada terlibat dengan masalah emosional."

"Tapi Leta merasa keduanya sangat baik. Nilai pelajaran ku sudah kembali seperti semula dan aku mendapatkan seseorang yang sangat mencintaiku. Leta merasa sangat senang."

"..."

Tuan dan Nyonya Agatha merasa tersedak setelah mendengar jawaban Aleta yang penuh dengan emosi.

"Disini. Dady, Momy silahkan berbicara dulu dengan Xavier."

"..."

Tuan dan Nyonya Agatha menatap ruang tamu dengan mata menyelidik lalu mereka melihat seorang pria tampan dengan rambut pirang dan temperamen luar biasa keluar dari dapur dengan jus jeruk yang dingin dan puding buah dengan vla di atasnya yang disimpan di nampan yang ada ditangannya yang membuat mereka tertegun.

"Paman, Bibi silahkan duduk."

Elvano menyimpan makanan dan minuman yang di bawanya ke atas meja lalu menatap Tuan dan Nyonya Agatha yang menatapnya dengan tatapan terkejut dan berbicara dengan lembut sambil memberikan senyum manis kepada mereka.

"Oh, oh."

Tuan dan Nyonya Agatha duduk dengan tegak setelah mereka tersadar mereka saling memandang dan melihat tatapan luar biasa dimata mereka masing-masing.

Temperamen yang luar biasa! Ini dari Tuan Agatha yang selalu melihat orang dari temperamennya.

Sangat tampan! Ini dari Nyonya Agatha yang selalu melihat orang dari wajahnya.

"Paman, Bibi apa kalian haus? Aku sudah membuat jus jeruk dingin, tapi jika kalian tidak suka akan aku ambilkan teh atau air putih?"

Setelah mengatakan itu Elvano mendorong jus jeruk dingin kepada Tuan Agatha dan Nyonya Agatha.

"Tidak perlu, kami menyukainya."

Tuan Agatha menatap Elvano dari atas ke bawah tanpa jejak lalu menjawab pertanyaan Elvano dengan suara tenang dan mantap seolah-olah bukan dia yang sedang menatap dengan tatapan menyelidiki.

Elvano mengabaikan tatapan menyelidiki dari Tuan Agatha lalu menekuk kan matanya sambil tersenyum bahagia karena dia merasa senang dengan jawaban dari Tuan Agatha.

"Terimakasih Paman."

"Sama-sama."

Setelah itu ruangan menjadi sunyi kembali, mereka saling menatap tanpa jejak seolah akan mengevaluasi kan kepribadian masing-masing sambil tersenyum palsu diwajah meraka tapi hanya Elvano yang sedikit lebih tulus karena kedua orang ini adalah orang tua Aleta.

"Paman, Bibi apa kalian akan tinggal disini?"

Mata Tuan Agatha menjadi tajam dan menatap Elvano dengan tatapan dalam lalu memberikan jawaban yang singkat dan berat.

"Ya."

Elvano tetap memiliki senyum di wajahnya yang tampan dan mengabaikan keretakan gigi dalam suara tenang Tuan Agatha.

"Lalu berapa lama kalian akan tinggal?"

"Satu minggu."

Wajah tersenyum Elvano sedikit retak karena orang tua Aleta akan tinggal disini selama satu minggu. Satu minggu!!

Satu minggu menurut Elvano adalah waktu yang sangat lama karena dia tidak bisa memeluk dan mencium Aleta dengan bebas dan hanya bisa menahan diri yang membuatnya merasa sedikit sesak.

"Kenapa?"

Tuan Agatha mengangkat sudut bibirnya dan berkata dengan ringan dan jejak ejekan yang tersamarkan dalam suaranya.

"Apa kamu merasa terganggu?"

"... Tidak."

Elvano tersenyum dengan kaku dan menjawab dengan tegas. Setelah itu mereka hening kembali karena tidak ada yang berbicara. Nyonya Agatha menyenggol suaminya yang masih tidak berbicara selama satu menit dan melotot marah saat suaminya menatapnya dengan bingung.

Merasa sadar bahwa dia tidak berbicara karena tekanan besar dari pria muda yang tampan yang ada di seberangnya membuat Tuan Agatha mengingat apa yang akan mereka lakukan disini setelah diingatkan oleh istrinya.

"Apakah namamu Elvano?"

"Ya. Ada apa paman?"

Nyonya Agatha merasa suaminya terlalu bertele-tele jadi dia membuka mulutnya dan bertanya dengan suara lembut tapi tajam.

"Elvano apakah kamu pacar Leta? Kenapa kamu tinggal dirumah anakku? Bukankah kamu punya rumah sendiri."

"..." Tuan Agatha hanya bisa diam melihat istrinya sudah berbicara to the poin dan jika berbicara kadang suka berlidah tajam.

Elvano sedikit terkejut melihat ibunya Aleta jika berbicara sangat tajam dan to the poin. Tapi dia tidak pernah ingin meninggalkan Aleta jadi untuk apa dia pulang?

"Tentu saja aku adalah pacar Quenby. Tapi bibi, aku tidak ingin pulang."

"Kenapa?"

"Quenby sangat cerah dan bersinar terang bagaimana aku bisa meninggalkannya?"

"Apa?"

Nyonya Agatha tertegun dia tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Elvano yang dimaksud dengan putrinya cerah dan bersinar terang dan apa hubungannya ini dengan mengapa pria kecil ini tidak pulang dan harus ada dirumah putrinya.

Tangan Tuan Agatha yang akan menyentuh gelas berhenti lalu dia mengangkat kelopak matanya untuk menatap Elvano yang memiliki sedikit merah yang mencurigakan diwajahnya yang pucat. Dia sebagai seorang pria bagaimana tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Elvano saat dia mengatakan 'bagaimana dia bisa meninggalkan putrinya yang cerah dan bersinar terang?'.

"Apakah kamu benar-benar menyukai Leta?"

"Bagaimana kamu menyukai Leta?"

Mendengar pertanyaan dari Tuan dan Nyonya Agatha, Elvano menurunkan matanya dan diam selama beberapa detik lalu menjawab dengan pelan dan lembut tanpa menatap Tuan dan Nyonya Agatha yang sedang menatapnya.

"Paman, bibi sebenarnya Leta telah bertanya padaku apakah aku menyukainya dan mencintainya."

"Lalu bagaimana kamu menjawab?"

Elvano menyilangkan kakinya dan tangannya yang berada di sandaran kursi menekuk untuk menopang kepalanya dan masih mengabaikan mata penasaran yang menimpanya lalu dia melanjutkan perkataannya dan tidak menjawab pertanyaan dari Nyonya Agatha dia hanya tenggelam dalam ingatannya saat pertama kali bertemu dengan Aleta.

"Paman, Bibi aku adalah orang yang tidak punya emosi."

Setelah mengatakan ini, mata Elvano yang kosong kini menatap Tuan dan Nyonya Agatha dengan emosi yang sedikit rumit.

"Dan aku juga adalah orang yang kehilangan ingatannya dua kali hingga melupakan akal sehat dunia bagaimana aku bisa mempunyai emosi manusia yang rumit?"

"Meskipun aku baru saja mendapatkan ingatanku belum lama ini, aku mencoba mencari tahu emosi apa yang ada didalam hatiku dengan cara yang kikuk."

"Orang yang tidak pernah memiliki emosi tiba-tiba menemukan seseorang yang bisa membuat emosinya berfluktuasi bagaimana dia merasa nyaman? Tapi bagaimana jika orang itu tertarik pada orang yang bisa membuat emosinya berfluktuasi."

"Kamu..."

"Kamu..."

Tidak menunggu Tuan dan Nyonya Agatha melanjutkan perkataannya Elvano berbicara kembali.

"Sangat penasaran, sangat bersemangat, dan juga takut."

"Diam."

Nyonya Agatha menatap tajam pada Elvano yang akan membuka mulutnya.

"Aku bertanya bagaimana kamu menjawab saat anakku bertanya apakah kamu menyukai dan mencintainya bukan emosi yang menakutkan darimu!"

"..."

Elvano mengerjapkan matanya lalu tersenyum kecil dan menjawab dengan cara yang lucu.

"Tentu saja aku menjawab 'Apa itu suka? Apa itu cinta?' Aku tidak tahu apa yang dia bicarakan tapi saat pertama kali aku melihatnya jantungku berdetak sangat kencang jadi aku juga menjawab 'Apakah jantungku yang berdetak artinya menyukaimu?'"

"Sial!"

Dada Nyonya Agatha naik turun dengan keras setelah mendengar jawaban dari Elvano. Meskipun Tuan Agatha juga merasa marah dia masih bisa tenang dan bertanya pada Elvano yang masih memiliki senyum diwajahnya dengan mata dalam.

"Bagaimana kalian bertemu saat pertama kali?"

"Quenby menabrak ku dengan mobilnya."

"?!!"

"!!!"

Kali ini Tuan Agatha ingin mengguncang anak nakal ini dengan keras dan melihat apa yang ada didalam kepalanya.

"Kamu gila?!"

"Bibi kamu..."

"Apa yang kalian bicarakan? Momy jangan marah..."

Aleta yang baru saja turun melihat suasananya yang aneh merasa sedikit deja vu tapi dengan cepat menghampiri Momy nya yang sedang marah untuk menenangkannya.

Nyonya Agatha yang kemarahannya sedikit mereda menatap Aleta lalu Elvano yang masih memiliki sedikit senyum diwajahnya dengan sesak.

"Sayang apa kamu menyukai pria seperti ini..?"

"Ada apa?"

Aleta yang baru saja duduk diantara Momy dan Dady nya menatap Momy dan Dady nya yang matanya seakan-akan memiliki api yang akan menyembur keluar lalu matanya melihat Elvano yang memiliki senyum aneh diwajahnya dengan keraguan dimatanya.

"Kamu... Kamu..."

Jari-jari Nyonya Agatha yang ada diatas kakinya bergetar hampir saja menunjuk seseorang. Tuan Agatha bahkan menatap Aleta dengan tatapan luar biasa seolah-olah ini pertama kalinya dia melihat putrinya seperti ini.

"Quenby, paman dan bibi mungkin bertanya mengapa kamu menyukai orang sepertiku yang masokis."

Elvano tertawa setelah melihat reaksi kedua orang tua Aleta yang mungkin terkejut dan sedikit takut? Tentu saja dia tidak terlalu memikirkannya dia juga ingin tahu mengapa Quenby bisa menyukainya.

Tuan dan Nyonya Agatha yang ditusuk pikirannya merasa sedikit malu tapi mereka dengan keras kepala menatap putri kesayangan mereka dan ingin mendengarkan jawabannya.

"Ah?"

Aleta terkejut mendengar perkataan Elvano lalu dia melihat wajah kedua orang tuannya yang sedikit malu tapi masih menatapnya lalu dia tahu bahwa perkataan Elvano merupakan pikiran mereka.

"Aku tidak tahu. Tapi mungkin karena lucu?"

"?"

Wajah Elvano menjadi sedikit aneh lalu menatap Aleta dengan mata biru langit-ungu yang tenang. Tuan Agatha menggosok kepala Aleta dengan keras dan Nyonya Agatha mencubit pipi Aleta yang halus dengan sedikit kesal.

"Kamu membawa seorang serigala yang ganas dan licik kerumah sayang."

"Apa yang menurutmu itu lucu Leta sayang? Ini adalah serigala besar yang bisa memakan seseorang tanpa memuntahkan tulang. Dan kamu adalah kelinci kecil yang polos dan naif secara sukarela memasuki mulut serigala besar itu."

Serigala besar yang ganas dan licik Elvano memiringkan kepalanya dan mengerjapkan matanya dengan polos tapi ekor besarnya bergoyang-goyang dengan cepat karena senang dan bahagia.

Dan kelinci putih kecil yang polos dan naif Aleta menjatuhkan telinganya yang besar dan menerima omelan dari kedua orang tuanya yang berhati hitam dan terlalu waspada terhadap segala besar tertentu yang menatap mereka untuk menipunya meninggalkan serigala besar itu dengan wajah bingung dan sedih.

"Bagaimana kalian bisa menggunakan kata-kata itu untuk menggambarkan Xavier."

Aleta melebarkan matanya dengan tidak percaya pada orang tuanya yang menggunakan serigala besar yang ganas dan licik sebagai Xavier dan dia adalah kelinci putih kecil yang polos dan naif. Aleta melupakan kejadian Elvano yang sedikit lepas kendali dua hari yang lalu yang menekan dan menciumnya dengan ganas dibelakang perpustakaan.

"Lalu kami harus menggambarkan dengan kata seperti apa?"

"Kucing kecil yang ganas?"

"Pfft! Hahaha! Hehehehe!"

Elvano tidak bisa menahan tawanya setelah mendengar jawaban Aleta yang penuh dengan keraguan lalu dia melihat tiga pasang mata yang menatapnya dengan tajam yang membuatnya harus menutup wajahnya dengan tangannya dan meminta maaf dengan tawa lucu.

"Pfft... Hahaha... Maaf... Maaf... Hehehe... Lanjutkan... Lanjutkan... Hahaha."

Elvano menutupi wajahnya dengan tangannya dan berhenti tertawa tapi bahunya yang bergetar dan wajahnya yang merah karena menahan tawa membuat ketiga orang itu tidak bisa berkata-kata.

"Xavier!"

"Hehehe..."

"Pergi! Pergi!"

Elvano hanya bisa berdiri dan menuruti perkataan Aleta yang marah dan malu sambil mengulangi kata-kata Aleta dengan tawa bahagia dan lucu saat dia meninggalkan ruang tamu.

"Kucing... Hehehe... Ganas... Hahaha... Kecil... Hehehe... Kucing kecil... Pfft... Yang ganas...? Hahahahahhaah...."

Aleta yang merasa malu dan marah : "..."

Tuan dan Nyonya Agatha yang tidak bisa berkata-kata: "..."

Suasana diruang tamu sedikit memalukan yang membuat Aleta ingin memasuki lubang untuk menutupi rasa malunya tapi setelah itu dia merasa marah pada Elvano yang benar-benar menertawakannya.

"Leta kami setuju."

Tuan dan Nyonya Agatha yang terdiam cukup lama saling memandang lalu menganggukkan kepala dan menatap Aleta dengan kasih sayang dan berkata dengan lembut.

"Apa? Apa?"

Aleta tidak bisa mengikuti pemikiran mereka yang cepat sekali melompat yang membuatnya tidak bisa bereaksi.

"Kami menyetujui kamu dengannya."

"Hah?"

"Dia bisa menjagamu dan dia juga menuruti permintaanmu."

"Apa yang..?"

"Kali ini kami merasa lega... Nanti kami akan menitipkan mu padanya untuk menjaga mu dengan baik."

"..."

"Kalau begitu Momy akan berbicara dengan bibi mu Irine tentang pemutusan pertunangan kalian."

"... Ah?"

"Leta sayang, Dady dan Momy merasa lelah. Kami akan beristirahat dulu oke?"

"..."

Setelah mengatakan itu Tuan dan Nyonya Agatha menepuk kepala Aleta dan berjalan menuju kamar yang telah disiapkan putri mereka meninggalkan Aleta sendiri yang masih duduk kebingungan diruang tamu dengan TV yang menyala.

"???"

.....

Nyonya Agatha yang sudah sampai dikamar duduk di ranjang dan menelpon Nyonya Daviandra.

"Halo?"

Sebuah suara yang tenang dan elegan terdengar dibalik telpon.

"Irine."

"Ada apa Diana?"

"Ayo kita putuskan kontrak pertunangan anak-anak kita."

"Hah? Kenapa? Mungkin itu hanya permainan anak-anak tidak perlu ikut campur dalam urusan perasaan mereka Diana."

Suara yang tenang dan dan elegan kini terdengar sedikit tercengang setelah mendengar Diana akan memutuskan kontrak pertunangan anak-anak mereka dengan suara yang tegas.

"Ini bukan permainan anak-anak, Irine."

Suara Nyonya Diana sedikit tidak nyaman tapi dia tetap melanjutkan kata-katanya.

"Anakmu dan anak perempuan ku memang tidak cocok untuk bersama."

"Katakan padaku Diana ada apa?"

"Hah... Irine bukankah seharusnya kamu juga mengetahui itu."

"..."

"Sudah sebulan lebih berlalu anakmu tetap menyukai gadis lain bukan anak perempuanku. Dan bahkan menyebabkan nilai dan reputasi anak Perempuanku anjlok disekolah hanya karena untuk mencoba mempertahankan pertunangannya, Irine sudah berapa lama Leta menyukai anakmu tapi tidak pernah anakmu membalas perasaannya. Kamu seharusnya tahu itu bukan Irine? Tapi kami tidak pernah mengetahui itu karena Leta menyembunyikannya dengan sangat baik jadi kami baru mengetahuinya kemarin apa yang kamu pikirkan?"

"... Tapi sekarang nilai dan reputasi anakmu kembali lagi."

Suara Irine terdengar agak enggan dibalik telepon.

"Itu bukan masalahnya. Mungkin mereka memang tidak pernah cocok."

"... Diana dengar..."

"Leta juga sudah menemukan orang disukainya jadi tidak perlu melanjutkan."

Setelah terdiam cukup lama suara Irine terdengar sedikit sedih dan lelah dan menjawab dengan lembut sambil meminta maaf.

"... Oke. Maafkan aku."

"Ya."

Setelah itu Nyonya Diana menutup teleponnya dan menghela napas. Tuan Reza yang telah keluar dari kamar mandi menatap istrinya yang sedikit sedih dengan perasaan tak berdaya lalu dia menghela napas dan berjalan menuju Nyonya Diana. Sambil mengusap kepala istrinya dengan lembut Tuan Reza berbicara.

"Kita lihat saja kedepannya. Jangan terlalu memikirkannya bagaimana jika kamu sakit kepala?"

"Tapi sayang..."

"Shhht. Cepat pergi mandi lalu tidur."

"... Hm."

Nyonya Diana yang baru saja mengambil beberapa langkah berhenti lalu memutar kepalanya dan bertanya dengan pelan.

"Reza, apakah kita membuat keputusan yang benar jika kita menyetujui hubungan mereka?"

"... Aku tidak tahu."

"Bagaimana jika..."

"Tapi Aleta menyukainya."

"..."

"Dan apakah kamu melihat suasana diantara mereka? Suasana itu bahkan tidak pernah ada saat Leta bersama Gibran."

"... Aku tahu."

"Kita hanya perlu menatap mereka. Lalu jika hubungan itu tidak bisa dilanjutkan kita harus bisa dengan cepat menarik Leta dari emosinya agar dia tidak terlalu terluka saat mereka putus. Bukankah kita hanya ingin membuat putri kita bahagia?"

"Baiklah."

"Kalau begitu cepat mandi."

"Iya."

.....

Keesokan harinya, pagi.

Elvano yang terbangun masih dalam suasana hati yang baik lalu berjalan keluar untuk beres-beres rumah sambil menyenandungkan lagu.

Nyonya Diana yang terbiasa bangun pagi untuk beres-beres menatap Elvano yang sedang mengepel lantai dengan serius sambil menyenandungkan lagu dan tidak menyadari bahwa ibu Aleta sedang menatapnya dengan mata yang rumit.

Elvano menatap semua ruangan yang sudah tertata rapi dengan puas lalu berjalan menuju dapur untuk memasak tapi saat dia akan menyiapkan bahan makanan dia dikejutkan oleh suara wanita dewasa.

"Elvano."

Berbalik menatap Nyonya Diana dengan terkejut lalu dia mundur dua langkah tanpa jejak dan menyapanya dengan sopan.

"Ah, Bibi pagi."

"... Pagi."

Mereka berdua terdiam setelah saling menyapa tapi Elvano yang dengan cepat mengobrol dengan Nyonya Diana.

"Bibi apa yang kamu lakukan pagi-pagi sekali?"

"Dan apa yang kamu lakukan sepagi ini?"

Nyonya Diana tidak menjawab pertanyaan Elvano dia hanya bertanya balik pada pria muda yang tampan itu.

"Bibi aku baru saja selesai beres-beres dan akan membuat makanan untuk sarapan pagi. Nah, bibi apa yang kamu lakukan?"

"Jika sebelumnya bibi akan beres-beres tapi setelah melihat semuanya sudah beres olehmu bibi akan membantumu memasak."

"Tidak! Tidak! Tidak perlu bibi, kamu bisa beristirahat dan menunggu ku selesai memasak."

"Kenapa?"

"Tidak mungkin aku membuat bibi yang sudah datang jauh-jauh membantuku beres-beres dan memasak."

Elvano menggelengkan kepalanya dan menolak permintaan Nyonya Diana dengan sopan.

"Kalau begitu bibi tidak akan sopan."

Nyonya Diana berbalik menuju kamarnya kembali untuk membangunkan suaminya dan putrinya yang masih tertidur. Setelah melihat Nyonya Diana tidak lagi terlihat Elvano mengusap dadanya dengan pelan.

"Itu mengejutkan."

Untung saja bibi tidak menyentuh ku jika tidak itu terlalu memalukan jika aku muntah didepannya karena reaksi psikologiku yang merasa jijik jika seseorang menyentuhku tanpa persiapan mental.

Setelah menghela nafas lega dia melanjutkan kembali kegiatannya untuk mengambil bahan-bahan makanan dan mulai memasaknya.

Setengah jam kemudian.

"Hoam..."

Aleta menutup mulutnya dan menguap pelan saat berjalan menuju ruang makan. Melirik jam yang menggantung di dinding dengan malas yang menunjukkan jam sembilan pagi membuat Aleta menggerutu pelan.

"Ini masih pagi."

"Ini susah siang baby."

Suara serak dan malas terdengar ditelinganya membuat tubuhnya melompat ketakutan lalu memutar kepalanya untuk melotot marah pada orang yang sedang bersandar di sofa.

"Tapi hari ini adalah hari weekend."

"Tapi kita harus membiasakan bangun pagi dan berolahraga untuk menjaga kesehatan kita."

Elvano menatap wajah Aleta yang pipinya menggembung dengan senyum dimatanya tapi dia mencoba berbicara dengan serius. Aleta hanya memutar matanya dengan kesal lalu dia menatap sekelilingnya dengan bingung.

"Dimana Momy dan Dady?"

"Mereka belum kembali pulang."

Mengangkat alisnya, Aleta bertanya kepada Elvano dengan ragu.

"Mereka dari mana? Dan kenapa kamu tidak bersama mereka?"

"Paling hanya pergi ke taman untuk bermain dan berolahraga. Aku sedang membuat sarapan pagi ini. Mereka mungkin akan sangat senang jika aku tidak ikut bersama mereka karena aku hanya bisa menjadi bola lampu seribu Watt diantara dunia dua orang mereka."

"... Benar mereka juga mungkin akan melupakan anaknya disaat suasana hanya dunia dua orang mereka."

Aleta berjalan menuju sofa dan bersandar malas seolah-olah tubuhnya tanpa tulang Elvano meliriknya sambil tersenyum lalu dia berdiri dan berjalan pergi yang membuat Aleta sedikit tercengang dan bertanya.

"Mau kemana?"

"Mengambil sarapan mu."

"Sama apa?"

"Sandwich dan Susu."

"Hah? Kenapa ngak nasi?"

"Makan makanan yang lembut dan buat sedikit kenyang dulu lalu kita boleh makan nasi."

"Ohh.."

Setelah mengatakan itu Aleta memalingkan kepalanya dan tidak melihat lagi pada Elvano dan hanya fokus pada siaran TV yang menyala yang membuat Elvano menggelengkan kepalanya.

Ting!

Aleta mengambil ponsel yang dia simpan di atas meja lalu melihat notifikasi pesan dari Kesya.

"?"

"Aneh banget dia udah bangun."

Sambil bergumam kecil Aleta membuka pesan dari Kesya lalu sedikit kelegaan dan kebingungan melintas dimatanya yang membuatnya menatap ponselnya dengan linglung.

Elvano yang baru saja keluar dari dapur untuk mengambil sandwich yang baru saja dia panaskan dan susu melihat Aleta menatap ponselnya dengan lama dan linglung yang membuatnya mengerutkan keningnya dengan bingung.

Sambil berjalan dengan pelan Elvano menyimpan piring dengan sandwich dan gelas berisi susu diatas meja sedikit keras tapi masih masih tidak membuat Aleta berpaling dari ponselnya membuat Elvano merasa sedikit tidak nyaman lalu dia berjalan dibelakangnya untuk melihat apa yang bisa menarik perhatian Aleta sangat lama yang membuatnya menjadi begitu linglung.

Lalu dia melihat pesan dari Kesya bahwa pertunangan antara Aleta dan Algibran sudah putus dengan damai tanpa kedua keluarga membuat masalah. Elvano menyipitkan matanya lalu menatap wajah Aleta yang masih linglung dengan ketidaksenangan diantara alisnya.

"Quenby, apa kamu menyesalinya, hm?"

Aleta tersentak lalu dia tersadar kembali dari lamunannya lalu memutar kepalanya menatap Elvano yang sudah tidak tahu berapa lama dia berdiri diam dibelakangnya dengan marah.

"Kaget tahu!"

Elvano berjalan kembali ke sofa dan duduk disebelah Aleta tanpa menjawab lalu dia menarik Aleta hingga terduduk dipangkuan nya. Meletakkan dagunya di bahu pacarnya Elvano memeluk Aleta-nya dengan erat sambil berbicara dengan nada masam yang langka tanpa kemarahan.

"By, apa kamu sangat menyukainya? Bahkan merasa kehilangan saat kalian telah memutuskan pertunangan dan membuatmu linglung."

"..."

Aleta hanya memeluk kembali pacarnya yang cemburu dan menggosok kepalanya dengan lembut. Setelah beberapa detik hening Aleta membuka mulutnya dan berbicara dengan nada tenang untuk meyakinkan pacarnya untuk tidak bingung.

"Tidak. Hanya saja aku merasa rumit. Setelah melalui itu semua kita putus dengan sangat damai dan mudah membuatku merasa sedikit tidak nyata."

"..."

Mengeratkan pelukannya pada satu-satunya kehangatan yang ada di lengannya, Elvano mencerutkan bibirnya tanpa bisa mengatakan satu patah pun karena apapun yang terjadi itu sudah terjadi dan apalagi dia tidak bisa ikut dalam hidupnya Aleta di masa lalu sudah menjadi sedikit penyesalan dihatinya.

Melihat suasana hati Elvano yang sudah membaik Aleta menghela nafas tanpa jejak lalu membalas pesan Kesya sambil memakan sandwich yang telah disiapkan oleh Elvano.

//Leta yang imut dan lucu ✨//

09.10 [Aku sudah berbicara dengan orang tuaku jadi mereka tidak terlalu marah.]

//Sahabat nyebelin tapi sayang. Kesya ❣️//

09.10 [Tapi ini sangat luar biasa!]

//Leta yang imut dan lucu ✨//

09.10 [Apanya yang luar biasa?]

//Sahabat nyebelin tapi sayang. Kesya ❣️//

09.10 [Ya! Bagaimana tidak luar biasa jika prianya mencari wanita lain selain tunangannya setelah itu tunangan pria itu tiba-tiba saja mendapatkan pacar yang baru? Lalu mereka memutuskan hubungan dengan damai. Ini sebenernya sedikit konyol, saat reputasi mu disekolah menjadi sedikit jelek saat kamu masih suka sama Gibran dan membully Adele.]

//Leta yang imut dan lucu ✨//

09.11 [...]

09.11 [Kamu terlalu banyak berfikir. Tapi jika sebelumnya mungkin aku akan meminta sedikit kompensasi karena merasa patah hati (memutar matanya jpg.)]

//Sahabat nyebelin tapi sayang. Kesya ❣️//

09.11 [...]

Aleta menatap ponselnya dengan serius dan berbicara dengan Kesya dengan gembira sambil memakan sandwich yang ada ditangannya. Melihat pipi nya yang menggembung membuat Elvano merasa sedikit lucu tapi saat tangannya akan terentang untuk menusuk pipi Aleta, ponselnya berdering yang membuatnya mengerutkan keningnya dengan kesal.

Aleta menepuk kepala Elvano untuk mengisyaratkannya menjawab telepon. Mendengus kesal Elvano pada akhirnya menjawab teleponnya.

"Halo."

"Bo.. bos.. seseorang sedang mencarimu."

Elvano tertegun setelah mendengar suara bawahannya bergetar seolah-olah dia ketakutan yang membuatnya bertanya dengan serius. Bahkan punggungnya yang bersandar pada sofa menjadi tegak yang membuat Aleta yang berada dipelukannya mengubah posisinya yang lebih nyaman sambil memainkan ponselnya.

"Siapa?"

-

-

-

-

[Bersambung....]