webnovel

Bab. 27 ||"Luar biasa!" Aleta menatap Elvano dengan kekaguman dimatanya.||

Bab. 27

"Apa yang kalian bicarakan?"

Elvano yang turun dari tangga dengan hati-hati merasakan suasana yang tidak benar disana.

"Vano, kenapa kamu berjalan turun tangga dengan terlalu berhati-hati?" Daniel yang pertama menyadari ada yang salah dari cara berjalan Elvano .

Elvano menurunkan matanya dan berkata dengan pelan.

"Vano tidak bisa melihat dengan jelas, kalian terlihat buram di mataku."

Aleta berdiri dan berjalan menuju Elvano yang berjalan dengan berhati-hati.

"Pegang tanganku."

"Aku tidak buta."

Sambil bergumam, Elvano menyipitkan matanya dan menatap tangan buram yang ada didepannya lalu mengulurkan tangannya.

Aleta membiarkannya duduk lalu dia pergi ke dapur. Chelsea menatap Aleta yang akan pergi dan bertanya dengan ragu.

"Leta kemana?"

"Dapur. Sebentar lagi jam makan malam."

"Biarkan Bibi dan Oma pergi bersamamu."

Setelah itu mereka pergi ke dapur bersama Aleta.

"...."

Opa menatap Elvano yang sedang menundukkan kepalanya dengan mata sedih dan rumit.

"Jangan menatapku dengan tatapan itu, Vano pasti akan mengingat kalian." Elvano berbisik kecil.

"Juga.. jika kalian terus menatapku seperti ini kepala Vano akan semakin sakit karena mencoba mengingat kalian."

Semua orang yang ada di ruangan itu tersentak.

Damian menatap anaknya yang masih menundukkan kepalanya dan berkata dengan lembut.

"Bagaimana dengan matamu, Vano?"

Elvano mengangkat kepalanya dan mengerjapkan matanya pada mereka dan memperlihatkan mata biru langitnya yang menjadi sedikit gelap yang membuat hati mereka bergetar.

Arfian menyentuh luka yang ada di kepalanya yang terasa sakit saat melihat Elvano yang menunjukkan matanya.

"Lo terlalu standar ganda."

Arfian berbisik kecil tapi telinga Elvano yang sangat tajam mendengar bisikan Arfian yang membuatnya menatap Arfian dengan tenang. Bahkan jika mata Elvano sedang tidak fokus, Arfian merasa bahwa mata Elvano tidak sedang bermasalah tapi malah terlihat sangat dingin dan suram.

"Vano kenapa warna matamu menjadi sedikit gelap?"

Daniel menatap penasaran pada warna mata keponakan kecilnya yang sedikit mengubah warnanya.

"Apakah?"

Elvano memiringkan kepalanya dengan bingung.

"Lalu warna mata Vano sebelumnya apa?"

"Biru, biru langit yang indah." Damian menatap mata anaknya yang sedikit mengubah warnanya dengan wajah aneh.

"Biarkan Opa melihat."

Raditya menghampiri Elvano dan duduk didepannya sambil sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Elvano lalu menatap mata cucunya dengan tenang dan penasaran.

Warna yang dulu sebelumnya adalah biru langit yang cerah kini memiliki warna ungu gelap di kedalaman matanya yang membuat mata ini menjadi semakin indah dan misterius, apalagi mata ini selalu memancarkan kabut gelap disekelilingnya seolah-olah kabut itu akan menutupi emosi-emosi yang ada didalamnya dengan erat dan tidak mencoba menunjukannya pada orang luar.

"Apa warnanya Opa?"

Gallendra menatap Elvano dengan penasaran dan bertanya pada Opanya dengan bersemangat.

"Ungu gelap."

"Lendra kira itu akan menjadi hitam."

Gallendra sedikit terkejut karena itu tidak terlihat seperti ungu tapi malah seperti hitam.

Saat mereka berbicara suara Nyonya Chelsea membuat mereka berhenti.

"Ayo makan."

-

-

Aleta menatap keluarga Dirgantara yang akan pergi dengan sedikit enggan.

Nyonya Chelsea menggosok kepala Aleta dan tersenyum.

"Kapan-kapan Leta main kerumah aja."

"Oke." Aleta tersenyum cerah dan berkata dengan semangat.

Elvano bersandar pada pintu dan menatap mereka dengan tenang.

"Selamat tinggal~"

Aleta melambaikan tangannya pada keluarga Dirgantara yang pergi, setelah itu dia berbalik dan menatap Elvano yang masih memiliki mata kosong.

"Apa yang Lo pikirin?"

Elvano tersadar dan menatap Aleta dengan emosi aneh dimata biru langitnya yang kini sedikit mengubah warnanya.

"Apa muka Lo?" Aleta menatap Elvano dengan marah dan tidak nyaman.

Elvano menggelengkan kepalanya lalu menarik tangan Aleta dengan senyum dimatanya. Aleta memalingkan kepalanya dan masuk kedalam rumah.

-

-

Malam.

Elvano membuka pintu kamar Aleta dengan pelan.

Tapi melihat ruangan yang gelap didalam membuatnya sangat tidak nyaman dan gelisah, meskipun dia tidak pernah takut dia tetap saja merasa tidak nyaman, dia akan  berada dikegelapan pada saat-saat tertentu.

Sambil menyipitkan matanya dia menahan ketidaknyamanan yang ada didalam hatinya, Elvano berjalan perlahan karena dia takut merusak barang-barang Aleta yang ada diruangan itu.

Mendengar napas tenang Aleta, Elvano berjongkok di sisi tempat tidur sambil menatap wajah Aleta yang tenggelam dalam mimpinya dengan alisnya yang berkerut karena gelisah.

Elvano mengulurkan tangannya untuk meratakan alisnya yang berkerut, dia mengusap wajah Aleta dengan sangat ringan lalu dia tertawa pelan.

"Kamu lucu."

"Kamu bahkan tidak takut padaku. Ini sangat lucu, aku ingin... Aku ingin... Menyembunyikan mu.... Dan mengunci mu di..." Suara Elvano tiba-tiba berhenti.

Mata Elvano menjadi sedikit gelap lalu dia dengan cepat tenang. Dengan tangan bergetar dia melepaskan tangannya dari wajah Aleta dan meletakkannya diwajahnya untuk menutupi pikiran gelap dibenaknya.

Aku tidak bisa melakukan itu...

Bagaimana jika Quenby membenciku..? Meskipun dia tidak takut padaku, dia pasti akan membenciku karena aku menguncinya...

Bagaimana jika dia melarikan diri dariku..

Apa yang harus aku lakukan...?

Quenby pasti hanya ingin kebebasan....

Elvano menjadi gelisah, dia tidak ingin Aleta pergi jauh darinya, dia ingin selalu bersamanya dan Aleta selalu tetap disisinya.

Dia selalu memikirkan Paman Sam yang pergi meninggalkannya sangat jauh tanpa bisa dia jangkau, dia takut. Bahkan jika Aleta tidak akan mati saat dia bersamanya, tapi yang paling dia takutkan adalah Aleta mencoba melarikan diri darinya yang bisa membuatnya marah dan panik.

Elvano tidak berani berpikir lebih jauh karena jika dia memikirkan itu dia akan menjadi gila, selain itu dia juga akan benar-benar berani untuk mengunci dan menyembunyikan Aleta saat dia sedang impulsif.

Menundukkan kepalanya, Elvano menyentuh jantungnya yang selalu gelisah saat bersama Aleta tapi dia juga merasa bahwa pikirannya menjadi sangat tenang jika bersamanya.

Wajah Elvano menunjukan kebingungan, karena dia tidak mengingat apa-apa dia terlihat seperti anak kecil yang penasaran, bingung dan terkejut seolah-olah bertanya-tanya kenapa jantungnya bisa berdetak sangat kencang.

Tapi, dia tidak bisa memikirkan apapun yang bisa memberikan jawaban yang jelas padanya, jadi dia berdiri dan melangkah ketempat tidur besar Aleta dan memeluknya dengan erat.

-

-

Lagi...

Lagi...

Kenapa harus kembali lagi saat ini..

Aku sudah sangat lelah...

Elvano menatap berbagai anggota tubuh yang patah didepannya dengan suram saat dia sedang dirantai di meja operasi dan dia juga bisa merasakan perasaan sakit yang luar biasa ditubuhnya yang akan selalu dia ingat bahkan jika dia kembali lagi saat dia berumur 8 tahun.

Aku sudah mencoba mengubah semuanya, kenapa keluargaku selalu mati dan....

Tubuh Elvano bergetar karena kemarahan dan keputusasaan yang memancar dari tubuhnya.

Kenapa harus kembali lagi jika yang ada didepannya harus dia lalui dengan putus asa?

Lagi..

Lagi...

Lagi....

Dan lagi..

Elvano menatap Nicholas yang wajahnya sudah kelelahan dan matanya yang gila dengan wajah cemberut.

Kenapa selalu dia..

Apa lagi yang akan kamu lakukan untuk membuatku mati?

Kenapa tidak membiarkan aku mati dengan tenang?!

Aku berhenti dengan semua lelucon yang dunia berikan padaku!

Dunia ini memberikan ku harapan untuk bisa mengubah semuanya, tapi dunia ini juga yang selalu menghancurkan harapan ku!

Apa gunanya memberikanku harapan tapi juga selalu menghancurkannya didepan mataku?!

Menjijikkan!

Elvano membuang pistol yang ada ditangannya dengan keras.

Tring.... Tring .. Tring...

Suara peluru yang berjatuhan membuat tubuh Nicholas yang ada didepan Elvano sedikit bergetar.

Tapi dia dengan cepat kembali tenang, lalu dia berlari  menuju Elvano yang sedikit tercengang saat melihat Nicholas berlari menuju kearahnya.

Tapi yang membuat Elvano terpana adalah dia mendengar hitungan mundur bom yang ada ditubuh Nicholas jadi saat boom itu meledak Elvano masih sedikit terpana pada apa yang terjadi.

-

-

Elvano terperanjat kaget dan terbangun dari mimpi buruknya.

"Haha... Haha.. Hahahaha!"

Air mata mulai mengalir dari matanya sambil tertawa kecil yang mengandung kegilaan dan keputusasaan dalam suaranya.

"Uhh... "

Elvano memeluk lutut nya dan menguburkan kepalanya didalamnya sambil menangis, setelah beberapa saat dia mengangkat kepalanya sambil mengusap air matanya untuk melihat Aleta yang masih dalam keadaan tidur manisnya.

Menyipitkan matanya pada cahaya yang masuk ke matanya, Elvano menatap semua yang ada didepannya yang sekarang menjadi sangat jelas dimatanya yang membuatnya sedikit tertegun lalu dia menatap Aleta yang masih menutupkan matanya dengan kegembiraan dan kebahagiaan karena sekarang dia bisa melihat seperti apa rupa Aleta yang selalu membuatnya sangat penasaran.

Cahaya matahari masuk melalu jendela dan menyinari remaja tampan yang sudah terbangun dari tidurnya yang kini menatap gadis cantik yang tertidur disampingnya dengan kepuasan dan kegembiraan dimatanya meskipun terlihat sedikit kemerahan di ujung matanya karena baru saja menangis.

Suasananya kini terlihat hangat dan harmonis yang membuat remaja tampan itu sedikit tenang dan memiliki suasana hati yang baik meskipun dia sedikit mengingat ingatan yang tidak menyenangkan saat dia tertidur.

Elvano mengulurkan tangannya dan menarik rambut panjang Aleta yang menutupi wajahnya dengan pelan yang memperlihatkan wajah gadis itu yang cantik.

Wajah kecilnya kini masih memiliki rona merah karena masih tertidur, Alisnya yang ramping terentang dengan tenang yang mencairkan sedikit ketidakpedulian yang ada ditubuh nya, bulu matanya yang lentik dan lebat membuat bayangan dibawah matanya yang terlihat seperti kelopak bunga yang tertutup, hidung kecil dan mancung, bibir merah yang seperti darah kini membuka mulutnya yang memperlihatkan lidahnya membuat Elvano merasa sedikit kering lalu dia memalingkan kepalanya.

Setelah beberapa detik Elvano menatap Aleta kembali tapi kini tatapannya jatuh pada leher putih dan ramping yang sangat rapuh jika sedikit saja dia mengerahkan kekuatan pada tangannya dia bisa saja mengakhiri hidup Aleta.

Elvano menatap leher putih Aleta dengan lama karena dia tidak bisa berpaling dari lehernya.

Jika aku meninggalkan tanda pada lehernya itu pasti akan terlihat sangat bagus.

Tanda milikku...

Mata Elvano menjadi gelap, dia menatap Aleta dengan tenang lalu mengulurkan tangannya untuk mencubit pipi Aleta dengan sedikit keras. Melihat Aleta yang hanya mengerutkan keningnya dan berbalik menghadapnya, Elvano menjilat bibirnya yang terasa kering dari saat dia melihat bibir Aleta.

Melihat lagi pada leher putih didepannya, Elvano memeluk Aleta dan menundukkan kepalanya pada leher putih dan ramping milik Aleta.

Saat bibirnya akan menyentuh leher Aleta, Elvano sedikit ragu jika dia tidak bisa mengendalikan dirinya tapi...

Ini sangat menarik dimatanya, dia ingin meninggalkan tanda miliknya.

Pada akhirnya Elvano membuang semua keraguannya dan menggigit leher putih Aleta dengan ringan dan menggosok gigi taring yang sedikit tajam yang ada di mulutnya di leher Aleta.

Melirik Aleta yang masih belum bangun, Elvano menjadi semakin berani dia mencium leher Aleta hingga memiliki tanda merah setelah itu Elvano menjilat tanda merah itu dengan sedikit kegembiraan dimatanya karena dia meninggalkan tanda merah pada leher Aleta saat dia masih tertidur.

Kepemilikannya pada Aleta sedikit terpuaskan.

Elvano mencium kembali tanda merah yang ada di leher Aleta dengan ringan lalu dia berjalan keluar dari kamar tidur Aleta dalam suasana hati yang baik.

....

Aleta terbangun dari tidurnya dan menatap sebelah tempat tidurnya yang berantakan dengan sedikit keraguan dimatanya.

"Xavier...?"

Aleta masih tidak yakin jika Elvano yang tidur disebelahnya karena dia sadar jika posisi tidurnya sangat jelek dan selalu tidak bisa tetap pada satu atau dua posisi saat dia tidur.

Tapi melihat sekeliling kamarnya, Aleta tidak melihat jejak aktivitas jika ada seseorang telah tinggal disini sebelumnya karena itu dia sedikit ragu jika Elvano yang datang ke kamarnya. Setelah Aleta tidak bisa memikirkan jawaban yang pasti, dia mengabaikan semua itu dan beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi sambil bernyanyi karena dia terbangun dalam suasana hati yang baik.

Aleta yang akan telah mengeluarkan pasta gigi pada sikat gigi dan akan mengikatkan giginya dia melihat tanda merah mencolok yang ada di lehernya yang membuat tangannya yang akan berada di mulutnya membeku.

Dengan tatapan luar biasa dimatanya, Aleta harus menggertakkan giginya karena marah karena dia tidak bisa keluar dari kamar mandi untuk merendamkan amarahnya pada Elvano karena dia telah membuka semua bajunya yang memperlihatkan tubuhnya yang sempurna dengan warna kulit yang putih dengan tanda merah yang sangat mencolok dilehernya, payudaranya yang sedikit besar dengan ukuran B penuh bergoyang keatas kebawah saat Aleta menghentakkan kakinya, perutnya yang mulus dan lembut yang memperlihatkan bentuk pinggangnya yang ramping, pantatnya yang bulat dan ketat, dan kakinya yang ramping dan panjang dengan jari-jari kakinya yang bulat dan lucu.

Ah! Ah! Ah!

Xavier awas Lo ya! Gue bakal...!

Wajah Aleta yang akan marah membeku karena dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan untuk merendamkan amarahnya.

Setelah terdiam cukup lama Aleta menjadi sedikit tenang setelah dia menarik napas dalam-dalam dan bermeditasi untuk tenang.

Aleta pergi mandi dengan pancuran air dingin setelah dia sedikit tenang.

Setengah jam kemudian...

Memakai handuknya, Aleta membuka pintu kamar mandi dengan sedikit keras dan berjalan menuju ruang ganti baju dengan langkah tergesa-gesa.

Memakai sweater berwarna biru-putih berleher panjang untuk menutupi tanda merah yang mencolok dilehernya, celana training hitam panjang, dan rambut hitam panjangnya yang tergerai bebas dipunggung nya. Aleta berjalan keluar dari kamarnya dengan perasaan malu dan sedikit marah. Tapi saat Aleta baru saja membuka pintu kamarnya, dia mencium bau makanan lezat yang membuat perutnya berteriak lapar.

Wajah Aleta sedikit merah tapi untungnya disini hanya tinggal dia dan Elvano jika tidak dia akan merasa sangat malu seolah-olah dia tidak pernah makan-makanan yang lezat yang membuatnya ingin menggali lubang untuk menutupi dirinya.

"Siapa sih yang masak? Perasaan gue ngak sewa pengurus rumah tangga."

Aleta mengerutkan keningnya dan dengan wajah bingung dia turun dari tangga dan menatap makanan yang ada dimeja makan yang terlihat lezat yang tercetak jelas dimatanya dengan terkejut.

Sebelum dia ingin melihat dapur, Aleta melihat Elvano yang memegang nampan yang terlihat seperti puding buah yang terdapat vla diatasnya dengan heran.

Elvano menyimpan puding buah diatas meja makan dan menatap Aleta yang masih terdiam mematung karena terkejut dan memanggilnya.

"By, kita makan."

Aleta terbangun dan dengan cepat dia duduk dihadapan Elvano dan menatap berbagai makanan lezat dalam porsi kecil yang ada didepannya dengan mata berbinar, tapi setelah itu dia sedikit ragu.

"Lo yang buat?"

"Terus siapa lagi yang akan membuatnya?"

Dengan tangan di pipinya Elvano menatap Aleta dengan senyum dimatanya dan menjawab pertanyaan ragu dari Aleta.

"Tapi..."

Melihat Aleta masih ragu Elvano berkata dengan pelan setelah itu dia terbatuk untuk menutupi sedikit rasa malunya.

"Aku sedikit bisa memasak."

Dengan sedikit kejutan dimata kuning Aleta dia menatap berbagai makanan yang menggoda didepannya dan terdiam.

Sial! Lo bilang Lo cuma bisa sedikit memasak.

Tapi apa yang gue lihat, ini terlihat sama menggodanya yang terlihat di restoran bintang lima.

Aleta mengulurkan tangannya dan memotong daging yang ada didepannya. Daging yang terlihat sedikit keras karena padat ternyata sangat mudah dipotong, Aleta memasukkannya kedalam mulutnya dan mencicipi rasanya.

Daging yang lembut dan kenyal dan rasanya yang meresap di mulutnya membuat Aleta sedikit menyipitkan matanya karena rasanya yang luar biasa.

"Bagaimana?" Elvano menatap Aleta dengan harapan dimatanya.

Meskipun dia telah banyak melupakan sesuatu, memori tubuhnya saat menyentuh peralatan dapur membuatnya merespon, dan ini pertama kalinya dia memasak untuk seseorang bahkan setelah dia sedikit mengingat-ingat dia tidak pernah memasak untuk seseorang.

"Ini luar biasa! Dimana Lo mempelajarinya?" Aleta menjawab Elvano dengan tatapan bersinar dimatanya dan terus memasukkan berbagai makanan yang ada didepannya ke mulutnya.

"Belajar sendiri."

"Sungguh!"

"Ya."

"Kalau gitu tugas Lo yang masak, gue yang beresin rumah."

"Oke."

Elvano tersenyum senang melihatnya makan dengan puas. Setelah cukup makan, Aleta melihat air putih dan puding yang disimpan didepannya yang telah terpotong rapi yang telah disiapkan oleh Elvano lalu dia mengangkat kepalanya untuk memberikan senyum pada Elvano dan melanjutkan makannya.

Elvano tertegun karena senyum cerah Aleta lalu dia menekukkan matanya karena dia merasa sangat bahagia melihat Aleta yang terpikat oleh makanan yang dia buat.

Ketika selesai, Aleta menjilat bibirnya yang masih memiliki rasa manis yang membuatnya sedikit ketagihan tapi perutnya yang sudah penuh tidak bisa lagi menampungnya dan dengan sedih dia menatap puding yang masih banyak yang ada didepannya.

Melihat Aleta yang menjilat bibirnya, mata Elvano menjadi gelap lalu dia menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan pikirannya dan berkata dengan suara yang sedikit serak karena tenggorokannya terasa kering.

"Nanti By bisa memakannya lagi sore."

".. Oke."

Dengan enggan Aleta memalingkan kepalanya dan tidak lagi menatap puding buah yang lezat itu.

Elvano berdiri dan menyimpan puding buah di lemari es lalu dia membereskan piring-piring kotor yang ada dimeja dan mencucinya.

"Sini gue bantuin."

Aleta mengambil sebagian piring yang ada ditangan Elvano dan berjalan menuju dapur. Mereka berdiri didepan wastafel dan mencuci piring kotor yang ada ditangan mereka.

Menatap busa yang ada ditangannya dengan perhitungan dimatanya, Aleta tersenyum tidak jelas diwajahnya sambil menatap Elvano yang menundukkan kepalanya dan terlihat fokus saat mencuci piring yang ada ditangannya. Alarm berbahaya ditubuhnya membuat Elvano menjauh dari Aleta dan mencoba melarikan diri.

"Apa yang akan kamu lakukan?" Elvano menatap Aleta dengan kewaspadaan dimatanya.

Aleta mencondongkan tubuhnya ke tubuh Elvano, napas yang menerpa wajahnya membuat Elvano membeku dan tidak berani bergerak dan hanya bisa melihat Aleta mengulurkan tangannya ke wajahnya.

"Hahahaha~"

Melihat Aleta tertawa Elvano menyentuh pipinya yang basah karena busa, Elvano mengambil busa yang ada disebelahnya dan menarik Aleta yang akan pergi dengan senyum lebar diwajahnya dan mengoleskannya pada wajah Aleta.

"Ah! Xavier!"

Aleta mengambil air sabun dan menuangkan airnya pada Elvano, melihat kesempatan pada Elvano yang tercengang. Dia berlari menjauh tapi saat dia akan berlari kakinya tergelincir karena lantai yang basah.

"Ah!"

Aleta menutup matanya saat dia akan menyentuh lantai tapi dia berada dipelukan Elvano yang ikut terjatuh karena licin.

"Ugh.."

Elvano mendengus saat punggungnya terkena lantai tapi dia memeluk Aleta yang menutup matanya karena ketakutan dengan erat. Elvano merasa panik saat dia melihat Aleta yang akan terjatuh dan dia mengulurkan tangannya untuk menangkap Aleta tapi karena lantainya yang basah dan Elvano yang terburu-buru diapun ikut terjatuh sambil memeluk Aleta dipelukannya.

Aleta membuka matanya dan menatap Elvano yang menahan tubuhnya yang akan terjatuh dengan terkejut lalu dengan tergesa-gesa dia duduk dan menarik Elvano dengan tatapan meminta maaf.

Menggelengkan kepalanya, Elvano mengoleskan air yang ada tangannya ke pipi Aleta lalu dia tertawa.

"Hahahaha!"

"Lo!"

"Ya, ya, ya, aku."

"Sial!"

"Hahahaha~"

Pada akhirnya mereka bermain air disana yang membuat  dapur menjadi berantakan dengan air yang menetes diberbagai tempat.

....

Aleta menyentuh rambutnya yang basah dia menatap Elvano dengan tatapan marah.

Tapi Elvano menyandarkan tubuhnya dan tidak mempermasalahkan Aleta yang menatapnya dengan marah karena keadaannya jauh lebih buruk dari Aleta, sekarang bajunya basah kuyup dan air selalu menetes dari rambutnya ke wajahnya.

"Gue baru aja mandi." Aleta menatap Elvano dengan keluhan dalam suaranya.

"Siapa yang memulai." Elvano tertawa dan memalingkan wajahnya karena Aleta yang memandangnya dengan tatapan menyedihkan yang membuatnya ingin menekan Aleta dibawahnya.

Elvano menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran itu yang terlintas di benaknya. Aleta berdiri dan memandang Elvano yang masih duduk sambil menyandarkan tubuhnya di dinding sambil cemberut.

"Cepat ganti baju Lo, kemarin Lo baru aja sembuh masa Lo bakal sakit lagi."

"Tidak."

"Badan Lo bau sabun cuci piring."

"..."

Elvano berdiri dan mengambil tangan Aleta dan menciumnya.

"Hanya ada aroma tubuhmu, Quenby."

Aleta menarik tangannya dan menyembunyikan tangannya dibelakangnya lalu menatap Elvano dengan aneh.

"Emang hidung Lo kaya anjing."

"Tapi indra penciumanku sangat tajam dan jangan menyamakan aku dengan hewan itu." Dengan wajah cemberut Elvano menatap Aleta dengan sedih.

"Lo itu lucu Xavier." Aleta tertawa lalu dia menggosok kepala Elvano dengan pelan setelah itu dia berjalan menuju kamarnya untuk mandi karena dia merasa tidak nyaman dengan air sabun yang ada ditubuh nya.

"Hah..? Lucu? Aku adalah seorang pria bukan wanita."

Elvano menatap kepergian Aleta dengan wajah cemberut lalu dia menundukkan kepalanya untuk mencium bau yang ada ditubuh nya.

".... Bau sabun cuci piring."

Elvano berbalik dan membersihkan kekacauan yang mereka lakukan di dapur setelah itu dia pergi ke kamarnya untuk mandi.

....

Zoya menekan pintu bel rumah Aleta berulang kali tapi dia belum melihat siapapun yang keluar lalu dia melihat Bastian yang ada dibelakangnya yang tampak bosan dengan kesal.

"Bastian, Lo temen pacarnya Aleta kan bisa Lo telepon dia."

"Apa? Untuk apa?" Bastian mengangkat alisnya dengan bingung.

"Gue ingin nanya kalau si Leta ada bersamanya atau tidak."

"Bukannya Lo itu temannya Leta, kenapa Lo ngak punya nomor ponselnya."

Dengan wajah merah Zoya menghentakkan kakinya karena kesal.

"Gue ngak punya nomor baru Aleta."

"Hah.. Oke, oke tenang."

Bastian mengeluarkan ponselnya dan menelpon Elvano yang dia dapat dari Gallendra.

"Halo, siapa?"

Bastian menyalakan speakernya agar Zoya bisa mendengar suara yang ada di ponselnya.

"Vano Lo dimana?"

"Siapa?"

"Gue Bastian." Bastian merasa sedikit aneh karena masa sih Elvano yang bisa mengingat apapun melupakannya setelah satu hari tidak bertemu.

"..."

Melihat tidak ada suara di ponselnya, Bastian mengabaikan keanehannya dan mulai berbicara.

"Lo lagi bareng si Aleta ngak soalnya gue sama Zoya ada didepan pintu rumah Aleta."

"Tunggu."

Setelah itu mereka mendengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa dan pintu yang terbuka sedikit keras yang membuat mereka saling memandang dengan bingung.

Tok... Tok.. Tok..

Suara yang ada di ponsel Bastian masih tetap menyala karena Elvano yang menyuruhnya untuk tidak mematikan telponnya.

"By... Seseorang mencarimu."

"Ah! Xavier bisa ngak sih Lo diam! Gue lagi ganti baju!"

"Tapi seseorang mencarimu."

"Siapa?!"

"Mereka mengatakan nama mereka adalah Bastian dan Zoya."

"Tunggu! Tunggu! Buka pintunya dulu."

"Oke."

Dengan tangan gemetar Bastian merasa sedikit pusing karena perkataan Elvano sebelumnya dia sedikit tidak mempercayainya jika Elvano bisa tinggal bersama Aleta, tapi yang dia dengar adalah mereka benar-benar tinggal bersama.

Zoya menutup mulutnya karena terkejut bahkan matanya membulat.

Kriet...

Pintu rumah yang belum terbuka dari tadi sekarang menampilkan seorang remaja yang terlihat baru saja selesai mandi karena rambutnya yang masih meneteskan air menatap mereka dengan tenang lalu membukakan pintunya dengan lebar.

"Masuk."

Zoya masuk dengan linglung karena dia masih terganggu bahwa Aleta dan pasangannya sudah bisa tinggal bersama, tapi dia yang sudah bertunangan belum bisa tinggal bersama pasangannya yang membuatnya sedikit iri.

"Lo beneran tinggal bersama..."

Bastian menatap Elvano yang membukakan pintu untuk mereka.

"Umm.."

Elvano sedikit bingung karena dia tidak mengenal remaja yang ada didepannya, sebelum dia sedikit kesulitan menjawab perkataannya Aleta sudah berjalan turun dari landai dua dan berlari menuju Zoya dengan gembira.

"Kenapa Lo bisa tau rumah gue?"

"Siapa dulu dong, Zoya gitu loh." Zoya merasa senang bisa bersama teman lamanya kembali.

"..."

"Ya, ya, ya. Zoya adalah yang terbaik." Aleta memutar matanya karena kesal.

"Duduk dulu." Aleta menarik tangan Zoya dan menyuruhnya untuk duduk.

Bastian dengan cepat duduk disebelah Zoya, karena dia takut jika tunangannya ini melakukan sesuatu yang keterlaluan dengan Aleta saat dia bersama pasangannya yang ada disebelahnya.

"Lo mau minum apa?"

"Gue jus jambu."

"... Air putih."

Aleta mendorong Elvano yang akan duduk disebelah dan mulai menyuruhnya mengambilkan minuman untuk temannya.

"Xavier, ambilkan air dan jus untuk mereka."

"Aku...?" Elvano menyeimbangkan tubuhnya agar tidak terjatuh, setelah mendengar suara Aleta dia mengangkat kepalanya dengan tatapan tidak percaya.

"Ya, siapa lagi kalau bukan Lo." Aleta menatap aneh pada Elvano.

"..."

Mencerutkan bibirnya karena kesal tapi dia masih menuruti perkataan Aleta dan berjalan menuju dapur untuk mengambilkan air dan jus untuk tamu yang ada dirumah ini sekarang.

Bastian sedikit menggigil saat Elvano yang disuruh oleh Aleta dengan sedikit kasar. Memikirkan dia akan diperlakukan seperti itu oleh Zoya saat tinggal bersama membuat wajahnya sedikit kaku, bahkan jika dia sebelumnya merasa sedikit iri kini dia tidak lagi memikirkan perasaan iri nya pada Elvano.

"Bastian.."

"Bastian..."

"Huh...?"

Bastian kini menatap kedua pasang mata yang menatapnya dengan tatapan aneh dan bertanya dengan sedikit kejutan dimatanya.

"Apa, apa?"

"Lo ngak denger?" Zoya mengulurkan tangannya pada telinga Bastian dan menariknya.

"Sorry, sorry."

"... Jadi apa yang kalian omongin?"

"Kapan kalian akan tinggal bersama?" Aleta menatap Zoya dan Bastian dengan sedikit main-main.

Zoya menatap Bastian dengan sedikit harapan dimatanya.

Wajah Bastian sedikit kaku, tapi dia harus menggigit peluru setelah dia melihat harapan di mata Zoya dan menjawab pertanyaan Aleta.

"Gue sih terserah Zoya."

"Lo sangat baik!" Zoya memeluk Bastian dengan erat dan gembira setelah itu dia berbicara dengan Aleta kembali dan mengabaikan Bastian.

Elvano berjalan keluar dengan nampan berisi air dan jus dengan buah-buahan yang ada di mangkok dan menyimpan di meja, setelah itu Elvano membaringkan tubuhnya disofa dan menggunakan paha Aleta sebagai bantalnya dan mengeluarkan ponselnya untuk bermain game.

Aleta berhenti berbicara dengan Zoya dan menundukkan kepalanya untuk melihat Elvano yang fokus dalam bermain game di pangkuannya.

Mengulurkan tangannya untuk menjauhkan kepala Elvano dari pahanya dia berkata dengan lembut.

"Xavier, kenapa Lo ngak ngobrol sama Bastian kasihan dia hanya sendiri dan nggak ada yang mengajaknya ngobrol. Kalau Lo ngak mau ngomong ajak aja dia main game."

"Ck. Oke."

Elvano duduk ditempat yang sedikit jauh dari tempat Aleta dan Zoya duduk dan berkata pada Bastian yang masih linglung dengan sedikit dingin.

"Kemari."

Bastian berbisik pada Elvano dengan bingung.

"Kenapa Lo mau aja nurutin perkataan si Aleta?"

[Aleta adalah milikmu, yang akan menjadi Nyonya mu dimasa depan.]

Apa itu?

[Orang yang akan menemanimu hingga tua. Jika kamu tidak menuruti perkataannya kamu akan ditinggalkan olehnya.]

[Jangan menyesatkan deh....]

[Ngak tau, orang udah gila semakin disesatkan dia semakin sesat dia jika dia mengerti.]

[Sedih banget kalian ngak percaya padaku.]

[Mati saja sana.]

[Tapi bukankah kehidupan mu sekarang terlalu hambar?]

[Ya, yang kami lihat adalah kasih sayang mereka berdua yang tidak tahu malu yang membuatku sakit gigi.]

[Vano, kamu ngak ngerasa bosan?]

... Bosan?

Elvano mencerutkan bibirnya dan menjawab Bastian.

"Jika aku tidak menurutinya, dia akan pergi dariku."

"Hahahaha! Lo denger dari siapa?" Bastian tertawa terbahak-bahak sambil menepuk pahanya dengan keras tanpa gambar.

"Mereka."

"Lo itu bodoh atau pintar, masa gitu aja Lo percaya sama perkataan meraka yang gue ngak tau siapa itu."

Bastian masih tertawa dan mengeluarkan ponsel untuk mabar bersama Elvano yang kesal.

"Ayo, ayo main game."

Elvano menutup mulutnya dan bermain bersama Bastian.

-

-

-

-

[Bersambung...]