webnovel

Bab. 18 ||Perkelahian||

Bab. 18

Ruang Makan.

Suara dentingan terdengar diruang makan yang sepi. Elvano menurunkan matanya dan menyantap sarapan yang ada dimeja dengan cepat tapi tetap elegan yang membuat orang tua dan adiknya saling memandang dengan sedikit kejutan terlintas dimata mereka setelah itu mereka menundukkan kepalanya untuk melanjutkan makannya.

Setelah menyimpan garpu dan pisau disisi piring, Nyonya Chelsea menatap anak pertamanya dengan senyum lucu dimatanya dan berkata dengan geli. Dan Tuan Damian sekarang menatap Elvano dengan lelucon dimatanya dan senyum lucu diwajahnya.

"Vano apa kamu menyukai seseorang?"

Elvano yang sedang minum tersentak kaget dan membuatnya tersedak air dan terbatuk-batuk.

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!"

Gallendra dengan cepat bangkit dari tempat duduknya dan menepuk punggung Elvano dengan pelan.

"Kak Vano pelan-pelan." Gallendra kini menatap khawatir dan menatap saudaranya yang memiliki wajah memerah karena tersedak.

Elvano menegakkan tubuhnya setelah dia berhenti batuk dan menatap Nyonya Chelsea dan Tuan Damian dengan keheranan dan kebingungan dimatanya.

"Apa?"

Tuan Damian mengulang kembali kata-kata Nyonya Chelsea dan menatap Elvano dengan serius tapi di kedalaman matanya hanya ada kegembiraan karena gosip anaknya.

"Suka?"

Elvano memiringkan kepalanya dan wajah Aleta dengan senyum yang cerah muncul dipikirannya yang membuat wajah pucat dan tak berdarah kini diwarnai dengan sedikit rona merah yang mencurigakan.

Gallendra merosot disofa dan menutupi wajahnya dengan bantal dan ingin memasuki lubang untuk menutupi rasa malu sebagai adik yang mempunyai saudara yang seperti wanita naif yang menyukai pria dengan mabuk, tapi! Yang membuatnya semakin malu adalah saudaranya adalah pria! Bukan wanita!

Meskipun Gallendra tidak pernah ingin mendengarkannya, Nyonya Chelsea dan Tuan Damian sangat tertarik dan bersemangat bahkan matanya bersinar cerah sambil menatap anak pertamanya yang masih memiliki sedikit rona merah diwajahnya.

"Bagaimana kamu bergaul dengan Leta Vano?"

".... Apa ini juga Lendra yang memberi tahu kalian?"

Meskipun kata-kata Elvano adalah pertanyaan tapi ini sebenarnya pernyataan.

"Ya, ayah tidak pernah menyangka Vano akan menyukai seseorang saat pertama kali bertemu." Tuan Damian memang terkejut saat kemarin Gallendra mengatakan bahwa Elvano menyukai seseorang.

"Ibu juga terkejut mendengar Lendra mengatakan kamu menyukai Leta." Wajah Nyonya Chelsea kini tersenyum seperti bunga, karena Aleta adalah anak yang baik dan manis dan membuatnya menyesal karena Aleta sudah memiliki tunangan.

"Tapi Leta sudah mempunyai tunangan."

Kelopak mata Elvano terkulai dan berkata dengan pelan.

"By tidak menyukai tunangannya, dia membencinya."

Lapisan merinding muncul di lengan Gallendra yang membuatnya memandang Elvano dengan tatapan terkejut, bahkan Tuan Damian dan Nyonya Chelsea tersedak karena nama panggilan yang diberikan Elvano pada Aleta.

"By?" Nyonya Chelsea tertegun dan dengan suaranya yang kecil Nyonya Chelsea memandang Elvano yang sedang makan anggur dengan tatapan rumit dan kagum.

Tapi Tuan Damian menangkap intinya dan menatap Elvano dengan heran.

"Bagaimana kamu tahu jika Leta membenci Gibran?"

Elvano hanya diam dan melanjutkan memakan anggurnya.

"Hah..." Tuan Damian hanya bisa menghela napas melihatnya terdiam melirik jam ditangannya dia berdiri untuk pergi kekantor, sebelum pergi dia menyemangati Elvano yang masih terdiam.

"Nah.. kalau begitu ayo! Biarkan Aleta menjadi menantu dirumah kita."

"Vano ayo! Ibu menyukai Aleta jadi cepat biarkan Leta menjadi menantu dirumah ini." Nyonya Chelsea menatap Elvano dengan tatapan semangat dan berdiri untuk menyusul suaminya.

Tuan dan Nyonya Dirgantara pergi tanpa melihat kebelakang dan meninggalkan Elvano yang tertegun.

Gallendra melihat Elvano yang masih duduk diam menepuk pundaknya dan berkata dengan semangat.

"Kak Vano gue bakal dukung Lo sama Leta dengan sepenuh hati dan gue juga akan menjaga kalian agar Kak Vano tidak terganggu saat mengejar Leta." Setelah itu Gallendra menepuk dadanya dengan percaya diri. Elvano melirik Gallendra yang percaya diri dengan tatapan rumit dan memberikan deheman singkat.

"Hmmm."

Gallendra yang diberikan persetujuan oleh saudaranya membuatnya bersemangat, tapi Elvano hanya meliriknya dan berkata dengan acuh.

"Pergi."

"Ah. Tunggu aku Kak Vano!"

-

-

-

Saat Elvano dan Gallendra tiba dikelas, ruangan yang tadinya berisik kini menjadi diam dan gerakan mereka menjadi berhati-hati saat Elvano melirik mereka dengan dingin karena mereka masih memiliki ingatan yang dalam akan kejadian sebelumnya yang membuat mereka takut.

Gallendra menghiraukan semuanya dan melambai pada teman-temannya dengan semangat dan berlari untuk menuju tempat duduknya. Elvano yang dibelakang Gallendra hanya menggelengkan kepalanya dan berjalan perlahan menuju mejanya lalu mengeluarkan tisu dan desinfektan untuk mengelapkan meja dan bangkunya hingga bersih.

Elvano membuka buku tentang 'Analisis, Kasus, dan Perilaku Penjahat Untuk Menjalankan Kejahatannya' yang ada ditangannya dan membacanya dengan tenang. Algibran yang ada disebelahnya menatap Elvano dengan kesuraman di kedalaman matanya yang tidak terdeteksi.

Tapi Elvano hanya meliriknya dengan ringan yang membuat Algibran terkejut dan berkeringat dingin di punggungnya. Melihat Elvano yang kembali membaca bukunya dengan tenang, Algibran menundukkan kepalanya untuk menenangkan jantungnya yang berdetak kencang karena ketakutan.

Pria yang berbahaya!

Gue ngak akan biarin Aleta bersama pria yang berbahaya ini dan biarkan Aleta menjauh darinya.

Algibran yang berpikir seperti ini merasa sedikit lega karena suatu alasan yang membuatnya sedikit bingung tapi dia dengan cepat melupakannya kebelakang karena bel kelas telah berbunyi.

Siang.

Jingle... Bell..

Algibran dengan cepat membereskan buku-bukunya dan berdiri dengan tergesa-gesa yang membuat teman-temannya heran.

"Gibran Lo mau kemana?" Dylan bertanya sambil berteriak pada Algibran yang sudah ditengah kelas.

"Kalian duluan ke kantin aja! Gue ada urusan!" Setelah itu dia dengan cepat berlari untuk keluar dari kelas.

Mereka saling memandang dengan keheranan dan kebingungan yang ada dimata mereka.

"Kebelet?" Arsenio bertanya dengan ragu.

"Lucu, Gibran ngak akan menyiksa dirinya jika dia ingin ke kamar mandi." Arkanio menjawab dengan dingin.

"Tidak tahu." Dylan menggelengkan kepalanya.

"Aneh dia terburu-buru." Bastian memiliki ekspresi yang rumit dimatanya.

"Baru kali ini gue lihat ekspresi cemas diwajahnya." Arfian memasang ekspresi curiga diwajahnya.

Gallendra hanya menyimak mereka dengan tenang dan memberikan permen susu ke tangan Elvano.

"Ke kantin?"

"Ayo."

Mereka berdiri dan pergi ke kantin dengan santai. Hanya Elvano yang menatap ke belakang saat mereka sudah ada di lorong kelas dengan dingin, karena disudut matanya dia melihat Algibran berlari kearah Aleta yang memiliki ekspresi dingin diwajahnya.

"Vano jangan berdiri diam dibelakang!"

Arsenio memanggil Elvano yang masih linglung dibelakang. Elvano yang tersadar mengejar mereka dan melirik kembali ke tempat dimana Aleta dan Algibran berada, tapi yang dia lihat kali ini adalah Algibran memegang tangan Aleta yang membuat Elvano hampir terjatuh jika bukan Gallendra yang ada didepannya membantunya.

"Lo ngak apa-apa kan Kak?"

"Tidak." Elvano menurunkan matanya untuk menyembunyikan cahaya gelap dan suram dimatanya dan menjawab Gallendra sambil menggertakkan giginya karena kemarahan yang membakar didadanya yang membuat Elvano mendengus kesal.

"Apa yang Lo lihat?" Gallendra melihat sekelilingnya dengan bingung.

"Tidak ada."

"Kalau gitu ayo pergi."

Elvano menekan bibirnya dengan erat dan menyusul mereka dengan langkah cepat.

Beberapa menit yang lalu...

Algibran berlari menuju kelas 2-1 dan membuka pintunya dengan keras. Semua orang yang ada dikelas 2-1 mengerut keningnya dan menatap pengunjung dengan sedikit ketidaksenangan tapi melihat itu adalah Algibran membuat semuanya sedikit mengendurkan kerutan yang ada di keningnya.

Aldi monitor kelas 2-1 menatap Algibran dengan senyum diwajahnya.

"Siapa yang Lo cari?"

"Aleta dimana?" Algibran melirik semua orang yang ada dikelas 2-1 tapi dia tidak melihat Aleta sehelai rambut pun.

Wajah semua orang sedikit halus setelah Algibran menanyakan keberadaan Aleta.

"Ada apa?"

"Tidak apa-apa, Aleta baru saja pergi."

Algibran berbalik pergi dan melewatkan berbagai wajah rumit dibelakangnya.

"Untuk apa dia mencari Aleta?"

"Bajingan itu ingin kembali lagi bersama Aleta?!"

"Tidak mungkin!"

"Aleta baru saja akan melupakannya kenapa pria brengsek itu mencarinya?!"

"Ya, Aleta kembali lagi ke sikapnya yang biasa agar nilainya tidak menurun bukankah itu sangat disayangkan"

"Huh! Pria yang bertunangan mencari wanita lain didepan tunangannya, menjijikan!"

"Untungnya Aleta bangun tepat waktu agar tidak disakiti oleh bajingan itu."

"Pria yang mencoba menginjak dua perahu, hmph!"

"Jijik banget gue kalau gue suka sama cewek yang sifatnya kaya teratai putih tapi isinya item banget."

"Ya, jalang munafik itu!"

"Tapi kenapa gue belum denger tentang pertunangan mereka yang akan dibatalkan?"

"Lo ngak tau? Orang tua Aleta sekarang ada diluar negeri jadi mereka belum memutuskan pertunangannya."

"Wow! Lo tahu dari mana?"

"Ada..."

Bisikan-bisikan dari ruang kelas 2-1 yang biasanya selalu serius kini menjadi santai dan berisik karena gosip tentang Algibran, Aleta dan Adele yang sangat penuh drama. Jika Algibran masih didalam kelas dan mendengarnya mungkin dia akan muntah darah karena marah tapi sayangnya kini Algibran sedang berlari menuju Aleta yang memiliki wajah dingin.

"Tunggu gue Aleta!"

Aleta yang sedang menunggu Kesya mendengar suara yang akan dia ingat sampai kematiannya dengan kebencian dimatanya tapi dengan cepat dia menahan kebencian yang meluap lalu membuat ekspresi dingin diwajahnya dan memalingkan kepalanya untuk melihat Algibran yang berlari menuju sisinya.

"Apa?"

Algibran terkejut karena Aleta tidak akan pernah menatapnya dengan dingin seperti melihat orang asing dan sedikit kepanikan terlintas dihatinya.

"Kenapa?"

Aleta mengerutkan keningnya dengan tidak senang karena Algibran yang hanya berdiri diam dan tidak pernah mengatakan sesuatu.

"..."

Melihat Algibran masih berdiri diam dan tidak menanggapi, Aleta berbalik pergi karena dia tidak mengatakan sesuatu yang penting dan dia hanya membuang waktunya untuk makan siang.

Algibran yang tersadar tiba-tiba mencengkeram tangan Aleta dengan erat dan berkata dengan kaget.

"Lo ngak mau dengerin gue?"

Cahaya dingin dan tajam melintas dimata Aleta yang membuat Algibran secara refleks melepaskan cengkeramannya dari tangan Aleta.

"Cobalah menjauh dari Elvano."

Algibran hanya berkata dengan singkat melihat Aleta yang seperti ini membuatnya tidak nyaman.

"Kenapa?"

Aleta menatap sinis Algibran lalu berkata dengan tajam dan sarkastik.

"Kenapa gue ngak boleh deket sama Xavier? Tapi Lo bisa deket sama cewek lain, padahal Lo udah punya tunangan dan selalu membela cewek lain didepan tunangan Lo? Lo salah minum obat? Gue mau deket sama siapa aja, Lo ngak usah larang-larang gue! Pertunangan kita gue putusin setelah nyokap sama bokap gue pulang ke Indonesia!"

Setelah mengatakan itu dengan marah Aleta pergi dengan wajah gelap meninggalkan Algibran yang membeku tertiup angin disana yang hatinya seolah-olah tertusuk ribuan panah yang membuat sang empu merasa sakit dan membuat wajahnya menjadi pucat.

Kantin.

Elvano menusuk baso yang ada didepannya dengan kosong yang membuat Gallendra dan teman-temannya saling memandang dengan bingung dan khawatir.

"Vano Lo ngak apa-apa?" Bastian bertanya sambil menatap Elvano dengan mata rumit.

"Ya, makanan Lo tinggal dikit lagi kan lebar." Dylan berkata dengan lembut.

"Lo kaya orang yang lagi galau aja." Arkanio berkata dengan serius sambil mendorong kacamata yang merosot di pangkal hidungnya.

Arfian menatap Elvano dengan geli dan berkata dengan senyum dalam suaranya.

"Lo lagi mikirin Aleta kan."

Elvano menghentikan kegiatannya dan menatap Arfian dengan sedikit kejutan dimatanya. Arfian yang melihat Elvano mengangkat kepalanya dan menatapnya dengan curiga dan penasaran membuatnya semakin bersemangat karena dia melihat kalau si Elvano adalah pemula dalam cinta.

"Lo suka sama Aleta?"

Elvano hanya menganggukkan kepalanya.

Melihatnya begitu mudah mengakuinya membuat Arfian dan teman-temannya terkejut, dan Gallendra hanya ingin pergi dari tempat ini yang bisa membuatnya malu karena pagi ini saudaranya telah ditanya oleh Tuan dan Nyonya Dirgantara dan sikap Elvano yang seperti wanita pemalu membuat wajahnya memiliki sedikit rona merah yang mencurigakan tapi tidak ada yang memperhatikan Gallendra yang sedang dalam suasana hati yang rumit dan panik karena mereka sedang fokus pada Elvano.

"Lo suka Aleta dari mana? Dia itu orangnya nyebelin, keras kepala dan pembuat onar."

Arkanio hanya tertawa melihat Elvano benar-benar menyukai Aleta yang selalu membuat onar. Tapi Arkanio tidak menyukai Aleta karena sikap dan temperamennya membuatnya kesal, dan Aleta juga selalu mengganggu hubungan antara Algibran dan Adele yang saling mencintai.

Mata Elvano yang tadinya hanya menatap Arfian dengan penasaran kini menatap Arkanio dengan dingin, tapi Arkanio hanya mengangkat dagunya dengan seringai dan ejekan di mulutnya.

"Lo juga tau kan kalau dia suka sama Gibran, tapi dia masih mengganggu hubungan Gibran sama Adele yang saling mencintai padahal Gibran sudah mengatakannya berkali-kali bahwa dia tidak pernah menyukainya, bukankah dia tidak mencoba menjaga harga dirinya yang hanya untuk mengejar cowok dengan tergila-gila?" Arkanio hanya ingin tahu batas mana dan dari mana cinta itu ada untuk orang seperti Elvano yang sakit jiwa.

Arsenio hanya ingin menutup mulut saudaranya yang ceplas-ceplos dan sarkastik tentang Aleta didepan orang yang menyukainya. Bahkan yang lainnya juga terkejut dengan keberanian Arkanio untuk mengatakan yang sebenarnya tentang Aleta, hanya Gallendra yang menatap Arkanio dengan tajam dan kesal.

"..."

Elvano menyipitkan matanya dan menatap Arkanio dengan suram, meskipun dia tahu Arkanio ingin mengetes nya tapi perkataan dan rasa jijiknya pada Aleta adalah perasaan sebenarnya Arkanio dari apa yang dia katakan. Elvano merasa tidak nyaman dan marah saat seseorang mengatakan hal-hal buruk tentang Aleta-nya, tapi jika seseorang mengatakan hal-hal yang baik tentang Aleta, kadang-kadang bisa membuatnya cemburu karena dia tidak bersama Aleta saat mereka telah bersama lebih lama darinya yang baru saja bertemu selama satu hari.

"Lo tahu apa yang namanya cinta? Dari mana Lo memiliki perasaan cinta untuk Aleta karena Lo adalah orang cacat mental yang pikirannya tidak akan pernah sejalan dengan orang normal pada umumnya. Lo harus sadar Lo itu gila!"

Pada akhirnya Arkanio menatap dengan tatapan cemburu dan marah pada Elvano karena Elvano bisa bebas melakukan apa saja dan tidak pernah khawatir akan tatapan disekitarnya meskipun dia gila, tapi dia harus bisa menahan diri karena takut akan tatapan semua orang setelah mereka tahu bahwa dia juga sakit mental.

Arkanio adalah orang yang pengecut karena dia tidak bisa mengatakan perasaannya yang sebenarnya kepada seseorang tapi malah membuat jawaban atau komentar yang sarkastik dan tajam yang membuat orang-orang disekitarnya membencinya.

Teriakkan marah dalam kata-kata terakhir dalam kalimatnya membuat seisi kantin menjadi sepi dan menghentikan kegiatannya sambil menatap meja Elvano, Gallendra dan teman-temannya dengan tatapan menonton pertunjukan karena mereka takut kena masalah saat berurusan dengan mereka jadi jika tidak bisa berurusan dengan mereka kenapa tidak menonton mereka saja dari kejauhan.

"Saudaraku kamu harus sadar, kalau kamu itu orang gila dan tidak akan pernah mengerti perasaan orang lain. Jadi jangan pernah berbuat sesuatu yang membuat ku kesal karena kamu harus berpura-pura bahwa kamu mengerti diriku. Jika kamu benar-benar mengerti adikmu, kenapa kamu tidak membiarkan aku bebas? Meskipun aku berterimakasih karena telah membesarkan ku selama ini aku tetap saja takut padamu."

Vira menatap Elvano dengan tatapan tenang dimatanya tapi jika kamu melihat lebih dekat kalian melihat ketakutan yang melintas dimata birunya.

Elvano berdiri dan memukul Arkanio dengan keras yang membuat orang-orang yang ada di kantin berteriak karena terkejut dan menjadi heboh.

Gallendra dan teman-temannya menatap kosong Elvano dan Arkanio yang bertengkar yang membuat meja dan kursi berantakan, lalu dengan cepat tersadar dan mencoba memisahkan mereka.

Elvano melepaskan dirinya dari tangan Gallendra dan menarik kerah Arkanio dengan keras yang membuat Arkanio tersedak karena kesulitan bernapas tapi dia masih menatap Elvano dengan cemburu dan gila.

Arkanio tidak merasa takut pada Elvano yang akan memukulnya dia malah memberikan pandangan provokatif dan tatapan menghina dan cemoohan seolah-olah Elvano tidak berhak menyukai Aleta yang membuat kepalanya yang biasanya rasional menjadi irasional karena panas.

Elvano dan Arkanio bertengkar dengan keras,  karena mereka adalah orang yang ahli dalam perkelahian yang membuat kantin menjadi semakin berantakan.

-

-

-

-

[Bersambung....]