webnovel

Bab. 16 ||Clarissa yang ketakutan||

Bab. 16

Elvano menundukkan kepalanya sambil berjalan menuju belakang sekolah. Pikiran Elvano kini penuh dengan darah merah yang menetes, wajah ketakutan, benci, marah, aneh yang membuat wajahnya mendingin.

Hah.... Elvano mereka semua sama saja.

Apa kamu merasa bosan?

Keluargamu yang sekarang pasti tau kalau kamu salah.

Elvano mari bermain!

Bagaimana?

Elvano kami bosan.

Membosankan..

Main! Main!

Ayo, buat kita buat pertujukan besar didunia!

Elvano...

Vano...

Berhentilah kalian selalu menghasutnya melakukan sesuatu yang buruk.

Elvano yang merasa berisik tidak menyadari bahwa dia sudah sampai dibelakang sekolah. Saat angin meniupnya Elvano menutup matanya dengan tenang dan berjalan menuju pohon yang besar lalu naik untuk dia bisa tertidur dan menenangkan emosinya.

Tapi saat dia menutup matanya untuk tidur terlintas darah yang menetes dibenaknya yang membuat Elvano menjadi mudah tersinggung. Pada akhirnya Elvano yang merasa marah pergi ke ruang UKS dengan gusar dengan aura suram.

-

-

"Sasa maafin gue ya, kalau gue ngak nyuruh Lo ngebangunin Elvano Lo ngak akan terluka." Freya menundukkan kepalanya dengan perasaan bersalah.

"Gue juga minta maaf ya Sasa."

"Gue juga ya"

Clarissa mengusap pipinya yang kini terbungkus perban dan menatap Freya, Bela, Raya, dan Viona dengan sedikit kesuraman dimatanya lalu berkata dengan lembut.

"Gue maafin ini juga udah ngak papa kok, ini udah ngak sakit lagi kok. Kalau kalian merasa bersalah sama gue berhenti menyalahkan diri kalian gue ngerasa ngak enak karena ini juga bukan kesalahan kalian, ini gara-gara si Elvano itu."

Kata-kata Clarissa yang terakhir diakhiri dengan suara menggertakkan giginya dan dengan mata yang penuh kebencian.

"Pria brengsek itu!" Viona mengepalkan tangannya dengan marah.

"Sasa buat dia membayar harga karena dia membuat luka diwajah Lo!" Bela menggertakkan giginya karena kesal.

Clarissa yang mendengar perkataan Bela merasa hatinya sakit karena menurut dokter luka ini akan membekas diwajahnya yang membuatnya merasa tertekan dan sedih.

"Ya, buat pria brengsek itu membayarnya." Freya.

"Sasa jangan berhati lembut karena dia tampan." Raya.

Clarissa membalikkan badannya dan berkata dengan lemah.

"Gue ingin istirahat."

Viona, Bela, Raya, dan Freya menatap Clarissa dengan khawatir lalu mereka pergi dengan tenang.

Clarissa berbalik melihat mereka pergi dia menyentuh perban yang ada dipipinya dengan mata yang suram dan penuh kebencian dia bergumam.

"Lihat aja Lo, gue ngak bakal biarin Lo——" Sebelum perkataan Clarissa selesai suara pintu UKS yang terbuka membuatnya menatap pintu dengan ekspresi yang menyedihkan diwajahnya tapi saat orang itu masuk membuat Clarissa melebarkan matanya dan merasa sedikit kedinginan dan terkejut.

"Ngapain Lo disini?!"

Elvano menatap Clarissa yang masih memasang wajah menyedihkan membuat pria gila yang telah mengalami angin dan hujan merasa mual dan tidak nyaman.

Jadi Elvano menurunkan kelopak matanya untuk menutupi warna mata biru langitnya yang kini gelap dengan berbagai pikiran dan mulai memasang sarung tangan khusus dokter dengan tidak terburu-buru.

Clarissa punya firasat buruk yang membuatnya dengan cepat berdiri lalu berlari menuju pintu. Tapi saat Clarissa akan sampai didepan pintu, tangan dingin memegang bahunya yang membuatnya tidak bisa bergerak.

"Lepas!"

Elvano menatap Clarissa dengan suram dan berkata dengan dingin.

"Kamu mau apa, Hah?"

Tubuh Clarissa mulai bergetar bahkan bicarapun merasa sulit yang membuatnya ketakutan.

Elvano mengangkat bibirnya membentuk senyuman diwajahnya tapi tidak ada senyuman dimatanya yang ada dimatanya hanya gelap, suram dan dingin yang menggigit seolah-olah yang dia tatap bukan orang yang hidup melainkan orang mati.

Clarissa mulai memberontak dan akan berteriak tapi kain tebal menghalangi suara yang akan dikeluarkan.

"Mmmnn! Mmnn! Mmmnn!!"

Elvano menarik Clarissa yang mencoba pergi dari ruang UKS dan mengikatnya dengan tali. Elvano yang sudah meretas pengawasan yang ada diruang UKS menarik tirai jendela agar tidak ada seorang pun tahu sesuatu.

Clarissa menatap bingung, kaget, dan takut pada pria didepannya yang menutup tirai jendela yang membuat ruangan UKS menjadi gelap.

"Mmmn! Mmnn! Mmmmnnn!!"

Shet..

Elvano menyalakan lilin agar ruangan ini tetap terang meskipun ini hanya minimal dan menyimpannya di dimeja sisi ranjang. Menatap wajah Clarissa yang pucat membuat senyum diwajah Elvano semakin lebar.

"Kamu tahu apa yang akan aku lakukan?"

Clarissa menggelengkan kepalanya dengan cepat dan menatap Elvano dengan takut dan berkeringat dingin.

"Kamu tahu aku tidak suka seseorang menyentuhku itu membuatku jijik."

Elvano yang memiliki ekspresi jijik diwajahnya kini menatap Clarissa dengan mata  muram. Elvano memiringkan kepalanya dan menatap tangan Clarissa dengan dingin dan berbisik kecil.

"Jadi tangan mana yang akan menyentuhku?"

Suara magnetis yang dingin seperti cello yang seperti sedang memutar suaranya yang indah terdengar diruangan yang gelap dan minim cahaya, tapi suara yang menurut banyak orang indah ini kini terdengar seperti bisikan iblis yang terdengar ditelinga Clarissa seperti mengatakan kebenaran yang kejam atas kontrak yang mereka buat yang membuat tubuh Clarissa bergetar hebat dan matanya kini memerah dan mengeluarkan air mata karena ketakutan yang berlebihan.

"Apa yang ini?"

Retak...

"Mmmmnnn!"

"Umm.. Atau yang ini?"

Retak...

"Ups! Aku salah."

Retak...

"Mmmnnn!! Mmmmmnn!!"

Clarissa menatap Elvano dengan permohonan dimatanya yang kini penuh dengan air mata kesakitan.

"Ah~ maafkan aku." Elvano mengubah ekspresinya dan meminta maaf dengan tulus.

Mata Clarissa kini mulai memancarkan cahaya harapan dan menatap Elvano dengan bersemangat.

"Apakah kamu ingin pergi?"

Elvano memiringkan kepalanya dan mengajukan pertanyaan.

"Mmmnn!! Mmmmnn!"

Tatapan kebencian terlintas dimata Clarissa meskipun hanya sekejap lalu menatap Elvano dengan harapan.

Elvano menyentuh dagunya sambil berpikir. Lalu menatap Clarissa dari atas ke bawah seperti melihat barang yang akan dijual yang membuat Clarissa yang melihatnya mengumpat dan mengutuk Elvano didalam hatinya.

"Tidak~"

Cahaya dimata Clarissa kini meredup tubuhnya mulai bergetar saat tangan dingin menyentuh jari-jarinya.

Tidak! Tidak!

Kumohon jangan!

Clarissa membelalakkan matanya karena ketakutan lalu....

Retak!

Retak!

Retak!

Retak!

Retak!

Rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuhnya membuat wajah Clarissa terdistorsi dan mulai menatap Elvano dengan marah, benci, dan ketakutan karena kini dia terbaring di ranjang dengan tali yang mengikat tubuhnya dan membuatnya tidak bisa melawan.

"Jangan menatapku seperti itu jika kamu masih menginginkan tanganmu."

Elvano menatap dingin Clarissa yang menatapnya dengan marah, benci dan ketakutan.

Clarissa terkejut lalu memalingkan kepalanya.

"Jika kamu mencoba menyentuhku lagi aku akan secara pribadi memotong tanganmu sedikit demi sedikit bahkan jika kamu pingsan aku akan membangunkanmu lagi agar kamu bisa merasakannya."

Elvano mengatakan itu dengan nada yang ringan, setelah itu dia juga memperbaiki tulang yang dia geser dan mungkin sedikit patah miliki Clarissa.

Retak!

Retak!

Retak!

Retak!

Retak!

Retak!

Retak!

Clarissa kini tidak bisa menahannya lagi dan pingsan dengan keringat bercucuran ditubuhnya.

Elvano melihat ini tersenyum puas lalu pergi dengan suasana hati yang baik sebelum dia pergi dia mengambil kain yang ada dimulut Clarissa dan membuangnya bersama sarung tangan dokter.

-

-

Elvano yang dalam suasana hati yang baik kini berbaring di dahan pohon dengan tenang sambil menyipitkan matanya dan menatap langit biru dengan tatapan mengantuk dan mulai berhitung sambil menyanyikan balada yang aneh.

1 bunga menjadi merah karena darah yang memercik...

2 tulang berserakan...

3 darah mengalir seperti sungai deras...

4 air mata kesedihan dan kebahagiaan...

5 keringat dari usaha...

6 kebencian yang tidak pernah padam...

7 keserakahan yang tidak pernah terpuaskan...

8 pembunuhan yang berkelanjutan...

9 kecemburuan yang berkepanjangan..

10 kemarahan setelah ketakutan yang berlebihan...

11 kebahagiaan yang selalu sangat sederhana...

12 kesedihan yang menyesakkan dada...

13 kegilaan kerena diam...

14 keputusasaan dalam rasa sakit...

15 kesepian yang bisa menyebabkan orang gila...

16 penyiksaan yang tidak manusiawi...

17 ketidakpedulian atas penderitaan orang lain...

18 ketakutan akan kematian...

19 ....

20 ....

Saat berhitung dan menyanyikan balada yang aneh Elvano kini tertidur dengan pulas diatas pohon dengan daun-daun yang menutupinya dan angin lembut yang meniup kearahnya.

Sore.

Jingle Bell...

16.50

Aleta yang ada dibawah pohon Elvano tidur kini menatap jam yang ada ditangannya dan merasa kesal karena selama tiga menit ini Kesya belum juga datang.

"Dimana sih si Kesya?"

Aleta mengerutkan kening dengan kesal dan khawatir karena si Kesya belum juga datang.

Ding!

Aleta menatap ponselnya yang bergetar dan menatap notifikasi di ponselnya yang membuat gadis cantik ini ingin memarahinya.

//Sahabat nyebelin tapi sayang. Kesya ❣️//

16.51 [Leta Lo pulang aja dulu gue lagi disuruh kepsek untuk kelas olimpiade matematika bulan depan, sorry ya~ nanti gue traktir Lo eskrim rasa vanilla oke?]

Aleta yang duduk dibawah pohon menatap ponselnya dengan kesal dan menjawab dengan tak berdaya.

//Leta yang imut dan lucu ✨//

16.51 [....]

16.51 [Ih! Lo mah kebiasaan, gue udah nunggu Lo selama tiga menit dibelakang sekolah😔]

//Sahabat nyebelin tapi sayang. Kesya ❣️//

16.52 [Sorry ya~ Sebagai gantinya gue beliin tiga eskrim untuk Lo, gimana?]

Mata Aleta berbinar dan menjawab Keysa dengan cepat.

//Leta yang imut dan lucu ✨//

16.52 [Empat.]

//Sahabat nyebelin tapi sayang. Kesya ❣️//

16.52 [Uh... Oke, oke tapi Lo maafin gue kan?]

//Leta yang imut dan lucu ✨//

16.52 [Oke!]

//Sahabat nyebelin tapi sayang. Kesya ❣️//

16.55 [Kalau gitu bye, bye~ Hati-hati dijalan ya! Mungkin Lo bakal ketemu sama murid pindahan itu lagi! Bye😘]

Wajah Aleta kini merah dan putih karena jawaban Kesya yang nyebelin yang kadang perkataannya selalu terkabul yang membuatnya was-was.

//Leta yang imut dan lucu ✨//

16.55 [Kesya!]

16.55 [Good Luck!]

//Sahabat nyebelin tapi sayang. Kesya ❣️//

16.55 [Hahaha~ kalau gitu bye~]

//Leta yang imut dan lucu ✨//

16.56 [Bye~]

Aleta menatap ponselnya beberapa detik dengan linglung, saat Aleta akan berdiri sesuatu jatuh dan mengenai kepalanya yang membuatnya berteriak karena marah dan menatap dahan pohon dengan tajam.

"Siapa?!"

Tapi saat Aleta melihat sosok yang ada diatasnya membuat jantungnya berdegup kencang karena syok dan kepalanya yang kosong masih bisa mengingat percakapan sebelumnya yang membuat Aleta mengutuk *mulut gagaknya.

*Mulut gagak artinya orang yang selalu ngomong sial tapi selalu menimpanya saat setelah dia mengatakannya.

Elvano yang tertidur tiba-tiba merasakan bau susu yang dingin yang familiar dan membuatnya ketagihan dan menyesuaikan posisi yang nyaman untuk melanjutkan tidurnya.

Sudut mulut Aleta berkedut karena pria ini tidak meresponnya dan malah mencoba mencari posisi yang nyaman untuk melanjutkan tidurnya.

"Elvano!"

Elvano yang masih tidur tiba-tiba duduk dari tidurnya karena kaget dan membuat posisinya menjadi tidak stabil.

Duk..

Elvano tercengang saat dia berbaring terlentang dan menatap langit-langit dengan pandangan kosong.

"Hahaha~"

Aleta tertawa saat Elvano terjatuh dari pohon dengan tampilan yang memalukan.

Elvano memiringkan kepalanya dan menatap Aleta yang tertawa disampingnya.

Angin menerbangkan rambut panjang Aleta, cahaya matahari sore menyinari wajah cantik Aleta yang tersenyum cerah dari celah-celah daun dan cahaya terang dimata kuningnya.

Elvano tercengang dan menatap kosong pemandangan bagaikan lukisan yang indah  didepannya. Mata biru langit yang biasanya suram dan gelap memantulkan bayangan Aleta yang tertawa dengan cerah bagaikan sinar matahari yang menyinari tempat tergelap dihatinya yang membuat hatinya bergetar dengan sedikit kesemutan.

Aleta berhenti tertawa saat Elvano menatapnya dengan tatapan kosong dimatanya yang membuatnya sedikit malu.

"Kenapa Lo ngak pulang?"

Elvano menutupi wajahnya dengan salah satu tangannya dan menjawab dengan suara serak dan sedikit rasa lelah.

"Aku tidak tahu."

Aleta menghampiri Elvano yang masih terbaring terlentang dan menutupi wajahnya sambil mengulurkan tangannya.

"Bangun."

Elvano menatap tangan ramping yang ada didepannya dari celah-celah jarinya dengan kejutan lalu memegang tangan ramping dan lembut untuk berdiri setelah menjatuhkan tangannya dari wajahnya.

Meremas tangan yang lembut dan kecil ditangannya membuat Elvano sedikit ketagihan.

Aleta menarik napas dan mencoba menarik tangannya. Elvano mengabaikannya dan masih memainkan tangan kecil Aleta dengan tatapan minat dimatanya.

"El!Va!No!"

Elvano melepaskan tangan Aleta dengan tatapan enggan dimatanya lalu menatap Aleta yang kini sedang menatapnya dengan marah.

"Hah..."

Aleta menghela nafas dan berjalan pergi. Elvano mengambil tasnya dan mengejar Aleta yang pergi.

"By..."

Aleta yang sedang berjalan hampir tersandung dan menyentuh lengannya dengan merinding untuk menutupi telinganya yang sedikit merah Aleta menundukkan kepalanya, dan tidak mencoba membantah nama yang diberikan oleh Elvano.

"Apa?"

Elvano menekukkan matanya dengan senang dan tanpa malu-malu bertanya.

"By bisa kamu mengantarkan ku pulang? Motor aku..."

Aleta mengangkat jarinya untuk menutup mulut Elvano yang berbicara tanpa malu dan menatap Elvano dengan tenang. Elvano menurunkan matanya dan melihat jari yang ada dibibirnya dengan linglung.

Aleta melihat Elvano yang berhenti berbicara menarik tangannya kembali dan berkata dengan ringan.

"Motor Lo udah ada di tempat parkir sekolah dan Lo bisa pulang sama motor Lo, Lo ngak usah numpang sama gue."

Elvano tertegun dan menatap Aleta yang kini berjalan pergi meninggalkan Elvano yang membeku ditempatnya.

Menarik pandangan dari tempat kepergian Aleta, Elvano berbalik pergi.

Aleta yang sudah berjalan pergi dengan cepat menundukkan kepalanya disetir mobil dan tenggelam dalam ingatan dikehidupan sebelumnya.

"Gibran gue pulang bareng sama Lo ya." Aleta tersenyum menatap Algibran yang sedang berbicara dengan Adele dan teman-temannya ditempat parkir motor.

"Ngak." Algibran menarik tangan Adele dan menjawab Aleta dengan dingin.

Senyum diwajah Aleta sedikit kaku lalu berdiri diantara Algibran dan Adele sambil memegang tangan Algibran dengan erat.

"Gibran gue tunangan Lo bukan Adele. Kenapa Lo selalu menjauh?"

Algibran melepaskan tangan Aleta dengan kasar dan berkata dengan dingin.

"Aleta Lo ngak usah pura-pura baik. Gue juga ngak suka sama Lo kenapa Lo ngak putusin pertunangan kita."

Wajah Aleta runtuh dengan cepat lalu membuang senyum yang ada diwajahnya dan menatap Algibran dengan cemberut.

"Gibran Lo tau kan gue suka sama Lo kenapa Lo malah suka sama orang munafik itu."

"Aleta!"

Pak.... (Suara tamparan).

Algibran menarik kembali tangannya dengan sedikit rasa bersalah tapi melihat Aleta yang menatapnya dengan dingin dia membuang rasa bersalahnya.

"Pergi."

Algibran menarik Adele yang tubuhnya mematung karena ketakutan, teman-teman Algibran menatap Aleta dengan tajam dan berkata dengan sinis.

"Lo jangan selalu cari perhatian yang ngak perlu untuk Gibran." Kata Arfian sambil berjalan pergi.

"Gibran udah bilang dia ngak pernah suka sama Lo kenapa Lo selalu nempel sama Gibran,  menjijikan." Arkanio berkata dengan dingin dan tajam.

Suara ejekan Arkanio membuat hati Aleta berkedut dan merasa masam.

"Jaga harga diri Lo." Bastian yang biasanya lembut dan tidak pernah memihak kini menatap Aleta dengan dingin.

Dylan dan Arsenio menatap Aleta dengan ejekan yang jelas dimata mereka berdua dan pergi.

Aleta menutup mata hitamnya yang kini kabur dengan air mata dengan dengan erat dan mulai  merasa bersalah saat dia mengatakan itu pada Elvano.

Aleta mengeluarkan ponselnya dan menatap nomor Elvano dengan lama. Pada akhirnya dia melemparkan ponselnya dengan kesal lalu menyalakan mobilnya dan pergi dengan cepat.

-

-

-

-

[Bersambung...]