"Tidak mau kan? Mas juga tidak mau kok. Makanya, sekarang kamu kasih makan sumimu ya? Mau yaa? Kita tambah pahala ya? Yaa?"
Aku bingung sendiri dengan perasaanku. Awalnya aku memang kesal, lalu ingin sedikit memberinya pelajaran. Tapi, sekarang aku jadi keterusan. Semacam malu untuk mengiyakannya. Seperti aku mudah sekali luluh dengan rayuannya.
Tapi, apa benar apa yang dikatakannya? Bagaimana jika tiga hari ke depan, aku malah makin kesal dengannya. Bagaimana kalau malah hubungan kami semakin menjauh? Bagaimana kalau dengan sikapku ini malah membuat pernikahan kami semakin tak berujung? Apa aku terlalu kekanakan?
"Mau ya?" tanyanya lagi. Dan, aku masih diam. Ah! Aku tidak mengerti dengan diriku sendiri.
"Ya? Sayang? Hannah Sayang? Mau ya? Kita wudhu yuk!"
Dia bertubi-tubi mengecupi pundak dan leher belakangku. Karena tak mendapat respon, dia bangun, lalu menarikku terlentang. "Mau yaa? Sudah ya, marahnya?"
Unterstützen Sie Ihre Lieblingsautoren und -übersetzer bei webnovel.com