webnovel
#ROMANCE

Aku Adalah Hujan

[Romance dengan sedikit magical realism. Dikemas unik, bertabur quote, manis dan agak prosais. Hati-hati baper, ya. Hehe] Kamu percaya tentang malaikat di bawah hujan? Malaikat itu menjelma perempuan bermata teduh, membawa payung dan suka menulis sesuatu di bukunya. Lalu, ini istimewanya. Ia membawa payung bukan untuk menjemput seseorang. Namun, akan memberikan payung itu sebagai tanda rahmat. Terutama untuk mereka yang tulus hati. Siapa yang mendapatkan naungan dari payung itu, ia akan mendapatkan keteduhan cinta sejati. Kamu percaya? Mari membaca. Selamat hujan-hujanan. Eh, kamu masih penasaran siapa dia? "Aku adalah Hujan. Yang percaya dibalik hujan memiliki beribu keajaiban. Aku akan lebih menagih diri berbuat baik untuk orang lain. Pun, mendamaikan setiap pasangan yang bertengkar di bumi ini. Demikian keindahan cinta bekerja, bukan?" Gumam Ayya, perempuan berbaju navy yang membawa payung hitam itu. Ayya tak lagi mempercayai keajaiban cinta. Tepat ketika dikecewakan berkali-kali oleh Aksa. Ia memutuskan lebih berbuat baik pada orang lain. Impiannya adalah bisa seperti malaikat di bawah hujan. Yang sibuk memberi keteduhan, meskipun mendapat celaan. Sejak itu, ia menjuluki dirinya sebagai "Hujan" Sebuah bacaan tentang perjalanan cinta, pergulakan batin, pencarian jati diri, dan apa-apa yang disebut muara cinta sejati. Tidak hanya romansa sepasang kekasih. Baca aja dulu, komentar belakangan. Selamat membaca.

Ana_Oshibana · Teen
Zu wenig Bewertungen
194 Chs
#ROMANCE

Part 87 - Boneka Raina dan Kecurigaan Nia

Tak ada waktu yang menunggu. Ia akan terus bergerak meski kamu meminta nanti dulu. Yang datang untuk pergi. Kepergian akan menemani yang datang.

"Datang dan pergi persoalan waktu. Atau ... persoalan aku yang tak rela membiarkanmu pergi? Memilih menunggu adalah salah satu jalanku, Bu." Gumam Nia.

Nia mengamati kotak biru. Sebuah kotak titipan Ibu. Ada beberapa bahan di dalamnya. Mulai dari benang sulam, pita, jarum, dan berbagai pernik lainnya. Ibu biasa menekuninya saat di rumah—menunggu pulangnya bekerja.

Beberapa boneka pernah Ibu buatkan untuknya. Asli, buatan jemari Ibunya. Tak jarang, ia menyulam beberapa bahan jadi hiasan. Mulai dari bunga, pemandangan, dan lainjta. Terpajang rapi di dinding rumah mereka. Ada sisi kelembutan Ibu dari dulu. Hanya saja Ayah tak mampu membacanya. Hingga yang terbaca hanya segala hal yang menyebalkannya—yang membuatnya naik darah.