webnovel

Akhir Cinta Avissa

"Kok ada ya makhluk seperti kamu di bumi ini. Gendut, item, pake kacamata tebel. Kayak elien. Nggak ada sisi bagusnya. Enek lihatnya." Ardian mendorong jidat Avissa dengan jari telunjuknya hingga gadis itu terjengkang. Kemudian Ardian tertawa terbahak-bahak diikuti oleh kedua temannya. Avissa hanya bisa memeluk tasnya dengan takut, tanpa bisa melakukan perlawanan. Ya, seperti itulah teman-teman Avissa Maharani memperlakukan dirinya. Bukan hanya Ardian, tetapi juga teman-teman yang lainnya. Avissa maharani, Seorang siswi SMA yang tidak good looking, selalu menjadi bulan-bulanan teman-temannya dan juga kakak tingkatnya. Sampai suatu saat, avissa hampir putus asa dan mengakhiri hidupnya karena tidak kuat lagi menghadapi bully-an. Beruntung, dia diselamatkan oleh seseorang. Pada saat itu, Avissa nekat melakukan sesuatu agar hidupnya bisa berubah. Kalau memang dia tetap hidup, dia harus berubah. Berhasilkah dia melakukan sesuatu tersebut? Bagaimana kehidupan dia setelahnya? Akankah dia membalas dendam kepada orang-orang yang telah membullynya tanpa rasa bersalah?

Roisatul_Mahmudah · Urban
Zu wenig Bewertungen
20 Chs

Masa Hukuman

Tring … Tring …

Handphone Rani berdering. Yah … sudah dapat dipastikan itu adalah kode dari Alul agar Rani segera menyuruh Ardian untuk pergi.

"Em … Kak, sudah malam. Aku juga sudah mengantuk," ucap Rani, lalu dia pura-pura menguap. Ah … padahal banyak yang ingin dibicarakan dengan Ardian, tetapi Alul membuat Rani harus menunda semuanya.

"Oh … Kamu sudah ngantuk? Ya sudah, kalau begitu aku pulang dulu ya? Jangan lupa istirahat dan mimpi indah. Besok boleh main ke sini lagi?" tanya Ardian sambil menyisir rambutnya ke belakang. Pose yang sebenarnya membuat Ardian tampak lebih tampan berkali-kali lipat, tetapi tidak begitu bagi Rani. Rasanya mau muntah melihat Ardian sok ganteng di hadapannya.

"Em … Boleh dong, Kak. Kakak boleh main ke sini kapan pun kakak mau."

"Oke. Aku pamit ya, Cantik. Good night, Jangan lupa mimpiin aku!"

Ardian menampakan senyum termanisnya yang berhasil membuat ratusan mahasiswi di kampusnya klepek-klepek. Rani hanya tersenyum tipis dan mengangguk, serta sok malu-malu. Padahal sebenarnya dia ingin menimpuk wajah sok cool itu. Rasa sakitnya beberapa tahun yang lalu masih terekam jelas di ingatannya.

Ardian segera beranjak dari duduknya, dan pergi meninggalkan Rani yang yang masih menatap punggung Ardian, sampai tak terlihat Lagi.

'Sebentar lagi. Ya … sebentar lagi aku akan membalas perbuatan kamu sewaktu kita SMA dulu, Kak. Sebentar lagi kau akan merasakan apa yang aku rasakan. Selama ini kau memang tidak pernah mendapatkan balasan dari siapapun, dan kau tetap menjadi Ardian yang suka membully orang lain. Oleh karena itu, aku hadir kembali di kehidupan kak Ardian agar kakak tahu seperti apa rasanya direndahkan dan seperti apa rasanya diinjak-injak meski dalam keadaan tak berdaya,' ucap Rani. Tangannya masih mengepal, dadanya masih diliputi rasa dendam dan kebencian tak terkira dengan laki-laki itu.

***

"Nak, ditunggu temen kamu di bawah. Ayo cepat!"

Ayah Rani berdiri di depan pintu sambil mengetuknya perlahan. Ada Alul di bawah. Laki-laki itu sengaja menjemput Rani, karena hari ini akan dimulai hukuman mereka untuk menyapu lapangan basket. Jadi mereka harus berangkat lebih awal.

"Sebentar, Ayah. Rani siap-siap dulu!" teriak Rani dari dalam kamar.

"Baiklah. Segera turun ya, kasihan temen kamu kalau menunggu lama."

"Iya, Ayah."

'Siapa yang kesini pagi-pagi menjemputku? Ah … pasti Ardian. Ya, nggak salah lagi pasti Ardian. Kan kemarin dia bilang mau ke sini lagi. Dasar bucin. Siap-siap kau kuhempaskan.'

Rani mematut diri di depan kaca sambil tersenyum nggak jelas. Dia tampak begitu cantik hari ini. Rok lebar sepanjang lutut warna hitam motif, dipadu dengan hem warna pink ketat. Rambutnya sengaja di gerai. Make up tipis yang menghiasi wajahnya, membuat dia tampak begitu cantik.

Ya, Tentu saja dia cantik karena Rani benar-benar mengusahakan kecantikannya. Dia banyak berkorban agar terlihat cantik dimata orang. Tak peduli Jika dia harus menghindari banyak hal agar tampak sempurna, cantik dan mulus di mata mereka. Ya, mereka … orang yang selalu memperlakukan orang lain berdasarkan fisiknya.

Dulu, dia fikir menjadi baik saja sudah cukup. Ternyata tidak, terkadang, good looking is everything. Kamu akan dihargai kalau kamu cantik dan kaya. Sebaliknya, kau akan diinjak-injak ketika kau miskin, nggak good looking dan minder.

Setelah dirasa cukup dandannya, Rani segera turun. Dia langsung menepuk jIdatnya sendiri ketika dia tahu, ternyata yang ada di bawah bukan Ardian, melainkan sapu. Alul saputra.

"Aish … Kenapa kamu lagi sih, Sapu. Bosen tau lihat kamu terus."

Rani menatap laki-laki keren di hadapannya dengan tatapan malas. Ah … laki-laki itu selalu begitu. Selalu menyebalkan dan ngintilin Rani kemana-mana sehingga kami tidak bisa melancarkan aksinya.

"Bilang aja kau suka. Ini kesempatan emas dijemput sama laki-laki ganteng dan keren di kampus. Mereka aja pada pengen aku bonceng kok. Ayo berangkat."

"Nggak mau. Aku mau berangkat sendiri di antar sopir. Lagipula masih sangat pagi Kenapa kita harus berangkat sekarang?"

"Jangan amnesia deh Nini thowok. Kita harus menjalani hukuman. Menyapu lapangan basket selama seminggu. Ya elah, pakai dandan segala. Pake rok pendek lagi. Kamu mau nyapu Nini … "

Sapu memandang Rani dengan pandangan heran. Bisa-bisanya dia pakai rok pendek begitu padahal dia mau capek-capek menyapu halaman lapangan basket yang super luas.

"Memangnya kenapa kalau menyapu pakai ini?"

"Iya …. Pasti nggak akan nyaman kan? Ayo ganti celana."

"Nggak mau."

"Ganti nggak?"

"Aku nggak akan ganti, Sapu. Kalau kamu cerewet Aku nggak mau bareng sama kamu. Titik."

Alul langsung terdiam, daripada Rani tidak mau berangkat bareng sama dia. Dia janji pada dirinya sendiri akan antar jemput Rani selama masa hukuman. Dia tidak akan membiarkan Gadis itu terlalu kecapekan. Hanya dia sendiri dan Tuhan yang tahu, betapa berartinya Avissa Maharani untuk hidupnya.

"Ya udah. Ayo berangkat."

"Gitu dong. Jangan banyak bicit. Ayo!"

Alul tersenyum. Mereka berdua segera menuju ke motor gede milik Alul, dan segera meluncur menuju ke kampus.

Mereka akan menjalani sebuah hukuman, tetapi hukuman itu tidak terasa berat bagi alul. Baginya lebih baik dirinya saja yang mendapatkan hukuman dari pada Rani yang harus menjalankannya. Ya … meskipun Rani mendapatkan hukuman itu karena kesalahannya sendiri.

Setelah mereka sampai di kampus, mereka berdua segera menuju ke lapangan basket. Ternyata sudah ada bu Sapta yang sedang menunggu mereka disana.

"Buseeeet. PA Kita benar-benar luar biasa. Masih jam segini sudah standby di sana. Mana disampingnya sudah tersedia dua sapu lagi."

"Huft … boleh kabur nggak sih?" tanya Rani sambil memandang enggan ke arah lapangan basket yang sudah siap membuat dia berkeringat.

Dulu, tak masalah baginya jika harus menyapu di halaman yang super luas, tetapi sekarang … sejak dia selalu menjaga penampilan dan selalu ingin tampil cantik di hadapan orang lain, dia selalu enggan untuk melakukan pekerjaan yang berdebu dan menghasilkan banyak keringat.

"Boleh aja kalau mau lari dari tanggung jawab. Nggak masalah. Aku akan mengerjakan semuanya sendirian."

"Hah? Boleh? Serius?"

"Iya. Boleh banget. Kamu bisa ke kantin sekarang dan beli salad buah. Kamu boleh banget pergi, asalkan masa pacaran kita ditambah 2 bulan dari kesepakatan kita. Gimana?"

"Idih … ogah amat. Mending aku nyapu lapangan basket daripada harus pacaran sama orang kayak kamu lama-lama. Bisa jantungan aku nanti. Bye!"

Rani melangkahkan kaki menuju ke lapangan basket, dan meninggalkan Alul yang sedang menunduk sambil tersenyum.

'Kamu tenang aja, Kamu tidak akan kecapean kalau dihukum sama aku. Karena aku tidak akan pernah membiarkan kamu kesusahan lagi, Vissa.'