webnovel

Akhir Cinta Avissa

"Kok ada ya makhluk seperti kamu di bumi ini. Gendut, item, pake kacamata tebel. Kayak elien. Nggak ada sisi bagusnya. Enek lihatnya." Ardian mendorong jidat Avissa dengan jari telunjuknya hingga gadis itu terjengkang. Kemudian Ardian tertawa terbahak-bahak diikuti oleh kedua temannya. Avissa hanya bisa memeluk tasnya dengan takut, tanpa bisa melakukan perlawanan. Ya, seperti itulah teman-teman Avissa Maharani memperlakukan dirinya. Bukan hanya Ardian, tetapi juga teman-teman yang lainnya. Avissa maharani, Seorang siswi SMA yang tidak good looking, selalu menjadi bulan-bulanan teman-temannya dan juga kakak tingkatnya. Sampai suatu saat, avissa hampir putus asa dan mengakhiri hidupnya karena tidak kuat lagi menghadapi bully-an. Beruntung, dia diselamatkan oleh seseorang. Pada saat itu, Avissa nekat melakukan sesuatu agar hidupnya bisa berubah. Kalau memang dia tetap hidup, dia harus berubah. Berhasilkah dia melakukan sesuatu tersebut? Bagaimana kehidupan dia setelahnya? Akankah dia membalas dendam kepada orang-orang yang telah membullynya tanpa rasa bersalah?

Roisatul_Mahmudah · Urban
Not enough ratings
20 Chs

Bentuk Perhatian Ardian

Avisa Maharani. Sekarang dia sudah tidak peduli lagi nilainya akan seperti apa. Yang dia pedulikan saat ini adalah penampilan. Dia menjadi perempuan yang berbeda. Dia bukan si avissa yang dekil dan gendut serta bau seperti dulu lagi. She is totally changed. Semuanya sudah berbeda. Bahkan dia sudah menjadi salah satu mahasiswi paling populer di kampusnya.

Banyak yang mengincarnya saat ini. Banyak yang ingin menjadi kekasihnya, termasuk Ardian. Laki-laki kurang ajar yang sudah memotong rambutnya tanpa rasa kemanusiaan sedikitpun. Rasa sakit itu bahkan masih terasa sampai sekarang.

Itulah kenapa saat ini ini afi sama Maharani lebih mementingkan penampilan daripada otaknya. Padahal dia adalah perempuan yang sangat pintar dan cerdas dulu. Dia adalah perempuan yang selalu belajar mati-matian karena hanya itu yang dia punya. Otak. Itu yang dia punya saat itu.

Sampai suatu kejadian membuat dia berfikir bahwa tidak ada gunanya kamu memiliki otak tetapi miskin dan jelek. Karena ujung-ujungnya dia hanya diinjak-injak.

Pendapat Avissa Ini memang sempurna salah. Ini benar-benar pendapat yang salah. Karena bagaimanapun juga, seharusnya kecerdasan itu lebih diutamakan daripada penampilan. Namun, Avissa yang pernah di bully habis-habisan sampai hampir bunuh diri, sah-sah saja jika berpikiran seperti itu. Karena dia tahu pahitnya pembullyan.

Itulah kenapa dia sering menghabiskan waktunya untuk perawatan daripada untuk belajar.

"Rani, kamu capek?"

"Hmmm … "

Rani mengangguk. Sebenarnya dia tidak capek, lebih tepatnya belum capek karena baru menggerakkan sapunya beberapa kali saja. Tapi dia lagi tidak ingin berkeringat. Dia merasa, berkeringat sedikit saja akan membuat kecantikannya luntur.

"Bahkan Kau hanya menyapu sedikit saja di pojok. Nggak mungkin lah kamu capek. Ayo cepat bantu aku biar cepat selesai."

"Huft … tau aja sih kamu, Sapu. Aku bukannya capek, aku cuma tidak ingin berkeringat saja. Aku harus selalu tampil cantik nggak boleh ada cacat sedikitpun."

Alur membuang nafas kasar. Dia tahu kenapa avisa seperti itu. Jadi dia bisa memaklumi.

'Oke, nikmati saja prosesnya sekarang, Vissa, tapi suatu saat aku akan tunjukkan kepadamu, kecantikan dan kekayaan itu bukanlah segalanya. Kamu cukup menjadi pintar dan percaya diri saja. Kamu enggak harus mati-matian membuat diri kamu cantik dan kaya. Asalkan kamu pintar dan percaya diri, itu sudah cukup untuk membuat orang lain tidak menginjak kamu lagi. Aku akan tunjukkan pada kamu suatu saat nanti. Untuk sekarang, nikmatilah posisimu.'

"Ya udah, Kalau begitu kamu istirahat saja di tempat duduk sana. Nanti kalau terlihat bu sapta mendekat, aku akan beritahu kamu."

Alul tersenyum tipis, kemudian kembali menyapu lapangan basket yang super luas itu. Dia memang capek, tetapi tidak masalah. Demi perempuan itu, dia akan melakukan apapun.

Rani hanya terbengong di tempatnya. Namun matanya masih tertuju pada Alul yang saat itu sedang menyapu dengan serius.

'Apa aku tidak salah dengar? Serius Dia menyuruh aku untuk duduk? Kesambet apa dia tiba-tiba baik begini? Eh … dia emang baik sih. Buktinya dia mau menjalani hukuman atas apa yang tidak dikerjakan sama sekali. Tapi bagaimana bisa dia bisa ngeselin dan baik dalam satu waktu? Huft … dia benar-benar seperti bunglon yang selalu berhasil membuat aku bingung.'

Rani membuang nafas kasar, kemudian dia berjalan menuju ke tempat duduk.

Ya, dia sengaja duduk di sana sambil mengelap dahinya yang mulai sedikit berkeringat. Kemudian dia menyemprotkan minyak wangi ke tubuhnya bertubi-tubi. Pokoknya dia harus selalu terlihat wangi dan perfect. Tidak boleh ada sedikitpun cacat.

Saat itu, dari kejauhan dia melihat Ardian yang sedang berjalan ke arahnya. Tentu saja Rani segera bangkit. Dia harus pencitraan.

Ya, Rani segera berjalan mendekati Alul dan segera menyapu di sampingnya.

"Hmmm … kenapa tiba-tiba mau bantu? Katanya nggak mau keringatan? Duduk aja kalau memang gak mau keringatan. Nggak apa-apa."

"Sssst … diam. Nggak usah banyak omong. Terus nyapu aja dan jangan banyak bicara."

Alul merasa aneh dengan sikap Rani. Kemudian dia menoleh dan mendapati Ardian yang berjalan ke arah mereka sambil membawa 1 botol jus jeruk kemasan.

"Emmm … jadi udang dibalik rempeyek nih."

"Ssst … ayo terusin nyapunya. Awas ya kalau kamu nanti ikut campur urusan aku. Aku akan marah sama kamu satu tahun," ucap Rani sambil menyapu perlahan.

Alul pun segera mengikuti Rani. Dia menyapu di samping perempuan itu.

"Busyeeeet. Galak banget sih ni orang."

Beberapa langkah lagi Ardian akan sampai di hadapan mereka. Rani mulai akting dengan memegangi kepalanya. Pura-pura pusing.

"Hei, Rani. Belum selesai hukumannya?"

Rani segera membalikkan badan pura-pura kaget saat melihat Ardian ada dihadapannya.

"Eh, Kak Ardian. Kok kak Ardian ke sini? Kakak nggak ada kelas?" Rani meletakkan anak rambut di belakang telinga, kemudian tersenyum tipis. Dia sedikit memejamkan matanya kemudian kembali membuka cepat-cepat. Akting. Biasalah. Sekarang dia sudah pintar hal-hal begitu.

"Aku khawatir Kamu kecapean. Jadi aku datang ke sini dulu sebelum kelas dimulai. Kamu kenapa sih? Pusing?" Ardian hendak memegang kepala Rani, tetapi tangan Rani menghadangnya.

"Nggak. Aku nggak apa-apa Kok, santai."

"Oh … kirain kamu pusing. Ini aku bawakan jus jeruk dingin buat kamu. Semangat ya jalanin hukumannya. Nanti kalau hukuman sudah selesai 1 minggu, aku akan kasih kamu hadiah."

Dari tadi Alul hanya memperhatikan mereka dan tidak ambil aksi apapun. Tetapi sekarang rasanya gerah aja melihat perlakuan Ardian yang tidak menganggap dia ada. Ardian tahu kalau Alul adalah kekasih Rani, tetapi kenapa tidak ada sungkan-sungkannya.

"Rani tidak boleh minum minuman seperti ini. Dia harus minum air putih yang banyak. Ini buat saya aja ya? Kebetulan saya sangat halus dan kebetulan lagi minuman ini adalah favorit saya. Terima kasih banyak ya kakak tingkat yang sangat baik. Baru kali ini saya melihat kakak tingkat yang tidak sombong dan baik hati seperti ini."

Alul segera merebut air itu dari tangan Ardian lalu menenggaknya begitu saja sampai tandas. Hal itu tentu saja membuat Ardian geleng-geleng kemudian menelan salivanya.

'Busyeeeet, ini manusia atau apa sih. Masa minum minuman 1 botol dalam satu tenggak. Aish … anak baru ini memang benar-benar songong. Mentang-mentang dia pacarnya Rani sesuka hatinya saja mengambil air yang akan aku berikan kepadanya. Awas saja dia nanti.'

"Argh … sudah habis. Segar sekali minumannya. Masih ada 6 hari lagi. Besok-besok boleh dibawakan lagi minumannya. By the way, terima kasih banyak ya kakak tingkat yang baik hati. Saya meneruskan hukuman saya dulu."

Alul tersenyum kemudian segera melanjutkan menyapu. Ardian masih terbengong dan tidak bisa berucap apa-apa. Sementara avisha Maharani, Dia hanya bisa menahan tawa melihat ekspresi Ardian. Ekspresi kesalnya benar-benar menggemaskan.