Seminggu sudah berlalu, dan berita pembunuhan pada malam itu sudah tersebar dimana-mana. Semua yang disampaikan di berita sama persis dengan apa yang Lucinda lihat. Kengerian pada malam itu yang membuat Lucinda tidak bisa tidur selama 3 hari. Kejadian itu benar-benar menyiksa dirinya. Rasanya berat badan Lucinda juga ikut turun karena nafsu makannya yang berkurang. Semua gara-gara malam itu.
Sampai detik ini pun kejadian pada malam itu masih terus berputar dikepala Lucinda. Bagaimana bisa ia berkenalan dengan pembunuh yang bernama Leon itu? Lucinda mengakui kalau Leon memang mempesona. Suara dan matanya yang unik itu menghipnotis Lucinda. Tapi, meski begitu Lucinda masih berpikir rasional dan ia tidak akan mau bertemu dengannya lagi.
Lucinda memutuskan untuk berhenti memikirkan Leon. Saat ini ia harus bersiap untuk pergi kekantornya. Mr.Tom yang bujangan itu berhutang gaji padanya. Bayaran saat ia mengambil foto pada malam sialan itu. Lucinda harus benar-benar memastikan jika bayarannya nanti sebanding dengan apa yang ia alami pada malam itu.
"Dasar bujangan sialan! Menyuruh orang seenaknya tapi bayaranku selalu ditunda-tunda." Lucinda sudah dipastikan akan mengeluarkan kata-kata tajamnya untuk bosnya itu. Tentu tidak didepan bosnya langsung karna ia masih mempunyai akal sehat.
***
Disisi lain seorang pemuda sedang menatap secarik kertas dengan senyuman yang mempesona.
24 Hans Road, Knightsbridge, London SW31RW
"Hmm... kita bertemu lagi, Lucinda"
***
"Huh... kenapa disini jadi dingin sih?" Lucinda mengutarakan semua keluhannya pada gadis di sampingnya. Namanya adalah Jill. ia adalah gadis baik yang sangat berbeda dengan Lucinda. ia juga berkerja sebagai fotographer. Umurnya sama seperti Lucinda, yaitu 26 tahun. ia mempunyai rambut blonde yang indah dan juga mata berwarna hazel yang menambah kecantikannya.
Jill adalah sahabat Lucinda, ia rela menunggu selama berjam-jam hanya untuk mendengarkan ocehan Lucinda yang sama sekali tidak berarti itu. Tipe wanita idaman bagi semua pria.
"Ini karena sedang winter Luce." Jawabannya membuat Lucinda tampak seperti orang bodoh. Lucinda memang tipe wanita yang langka. Gadis ini hampir tidak pernah memakai rok. ia selalu mengikat rambut brunette-nya asal. Tidak pernah berdandan, dan bisa diperkirakan hampir isi lemari bajunya adalah jeans dan kemeja.
This is me, adalah kata-kata yang sudah pasti ia ucapkan jika ada yang memprotesnya tentang cara berpakaian gadis itu.
"Hey Jill apa kau tidak berpikir untuk punya pacar?" Pertanyaan Lucinda sukses membuat Jill membulatkan matanya.
"Eh? Kenapa tiba-tiba..." Jill menjawab pertanyaan yang tidak penting dari Lucinda bodoh itu.
"Tak apa, hanya pertanyaan bodohku lagi."
"Dasar kau ini, makanya kalau berbicara itu dipikir dulu."
"Iya... iya."
"Hei, aku mau pergi dulu. Aku mau hunting foto lagi, dah."
"Huh, dasar wanita tua." Cibir Lucinda.
"Hei bocah, kita ini seumuran. Aku hanya 5 bulan lebih tua darimu." Jill hampir selalu tertawa jika melihat Lucinda seperti ini. Jika Lucinda ditinggal ia pasti akan mengeluarkan kata-kata tajamnya, dan itu sudah menjadi kebiasaan buruk Lucinda.
***
Lucinda kembali ke apartemen-nya dengan suasana hati yang sangat baik. Uang yang ia miliki sebagian sudah ia gunakan untuk membeli stok bir kesayangannya. Ia membuka pintu apartemen-nya dan langsung masuk untuk menaruh bir-bir kesayangannya ke kulkas. Saat Lucinda berjalan menuju kulkas, matanya membulat melihat ada seseorang yang tidur di sofa-nya. Ia menjadi takut. Apakah orang itu Pencuri? Ia mencoba meraih handphonenya, namun ia tidak dapat menemukannya.
Sial! Dimana handphone-ku? Jangan-jangan tertinggal di kantor? Shit!
Lucinda mencoba memikirkan cara untuk mengatasi masalahnya saat ini. Matanya berbinar saat ia melihat sebuah vas bunga dan sebuah majalah yang cukup tebal. Lucinda menggulung majalah itu seperti saat ia ingin memukul lalat dan ia memegang vas bunganya di tangannya yang lain. Ia mencoba mendekati orang yang sudah ia anggap pencuri itu. Dengan cepat Lucinda memukulkan majalah itu dikepala orang tersebut.
"Siapa kamu!!!" Lucinda berusaha memberanikan diri, meskipun suara dan raut wajahnya menunjukkan hal yang sangat berbeda.
"Aww..." Rintih orang itu.
"Aku tanya siapa kamu!"
"Wow, easy girl...kamu lupa siapa aku?"
"Eh? Suara itu..."
"Ya, ini aku..."
"Leon?"
***
Keadaan apartment Lucinda menjadi sunyi. Lucinda sibuk berkelut dengan pikirannya, sedangkan Leon sedang asik menonton tv sambil meminum bir yang baru saja dibeli Lucinda.
"Hei, kau tidak punya sopan santun? Seenaknya tidur di sofa orang, minum bir... Ga punya rumah ya?" Cibir Lucinda.
"Aku habis dikejar polisi, lalu aku ke apartemenmu. Daripada aku masuk penjara, lebih baik aku tinggal disini dulu." Jawab Leon dengan santai.
"Eh? Polisi? ARE YOU CRAZY!! GET OUT!!" Lucinda mengusir Leon disertai dengan lengkingan suaranya yang dipastikan membuat orang mengalami gangguan pendengaran.
"Eh, jangan teriak-teriak. Suaramu itu sudah jelek, jangan ditambah makin jelek."
"Kau gila!? Dikejar polisi dan pergi ke rumahku? Bagaimana kau tau alamat rumahku? Dan juga kode passwordnya? Cepat keluar dari sini! Aku tidak mau berurusan dengan polisi!" Lucinda mencoba mengusir Leon dengan segala cara, dari menariknya hingga memukul pria itu.
"Ini apartemen bukan rumah."
"KAU!!"
"Aww... jangan pukul aku lagi, sakit!" Leon mengaduh saat Lucinda kembali memukul kepalanya.
"Kalau begitu cepat keluar!"
"Ayolah... biarkan aku disini sebentar saja. Aku akan jelaskan kenapa aku tau kode password apartemenmu.Kau mau tahu tentang itu kan? "
"Tidak! Cepat keluar dari sini! Aku tidak mau ada pembunuh di apartemenku!" Jelas Lucinda.
"Kemarin kau terlihat ketakutan melihatku...kenapa sekarang kau berani memukulku? Aku disini hanya sekalian memastikan kau tidak melapor pada polisi." Leon membuat alasan agar ia dapat tinggal di apartemen Lucinda untuk sementara waktu.
"Em...kemarin...kemarin itu aku hanya em...terkejut. Aku tidak akan melapor pada polisi, jadi sekarang kau pergi dari sini!" Lucinda masih terus berusaha mengusir Leon meskipun pria itu selalu memberikan alasan- alasan yang tentu saja tidak masuk akal dan hanya dibuat-buat.
Lucinda terus menatap Leon dengan tatapan yang sulit diartikan, berharap Leon akan segera pergi dari sini. Setelah menatap Leon cukup lama, Lucinda baru menyadari jika Leon cukup tampan. Meskipun keadaan matanya masih sama seperti saat mereka pertama kali bertemu, tapi hal itu semakin membuat Leon terasa sanagt mempesona. Leon mempunyai rambut brunette yang sama sepertinya. Tubuh pria itu tinggi dan juga kurus. Wajahnya terkesan sempurna dan tidak akan terlihat jika ia adalah seorang pembunuh. Dialah penyebab Lucinda tersiksa selama beberapa hari ini.
"Huh, dasar wanita. Biarkan aku tinggal disini sampai keaadaan sedikit baik. Bisa kan?" Pintanya.
"Tidak! Kenapa juga harus aku!?" Lucinda semakin dibuat gerah oleh sikap Leon yang santai meski pria itu sedang dikejar polisi.
"Karna aku menyukaimu Lucinda."