"Maksud loe?" tanya Gabriel.
"Seseorang yang bernama Varrel tau kode password markas kita." jawabnya. Kimi, Vernatha, Gabriel dan Mike tentu saja sangat terkejut dengan ucapan Ken.
"Dia tadi cerita sama gue kalau dia bisa buka ruang bawah tanah itu. Setau gue cuma kita yang tau kode passwordnya dan ... Avan."
"Tapi Ken, Avan udah meninggal dan mana mungkin juga orang lain tau tempat itu? Kok dia bisa menemukan dan tau kode passwordnya?" tanya Vernatha dan disetujui oleh Gabriel, Kimi serta Mike.
"Bukan cuma loe yang bertanya-tanya tentang hal ini, Ver. Dia sendiri gak tau kalau tempat itu pake angka ulang tahun dia." jelas Ken.
"Mungkin cuma kebetulan. Didunia ini ada beberapa orang yang tanggal ulang tahunnya sama. Ya, mungkin kebetulan guys." kata Mike. Ia mencoba untuk menyangkal apa yang kini sempat ia pikirkan. Ya, dia berpikir bahwa lelaki yang mereka sebut bernama Avan itu bangkit kembali dari kuburnya. Tapi ia juga berpikir bahwa itu adalah hal yang sangat mustahil.
"Gak. Gue rasa ini bukan kebetulan, masalahnya adalah si Varrel ini mirip banget sama Avan," ungkap Ken membuat teman-temannya itu menatapnya tak percaya, "bedanya dia kelihatan cupu dan kayaknya kutu buku, tapi kalau Avan gak mungkin dia bakalan sudi nyentuh buku atau pake kacamata. Dan kalau dia gak pakai kacamatanya, beneran, mirip banget sama Avan" lanjut Ken menjelaskan sosok Varrel yang menurutnya mirip seperti teman masa lalu mereka. Gabriel mengacak-acak rambutnya frustasi, bukan hanya dia, ketiga temannya yang lain pun merasakan hal yang sama. Bagaimana ini bisa terjadi? mungkin pertanyaan itulah yang kini terlintas dibenak anak-anak SMA itu.
"Yang mana sih orangnya?" tanya Gabriel.
"Dia anak SMP, kelas 9-B." jawab Ken. Seketika saja Gabriel bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan teman-temannya yang bingung dengan tingkah Gabriel. Hanya satu pernyataan yang mereka bayangkan kali ini, ya, mungkin saja Gabriel menghampiri lelaki yang bernama Varrel itu lalu menginterogasinya dengan paksa. Karena tak ingin hal buruk itu terjadi, maka Ken dan teman-temannya pun menyusul Gabriel.
Benar saja, lelaki tinggi itu datang ke gedung SMP dan menuju kelas 9-B yang disebutkan Ken tadi. Banyak anak-anak SMP yang melihat dan bertanya-tanya mengapa anak SMA ini memasuki area gedung SMP. Karena merasa khawatir dengan apa yang akan dilakukan Gabriel, Ken pun menahan lelaki itu agar tidak membuat keributan.
"Tahan, Yel. Kalau loe interogasi dia didepan umum, mereka pasti bakalan tau tentang markas kita" kata Ken sambil menahan Gabriel yang terlihat tengah emosi.
"Berisik loe! Gue cuma pengen penjelasan." kata Gabriel. Ia sempat mendorong tubuh Ken. Bukannya kembali menahan, Ken malah membiarkan Gabriel masuk kedalam kelas tersebut dan melihat apa yang akan dilakukannya. Ia bersama Kimi, Vernatha dan Mike berdiri depan pintu.
"Siapa yang namanya Varrel?" tanya Gabriel. Tentu saja semua mata menuju padanya. Beberapa dari mereka menunjukkan tangannya ke seorang lelaki cupu yang tengah panik karena namanya disebut. Gabriel pun menghampiri lelaki itu.
"Loe yang namanya Varrel?" tanya Gabriel sambil menarik kerah pakaian lelaki yang bernama Varrel itu dengan kasar. Varrel sangat terkejut dengan tingkah Gabriel yang tiba-tiba saja berbuat kasar kepadanya. Ia hanya menganggukkan kepala dan memasang wajah takut. Gabriel menatap lekat-lekat wajah ketakutan anak SMP itu. Memastikan apakah benar yang dikatakan Ken padanya.
Bukan hanya Varrel saja yang terkejut, Ken dan teman-temannya pun sama terkejutnya bahkan mereka menghampiri Gabriel dan mencoba untuk menjauhkan Varrel dari lelaki itu.
"Apa-apaan sih loe, Yel? Gue bilang jangan bikin masalah. Nanti kita juga yang kena imbasnya." bisik Ken. Gabriel melepaskan cengkeramannya dan menghentakkan kedua telapak tangannya ke meja dengan tatapan yang tajam kepada Varrel.
"Pulang sekolah gue tunggu loe di aula sekolah. Kalau loe gak dateng, gue pastiin loe gak bakal hidup lagi dan inget, dateng sendirian." kata dan ancam Gabriel tak main-main. Varrel menganggukkan kepalanya ketakutan. Lalu Gabriel pergi begitu saja meninggalkan keributan dikelas Varrel. Ken yang merasa tak enak pun menghampiri lelaki itu.
"Sorry, Rel. Temen gue emang emosional banget. Sorry ya kalau loe jadi takut gini. Mending loe turutin apa mau dia daripada loe diperlakukan buruk sama dia. Oke?" kata Ken dan menyusul teman-temannya yang sudah beranjak dari kelas Varrel.
"Ada apa ini? perasaanku tak enak. Apa yang akan terjadi nanti? entahlah. Aku hanya bisa berdoa, semoga nanti aku masih bisa bernafas."
bersambung...