webnovel

YOU AND ME? THEN HIM?

Kehidupan lelaki bernama Rivarrel Avandy Ryszard yang tenang seketika saja berubah drastis saat beberapa orang dari masa lalunya mengungkap kehidupan lama. Ingatannya tentang masa lalu membuat ia kembali menjadi sosoknya saat itu. Saat dimana ia begitu dekat dengan orang-orang tersebut. Sesosok orang yang ia kenal menjadi musuhnya saat itu. Sayangnya, Rivarrel sama sekali tidak mengetahui siapa dia. Dan berbagai masalah pun mulai terjadi. Kejadian-kejadian tak terduga mulai menghantui kehidupan Rivarrel yang tenang. Orang-orang dari masa lalu mencoba untuk menyelamatkannya dari beberapa kejadian tersebut. Apa yang akan dilakukan mereka? Lalu bagaimana Rivarrel menjalani hidupnya yang semakin terancam? Dan siapa sosok yang dikenal Rivarrel itu? Silahkan dibaca.

ookamisanti_ · Urban
Not enough ratings
135 Chs

Chapter 13

Beberapa bulan kemudian

The Grazon 8 semakin memperkenalkan diri mereka. Tak ada satu pun orang yang tak mengenal anak-anak pemberani ini. Avan kini sudah resmi menjadi anggota The Grazon 8. Setelah diuji oleh Jeffrey beberapa bulan yang lalu, ia memenangkan pertarungan itu. Bukan Jeffrey yang ia lawan, melainkan beberapa preman yang menguasai jalan yang disebutkan Jeffrey saat itu. Setelah menang, Avan kini menjadi anggota resmi. Bahkan semua anggota TG8 menerima Avan dengan senang hati. Termasuk Jeffrey dan Stev yang kini berbaikan kembali setelah hari itu.

Mereka kini menjadi sahabat. Mereka sudah mengetahui semua sisi dan buruk dari masing-masing anggota. Bahkan kini Avan mencoba untuk lebih terbuka lagi dengan mereka. Begitupun sebaliknya.

"Gue punya usul." kata Jeffrey membuat semua anggota menatapnya. Kini mereka tengah berada di ruang aula sekolah. Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejam yang lalu. Tentu saja sekolahan sudah sepi dan aula inilah yang menjadi tempat berkumpul mereka.

"Gimana kalau kita kumpulin pistol?" usulnya.

"Buat apaan?" tanya Stev heran.

"Gue pengen, suatu hari nanti kita ngelawan mafia." katanya. Semua orang menatap Jeffrey bersamaan, lalu tak lama mereka menertawai apa yang dikatakan Jeffrey.

"Loe sinting, Jeff? Kalau loe berurusan sama mereka nyawa loe yang akan melayang. Jangan main-main deh. Hahaha gila loe." tawa Stev geli. Jeffrey hanya mendengus kesal.

"Apanya sih yang lucu? Gue serius loh. Gue pengen banget tertantang ngelawan mafia. Kalau kita berurusan sama mereka, gue yakin kita bakalan dapat tantangan lebih tegang lagi daripada bikin masalah sama anak-anak sekolah diluar sana." lanjutnya membuat mereka terdiam.

"Gue rasa seru juga kalau kita coba." kata Zee menyetujui. Jeffrey terlihat senang mendengarkan pendapat Zee.

"Ah, gue juga setuju. Kita kan belum pernah ngelawan hal yang lebih besar dari ini. Ya, mungkin bakal berisiko besar, tapi gak ada salahnya kita tantang diri kita sendiri biar lebih kuat." kata Avan menyetujui.

"Tapi taruhannya nyawa loh, kita bisa aja ke tangkap sama mereka dan malah dibunuh." kata G.B menakut-takuti.

"Ayolah, ini rencana untuk suatu saat nanti, bukan sekarang. Tugas kita sekarang adalah mengumpulkan pistol atau senjata tajam buat persiapan nanti." kata Jeffrey. Mereka pun mengangguk mengerti.

Seperti itulah mereka, termasuk Jeffrey. Tak ada kata bercanda dan tak ada main-main. Mereka harus lebih memilih serius dan tidak melakukan hal yang sia-sia. Setiap berkumpul, pasti yang akan dibahas adalah strategi, strategi dan strategi. Sok dewasa sekali bukan?

Memang, mereka masih duduk dibangku sekolah dasar, tapi otak mereka sepertinya tidak sama dengan umur mereka. Atau mungkin, mereka mencoba untuk menjadi dewasa? Bahkan kelakuannya pun bukan seperti anak SD pada umumnya, malah terlihat seperti preman. Membuat masalah diluar sekolah, berurusan dengan hal yang berbahaya bahkan tawuran melawan geng-geng lain. Mereka mengancam diri sendiri.

Mungkin karena otak mereka yang pintar membuat mereka enggan untuk bermain-main layaknya anak SD. Yang ada dipikiran mereka hanyalah bertarung, siapa yang lebih kuat dan siapa yang berhak berkuasa. Entah siapa yang mengajari mereka berperilaku seperti itu. Tentu saja orang tua dan para polisi tak mengetahui hal ini karena mereka tak melibatkan sekolah dalam pertarungan mereka. Mungkin para guru dan murid lainnya sudah mengetahui hal ini, tapi mereka lebih memilih bungkam daripada harus berurusan dengan mereka. Entah apa yang akan dilakukan anak-anak SD itu jika orang lain ikut campur.

-------------

"Emm.. gue udah punya 10 revolver" ujar Avan sembari memainkan satu pistolnya. Ya, kini The Grazon 8 tengah mengumpulkan berapa banyak senjata tajam yang mereka miliki. Entah dari mana mereka mendapatkannya.

"Dan gue punya 15 pistol dan 10 pisau." ucap Jeffrey sambil menunjukkan salah satu pistol miliknya.

"Gue baru 7 revolver" ucap Zee.

"Gue cuma dapet 5. Ini juga susah buat dapetinnya." kata Alva sambil menunjukkan 5 revolver miliknya.

"Kalau kalian?" tanya Jeffrey kepada Stev, G.B dan Naira. Mereka pun menunjukkan senjata mereka masing-masing.

"10 pisau lipat, 3 revolver dan 6 pisau dapur." jawab Naira. Ia mengeluarkan senjata-senjata itu dari tasnya.

"10 pisau" kata G.B. Semuanya hanya menatap G.B dengan miris. Ia tak memegang satupun jenis pistol.

"Gak usah ngerasa kasihan. Gue bakalan cari lagi senjata yang lainnya. Untuk saat ini gue cuma dapet yang itu." lanjutnya dengan kesal. Stev tertawa kecil.

"Lihat nih, gue punya 3 shotgun, 20 pistol mematikan dan 10 revolver. Gue gak butuh benda yang gak berguna." katanya sedikit menyindir G.B. Lelaki itu sadar akan sindiran Stev, ia pun bangkit dari duduknya.

"Woi, pisau juga berguna, kali. Gue hebat dalam membidik target gue. Kalau gue lemparin 100 pisau gue yakin target gue langsung K.O ditempat. Lain kali gue bakalan beli panah biar lebih berguna." kesalnya membuat Stev tertawa puas setelah melihat wajah lelaki itu.

"Gak usah ketawa loe, jelek." kata G.B. Bukannya memberhentikan tawanya, Stev malah memperkencang nada tertawanya.

"Fuck you, Stev." kesal G.B sambil menunjukkan kedua jari tengahnya.

"Ck udah-udah. Denger nih ya, gue mau kita buat markas untuk simpan semua senjata ini. Kalau ketahuan sama nyokap bokap bakalan ribet nantinya. Kemarin gue udah review suatu tempat paling cocok buat kita." kata Jeffrey sambil tersenyum jahat.

"Dimana?"

"Ruang peralatan." jawab Jeffrey. Mereka terlihat heran dengan jawaban Jeffrey.

"Maksud loe diruang peralatan sekolah?" tanya Naira yang akhirnya mengeluarkan suaranya. Jeffrey menggangguk.

"Bukannya terlalu terbuka kalau kita simpen senjata ini di sekolah? Kalau semua orang tau bisa bahaya, Jeff!"

"Nah, itu yang gak kalian tau. Mending sekarang kita rapihin ini semua dan ikut gue." kata Jeffrey. Anggota The Grazon 8 menuruti ucapan lelaki berkulit putih itu. Mereka merapikan senjata tajam mereka ke dalam tas dan beranjak dari aula sekolah mengikuti kemana leader mereka ini pergi.

Sudah 2 jam berlalu setelah bel sekolah dibunyikan. Tentu saja sekolahan mulai sepi, hanya ada beberapa anak SMP dan SMA yang mengikuti kegiatan eskul. Tapi sepertinya mereka tak begitu memperhatikan gerak gerik anak-anak SD ini.

Ruang peralatan yang dimaksud Jeffrey adalah ruangan yang terletak dibelakang gedung SD yang cukup jauh dari gedung SMP dan SMA. Sepertinya ruangan ini tidak begitu digunakan dan hanya untuk menyimpan barang-barang sekolah. Mereka masuk ke dalam sana dan hanya ada beberapa peralatan kebersihan dan olahraga. Bahkan ada pula kursi dan meja yang tak terpakai disana. Dilihat, Jeffrey mendekati sebuah meja. Ia memindahkan meja tersebut dan terlihatlah sebuah pintu kecil. Heran, tentu saja anggota TG8 yang lainnya merasa heran. Mereka tak pernah melihat hal selangka ini.

"Tadinya pintu ini ditutup sama kayu. Terus gue bongkar, ternyata ada pintu menuju ke ruang bawah tanah." katanya sebelum teman-temannya melontarkan pertanyaan.

"Ruang bawah tanah?" tanya Avan.

"Ah, ayo kita masuk." kata Jeffrey dan membuka pintu itu. Terlihatlah tangga untuk turun kesana.

"Gelap ya? Gue gak ikut deh." kata Alva. Ia memang takut gelap.

"Gak kok, gak gelap-gelap banget." jawab Jeffrey mencoba untuk meyakini temannya itu.

"Gue turun duluan." lanjutnya dan turun ke bawah sana. Disusul oleh Avan, Naira, Stev, G.B, Zee dan terakhir Alva. Mereka lihat sebuah lorong dengan cahaya yang minim. Alva terlihat takut dan memeluk lengan Zee. Zee hanya mendengus kesal.

Jeffrey menelusuri lorong itu dan diikuti yang lainnya. Tak lama mereka menemukan sebuah pintu berbesi dan sangat besar. Disamping pintu ini terdapat sebuah keyboard angka dan sebuah speaker kecil.

"Apaan nih?" tanya Avan yang sama bingungnya dengan mereka.

Bersambung ...

yuk dicomment dan votenya ya jangan lupa. jangan cuma jadi silet reader aja hehe

follow akunku di Wattpad dan baca juga ceritanya