webnovel

X-Code

Ainlanzer memiliki kemampuan bertarung yang tinggi, daya analisa yang kuat, serta daya tangkap yang cepat. Hal itu membuat alam semesta memberinya banyak ujian. Ditambah dengan kode genetik yang unik, membuatnya terpilih menjadi calon 'Utusan Perdamaian'. Ia yang baru saja bergabung dengan Pasukan Independen Cerberus, harus menghadapi sosok Grief -Sang Pengkhianat. Grief dan pasukannya -Abaddon, membawa malapetaka bagi Cerberus juga bagi seluruh daratan Logard. Bersama dengan para sahabatnya -para Pasukan Cerberus, Ain harus menghadapi krisis yang tengah melanda tiga wilayah Logard: Rovan, Munkan dan Zinzam. Pertemuannya dengan Grief, juga dengan Tiash -gadis bangsawan dari Kota Para Dewa, Elyosa- menjadi awal perjalanannya di daratan Logard. Ujian pertama untuk Sang 'Utusan Perdamaian' baru saja dimulai...

Neura_D · Sci-fi
Not enough ratings
312 Chs

Jatuhnya Sang Pemusnah, Bagian #2

Apa yang dikatakan oleh Ain pada Vabica ternyata benar terjadi. Left Head sudah dikepung oleh pasukan Abaddon yang bertujuan untuk melemahkan pertahanan.

"Sudah selesai?" tanya Heim pada Marlat yang diberi tugas untuk membantu jalannya proses evakuasi di Left Head.

Khawatir akan terjadi hal serupa seperti yang menimpa Centra Head, Heim beserta beberapa pasukan dengan Rank-S lain berinisiatif untuk mengevakuasi semua penghuni Left Head lewat jalur darurat yang terletak di bagian belakang bangunan.

"Sudah, Master."

"Baguslah. Sekarang kau bantu Vabica."

Lalu, Heim dan Orland bergegas pergi untuk memandu para penghuni Left Head.

Sedangkan Marlat, seperti yang diperintahkan, ia kembali ke garis depan untuk membantu Vabica.

[•X-Code•]

Kali ini Vabica tidak berada di dalam Trava. Ia tengah menghalau pasukan Abaddon yang menyerang di darat.

Beberapa pesawat pasukan Abaddon melesat sambil menembakkan laser, tapi para pasukan Cerberus bisa meminimalisir serangan udara itu. Pasukan pertahanan udara Cerberus tampaknya mampu mengimbangi serangan mereka.

Marlat yang tiba di garis depan hanya terpaku melihat Vabica. Dengan mudah, gadis itu melesat lalu melumpuhkan para pasukan musuh.

Gerakan Vabica begitu lincah dan cekatan, tapi punya daya hancur yang begitu dahsyat. Satu hantaman dari Vabica bisa melumpuhkan 5 sampai 7 pasukan Abaddon sekaligus.

Dengan Halberd miliknya, Vabica membuat formasi musuh berantakan. Akibatnya, pasukan Cerberus bisa dengan mudah melawan pasukan Abaddon yang memiliki persenjataan lebih canggih.

"Pantas saja dia bisa masuk Cerberus tanpa ujian," pikir Marlat yang kemudian bergabung dengan formasi pasukan Cerberus untuk menghalau musuh.

Tidak hanya Vabica, beberapa anggota pasukan dengan Rank-S juga ada di sana untuk memimpin, mempermudah pasukan Cerberus untuk mengalahkan Abaddon.

Namun kemudahan itu tidak berlangsung lama.

Sebuah pesawat yang lebih besar dari pesawat-pesawat Abaddon lainnya datang membawa pasukan khusus Abaddon; pasukan khusus yang direkrut langsung oleh Grief karena kemampuan bertarung mereka. Jumlahnya hanya puluhan, tapi kemampuan mereka bisa mengimbangi Rank-S pasukan Cerberus. Bahkan beberapa pasukan Cerberus dengan Rank-S terbunuh oleh mereka.

Vabica harus berusaha lebih keras lagi. Kali ini, lawan mereka bukanlah pasukan biasa seperti yang sebelumnya ia lawan.

Kedatangan para pasukan khusus membuat Abaddon kembali mengungguli medan pertempuran, di depan bangunan Left Head yang masih berdiri kokoh.

[•X-Code•]

"Terus, di mana 'Ratu Kebangkitan' sekarang?", "Ternyata Elyosa memang benar-benar ada!", "Kak! Cerita lagi, dong!" Tiash yang baru saja menuntaskan ceritanya tentang Ratu Kebangkitan, langsung diserbu oleh pertanyaan dan permintaan dari anak-anak itu.

"Iya-iya," jawab Tiash dengan senyum lembutnya pada mereka. Hatinya merasa puas melihat ketakutan yang semula menyelubungi anak-anak itu, kini sudah hilang tak berbekas.

"Aku berhasil, kak!" bisik Tiash sambil menoleh ke arah Yola yang berada di belakangnya.

Yola menyambutnya dengan senyum yang tak kalah manis dengan Tiash, juga acungan jempol sebagai ungkapan rasa bangganya pada Tiash.

Tak lama setelah itu, seorang pria paruh baya tiba di sana. Dengan segera, para pasukan Cerberus yang sedari tadi ikut serta duduk mengelilingi Tiash, berdiri lalu memberi hormat khas pasukan Cerberus pada pria tersebut.

Pria itu, sang Maestro dari Right Head, membalas hormat mereka dengan gerakan yang sama.

Lalu sang Maestro memerhatikan dengan seksama orang-orang yang ada di dalam bungker. Ia terlihat seperti sedang mencari seseorang. Tatapannya tertuju pada orang-orang yang terlihat asing baginya; para pelarian dari Elyosa.

"Kalian para penduduk Elyosa, ikut aku," ujar sang Maestro itu dengan raut wajah seriusnya.

Kulit wajahnya terlihat sedikit pucat, seolah sesuatu yang buruk tengah terjadi. Memang sesuatu yang buruk tengah terjadi di Cerberus, tapi mereka merasa ada hal lain yang meresahkan sang Maestro.

Yola beserta para penduduk Elyosa lain segera berdiri.

Tiash juga hendak mengikuti mereka, namun tangannya ditarik pelan oleh seseorang dari belakang, mencegahnya untuk berdiri. Ia menoleh ke belakang, dan mendapati seorang gadis yang mengenakan jubah kain berwarna hitam lengkap dengan tudung kepala yang cukup lebar untuk menutupi sebagian besar wajahnya. Tapi anehnya, Tiash tidak menyadari keberadaan gadis itu sedari awal. Ia sampai berpikir, "Sejak kapan dia ada di sana?"

"Jangan," ujar gadis itu pelan tanpa melepas cengkraman tangannya dari Tiash.

Tiash merasa bingung. Ia tidak tahu harus bagaimana. Apakah ia harus mengikuti perintah sang Maestro dari Right Head, atau mengikuti saran dari seorang gadis misterius yang tidak ia kenali?

"Kenapa?" tanya Tiash, yang pada akhirnya memilih untuk kembali duduk.

Gadis misterius itu tidak menjawab. Ia hanya meletakkan telunjuk di depan bibirnya, memberi isyarat pada Tiash untuk diam. Ia juga memberi selembar kain untuk menutupi rambut Tiash yang mencolok.

Demi mendapat sebuah jawaban, Tiash mengikuti permintaan gadis misterius itu. Kemudian ia melirik ke depan, bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa.

"Hanya kalian?" tanya Maestro pada para penduduk Elyosa yang sudah berdiri di hadapannya.

Yola melirik ke arah para penduduk Elyosa lain yang mengikutinya dari belakang. Ia tidak menemukan Tiash di antara mereka. Kemudian ia mengalihkan pandangannya ke belakang, tempat Tiash berada. Alisnya berkerut heran melihatnya, namun Tiash bergegas menggelengkan kepalanya pelan dengan raut wajah serius.

Yola tidak begitu paham dengan maksud Tiash menggeleng pelan. Tapi ia tahu kalau Tiash tidak bisa ikut dengannya. Entah apa alasannya, Yola memilih untuk mengikuti permintaan Tiash.

"Iya, hanya kami," jawab Yola dengan mantap. Sedikit rasa khawatir bersemayam di lubuk hatinya. "Ada apa ini sebenarnya?" pikirnya.

Tiash melongokkan kepala ke arah pintu otomatis yang langsung tertutup begitu Yola beserta penduduk Elyosa lainnya pergi mengikuti sang Maestro.

"Ada apa sebenarnya?" tanya Tiash setengah berbisik.

"Tunggulah sebentar lagi," jawab gadis misterius itu yang juga setengah berbisik.