webnovel

Kebaikan Keluarga Dirgantara

Seperti permintaan ibu mertuanya pada akhirnya di sinilah Salsabila berakhir, di sebuah salon megah yang menjadi langganan keluarga Dirgantara. Alexa yang pertama kalinya membawa ke tempat ini, awalnya Salsabila tentu saja tidak terbiasa mendatangi tempat-tempat yang seperti ini.

Tetapi Alexa terus memberikannya kepercayaan diri bahwa itu memang keharusan dilakukan oleh seorang perempuan, terlebih lagi Salsabila adalah seorang istri. Alexa terus menekankan kepadanya bahwa ia harus tampil cantik di depan Alan, agar pria itu semakin mencintainya dan tidak akan mengkhianatinya.

Tetapi bagaimana mungkin, Alan bahkan sudah punya wanita lain jauh di saat mereka belum melangsungkan pernikahan, dan sama sekali tidak ada niatan bagi pria itu untuk mengakhiri hubungannya. Miris sekali, bukan?

Salsabila menjalani perawatan hingga nyaris jam sepuluh malam. Pihak salon jelas tidak akan keberatan jika pegawainya lembur hanya untuk melayani seorang istri dari keluarga Dirgantara itu. Tentu saja itu semua karena kekuasaan orang tua Alan dan kekuasaan Alan tentu saja.

Mereka adalah sponsor terbesar di salon ini, sehingga pihak mereka juga harus memberikan pelayanan ekstra pada keluarga Dirgantara.

"Biar kali ini saya yang bayar tagihannya." Salsabila sudah punya penghasilan sendiri, jelaslah ia tidak ingin selalu bergantung pada mertuanya. Meskipun kedua mertuanya itu bahkan Alan sama sekali tidak keberatan. Tetapi Salsabila jelas tahu diri, sampai kapan ia akan selalu bergantung kepada keluarga Dirgantara.

"Masukkan ke dalam rekeningku tagihannya," ujar Salsabila kembali kepada kasir yang melayaninya.

"Maaf, Ibu Salsabila. Semuanya sudah dimasukkan ke tagihan seperti biasanya," jelas kasir wanita itu dengan sopan.

Seperti biasa. Ya, mana mungkin ibu mertuanya itu akan membiarkannya mengeluarkan uang sepeser pun. Mereka terus akan membiarkan Salsabila hidup berkecukupan di tengah-tengah keluarga mereka tanpa mengeluarkan hasil jerih payah sendiri. Keluarga Dirgantara akan memastikan hidup Salsabila terjamin. Selamanya.

Kalau sudah seperti ini Salsabila bisa apa, pada akhirnya ia menerima dan mengangguk. "Iya sudah kalau begitu. Terima kasih atas pelayanannya, aku sangat-sangat puas." Salsabila berterima kasih dan melontarkan kepuasannya pada pelayanan salon tersebut.

Kalau seperti itu, Salsabila mau bagaimana lagi. Mertuanya sama sekali tidak ingin didebat kalau masalah uang. Jadi, Salsabila hanya bisa mengikuti kemauan mereka.

Salsabila pun segera meninggalkan salon tersebut dan pulang ke rumah. Ia harus mengistirahatkan tubuh, esok hari masih banyak kerjaaan yang menunggu.

****

"Tebak aku di mana?" Suara cempreng terdengar mengganggu telinga Salsabila ketika ia mengangkat telepon.

Ini masih jam enam pagi. Masih terlalu pagi untuk dibangunkan oleh suara teriakan yang super duper cempreng itu.

"Alexa, ini masih terlalu pagi," cicit Salsabila, sembari menguap. "Kau sudah ada di bandara?"

Alexa tertawa kencang mendengar suara serak Salsabila. Hari ini dia memang tiba di Indonesia sesuai rencana. Dan tebakan Salsabila tepat sasaran, saat ini dia memang sudah tiba di bandara. Seharusnya Alexa menggunakan penerbangan pribadi, sesuai tawaran kakaknya, Alan. Tetapi Alexa menolak dan bersikeras untuk naik pesawat komersil saja. Dia memang sering beda pemikiran dengan Alan. Kalau Alan memikirkan kenyamanan dan kecepatan, Alexa bilang itu pemborosan. Toh, menurutnya dia sedang tidak diburu deadline tertentu.

"Aku akan ke rumah kalian, Salsa. Kita harus sarapan bersama."

Terdengar kembali seruan di seberang sana.

Salsabila segera bangun dari pembaringan, lalu merenggangkan tubuhnya. "Baiklah, aku akan menunggumu, Al."

Setelah mengatakan hal tersebut, Salsabila menutup telepon. Dengan susah payah mengenyahkan kantuk, Salsabila bergegas ke kamar mandi untuk melakukan ritual paginya.

Setelah selesai, Salsabila bergegas turun ke lantai satu, menuju ke dapur. Salsabila meminta bude Yun untuk menyiapkan sarapan nasi goreng untuk Alexa dan mungkin untuk Alan. Salsabila dan Alan jarang sarapan bersama, kalaupun itu terjadi masih bisa dihitung dengan jari. Salsabila juga selalu berangkat lebih pagi dari Alan, jadi dia sama sekali tidak tahu pasti apa yang selalu menjadi sarapan pria itu tiap hari. Pria itu pemilih dalam hal makanan, jelas berbeda bagi Salsabila yang hanya sarapan roti selai strawberry dan kopi.

"Selainya habis, Bude?"

"Sudah habis, Ibu," jawab bude Yun yang kini tengah mengaduk nasi goreng di atas wajan.

Salsabila tentu saja tidak menyangka kalau selai strawberry-nya sudah habis. Seingatnya kemarin masih tersisa separuh jar. Tetapi kenapa tiba-tiba sudah habis?

Bude Yun tersenyum kecil, dia menyadari kebingungan Salsabila oleh itu ia segera bersuara, "Bapak yang makan. Sarapan kemarin makan pakai roti selai, semalam pulang kantor ngemil itu juga. Dan selainya langsung ludes, Ibu."

Hah? Tumben banget.

Salsabila memilih abai. Tentu saja dia tidak menyangka, tetapi Salsabila tidak ambil pusing. Kalau ada waktu luang ia akan kembali membuat selai strawberry-nya.

Mumpung masih pagi dan Alexa belum tiba di rumah, Salsabila membantu bude Yun untuk menyiapkan sarapan mereka bersama. Saat Salsabila dengan cekatan menyiapkan piring dan ditata di atas meja makan, Salsabila mendengar teriakan cempreng yang terdengar dari arah ruang tamu.

 "Salsabila!"

Salsabila terpekik saat Alexa melompat memeluknya. Salsabila dan Alexa bisa dikatakan memang begitu dekat, mungkin karena keduanya seumuran. Sehingga mereka tepat untuk bersama. Selain itu keduanya juga memiliki kemiripan yang hampir sama, sama-sama tidak punya teman dekat. Hidup di circle ini susah memang untuk memiliki teman dekat, jadilah dia terperangkap bersama. Tetapi kemiripannya dan Alexa justru berbeda dengan Alan, pria itu punya banyak teman untuk bersenang-senang.

"Mas Alan di mana?" tanya Alexa yang sudah melepaskan pelukannya dari Salsabila dan sekarang mencari keberadaan kakaknya tersebut.

Salsabila menunjuk lantai atas dengan dagu. "Masih ada di atas, sapalah dia dulu. Sebentar lagi sarapan akan siap."

Alexa tersenyum lebar, kemudian naik ke lantai dua, di mana kamar Alan berada. Setelah Alexa berlalu dari hadapannya, Salsabila kembali menekuri kegiatannya yang sebelumnya terpending oleh kedatangan Alexa, menata sarapan di atas meja. Beberapa menit kemudian, Alexa turun dengan menyeret Alan. Biasanya kalau akhir pekan, Alan akan bangun siang dan pergi sekitar jam sepuluh pagi untuk berolahraga atau mengunjungi teman-temannya tetapi sepertinya hari ini tidak berlaku karena ada Alexa yang menjadi pengganggu. Meskipun sudah mandi dan segar, masih terlihat jelas kalau pria itu sebenarnya masih mengantuk.

"Bangun siang rezeki akan dipatok ayam, Mas," ujar Alexa saat ketiganya sudah duduk mengitari meja makan.

Alan hanya mendengkus. "Biarkan saja ayam-ayam itu mematuk rezekiku di akhir pekan. Aku juga butuh libur, Xa."

Alexa memutar bola matanya. "Aku bahkan tidak bisa mengkritik apa pun karena keluarga kita semakin kaya raya semenjak kamu yang mengelola perusahaan."

Salsabila hanya bisa tersenyum melihat reaksi kedua kakak beradik itu. Salsabila sudah biasa menyaksikan pertengkaran-pertengkaran kecil mereka. Keduanya memang selalu ramai seperti ini ketika berada di tempat yang sama.