Marisa menatap kosong pemandangan yang ada di depannya. Dia tidak tahu bagaimana harus bereaksi. Ardo duduk canggung di kursi yang biasanya ditempati Daniel saat rapat.
Sudah dari pagi Daniel belum tampak di kantor. Sebenarnya urusan apa yang jauh lebih penting dari perusahaan baginya? Tidak biasanya dia menomor duakan pekerjaan seperti sekarang ini.
Tapi bukan itu yang mengganggu pikiran Marisa saat ini. Melainkan Ardo yang dirasa sudah membohonginya. Dia tidak pernah mengatakan jika dia memiliki jabatan tinggi di perusahaan.
Hal itu cukup membuat Marisa merasa rendah diri untuk dekat dengannya.
Pantas saja banyak pandangan sinis padanya saat dia bersama Ardo selama di kantor.
Kini dia tidak berani menatap ke arah laki-laki itu. Dia merasa seperti orang yang tidak tahu diri.
Ketika rapat selesai Marisa bergegas untuk meninggalkan ruangan. Tapi langkahnya terhenti karena tangan Ardo berhasil menangkap pergelangan tangannya.
"Biar aku jelaskan," ucap Ardo.
"Jelaskan apa ya? Sepertinya tidak ada yang perlu dijelaskan," sahut Marisa. Dia memaksakan senyumnya.
"Aku gak bermaksud membohongimu Marisa," ungkap Ardo.
"Maaf pak, saya masih ada pekerjaan lain. Permisi." Marisa segera memotong perkataan Ardo. Kemudian dia berbalik dan pergi meninggalkan laki-laki itu dengan langkah berat. Marisa memutuskan untuk tidak berurusan dengan orang yang jauh di atas levelnya. Karena menurutnya hal itu tidak akan berhasil.
***
Sementara itu Daniel masih berada di apartemen Rachel. Dia sendiri tidak menyangka kenapa sampai sekarang dia masih berada di sana. Mereka baru selesai membereskan apartemen.
Rachel kembali dari dapur membawa segelas kopi untuk Daniel dan segelas teh hijau untuk dirinya.
"Terima kasih," ucap Daniel setelah menerima gelas pemberian Rachel.
"Aku yang terima kasih karena kamu sudah mau membantu membersihkan apartemen ini," kata Rachel lalu menyesap tehnya.
"Bagaimana kabarmu? Bukannya lebih nyaman di Belanda karena dekat dengan orang tuamu," kata Daniel memulai pembicaraan.
Pertanyaan Daniel membuat Rachel tersenyum pahit.
"Kenapa? Apa kamu gak suka aku kembali?" tanya Rachel.
"Bukan begitu maksudku, cuma... Ah udahlah lupain aja ucapanku tadi." Daniel memalingkan wajahnya dari Rachel.
"Apa kamu gak kangen aku?" tanya Rachel membuat Daniel terkejut. Dia tersedak minumannya setelah mendengar pertanyaan dari wanita tersebut.
Rachel segera mengambil tisu yang berada di atas meja. Dia berniat membersihkan tumpahan kopi yang mengenai kemeja Daniel.
"Biar aku sendiri," cegah laki-laki itu. Dia mengambil sendiri tisu dan mencoba mengusap kemejanya yang sudah kotor karena noda kopi.
"Kenapa reaksimu berlebihan seperti itu," gumam Rachel. Dia memperhatikan Daniel yang masih sibuk dengan kemejanya.
"Lepasin itu, biar aku mencucinya sebentar," kata Rachel. Sementara mata Daniel membulat mendengar perkataan dari Rachel .
Apa dia tidak salah dengar kalau Rachel menyuruhnya membuka kemeja itu sama saja menyuruh dia untuk telanjang dada.
"Gak usah, biarkan begini aja." Daniel menolaknya mentah-mentah.
"Kalau dibiarkan terlalu lama nanti nodanya gak bisa hilang." Raisa bersikeras dan tidak mau kalah
Akhirnya Daniel mengalah karena Rachel terus mendesaknya untuk membuka kemejanya.
"Biar aku buka sendiri," ucap Daniel.
Rachel lalu berbalik dan tersenyum.
Kini Rachel sedang mencuci bagian yang ternoda melalui wastafel. Sedangkan Daniel duduk di sofa, ia mengenakan jas nya untuk menutupi tubuhnya.
"Kenapa kamu canggung banget? Padahal dulu kita bertiga sering berenang bersama. Dan kamu gak malu buat bertelanjang dada," kata Rachel yang masih sibuk mencuci kemeja Daniel.
Hal itu memang benar, karena dulu mereka bersahabat. Tapi kini saat cinta mulai ikut campur ke dalamnya maka situasi menjadi berbeda.
"Ini dia, gak lama kan," kata Rachel. Dia selesai mengeringkannya dengan hair dryer miliknya.
Lalu dia menuju ke tempat Daniel duduk.
Tangan Rachel membantu Daniel mengenakan kemejanya. Jarinya gemulai menyatukan satu persatu kancing kemeja laki-laki itu.
Tentu saja Daniel tidak diam saja. Sebelum lebih jauh, Daniel melepaskan tangan Rachel dan mengancingkan sendiri kemejanya.
Tangan Rachel kini pindah ke dada bidang Daniel. Dia bisa merasakan detak jantung Daniel yang begitu cepat seperti yang ia rasakan.
Tiba-tiba saja. . .
CUP!
Rachel mendaratkan kecupan di bibir Daniel dengan cepat. Setelah itu dia berbalik memunggungi Daniel karena malu. Sedangkan Daniel masih membeku di tempatnya. Dia tidak percaya apa yang baru saja terjadi, sejak kapan Rachel jadi seberani ini?
"Maaf," ucap Rachel. Dia tidak berani menatap wajah Daniel saat ini. Takut jika lelaki itu akan marah padanya.
"Sebaiknya aku pergi sekarang," ucap Daniel setelah dia selesai merapikan kemejanya.
Rachel lega karena Daniel tidak marah padanya. Apa artinya itu Daniel memiliki perasaan yang sama padanya?
Daniel masih ada di basement apartemen Rachel. Dia masih mencerna apa yang sudah terjadi. Matanya melirik ke arah cermin yang ada di depannya. Dia memegangi bibirnya yang baru saja dicium oleh wanita itu. Sesaat dia bingung, dia sangat yakin jika dia tidak punya perasaan lebih padanya. Tapi dia juga tidak bisa marah begitu saja pada Rachel.
***
"Biar aku antar pulang ya," tawar Ardo pada Marisa yang saat itu sudah meninggalkan kantor.
Bahkan Ardo meninggalkan mobilnya agar tidak kehilangan jejak Marisa.
"Gak perlu, biar aku naik bis aja," kata Marisa. Tidak lama bis yang ia tunggu datang, Marisa langsung masuk ke dalamnya.
Tanpa pikir panjang Ardo ikut masuk ke dalam bus. Dia bercampur dengan berbagai orang dari semua kalangan yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan.
Untuk menghindari Ardo, Marisa duduk di salah satu kursi kosong depan. Karena kursi depan penuh Ardo memilih untuk mengawasi Marisa dari kursi belakang.
Sampai satu jam lebih akhirnya Marisa turun dan diikuti oleh Ardo. Marisa mempercepat langkahnya untuk meninggalkan Ardo.
"Aku mohon, maafin aku Raisa," ucap Ardo setelah dia berhasil mengimbangi langkah wanita itu.
"Maaf buat apa?" tanya Marisa tanpa memandang ke wajah Ardo.
"Aku gak bermaksud menyembunyikan identitasku dari kamu, aku emang berniat mengatakannya nanti," terang Ardo.
Marisa menghentikan langkahnya dan kini tubuhnya menghadap Ardo.
"Aku rasa gak ada yang spesial di antara kita, jadi tolong bersikaplah layaknya atasan dan bawahan di kantor. Aku gak mau orang-orang bergosip di belakangku mengatakan kalau aku sengaja menggoda atasan." Marisa mengatakannya dengan satu tarikan napas.
Setelah itu dia masuk ke dalam rumahnya tanpa menunggu jawaban dari Ardo. Saat masuk ke dalam rumah, dia melihat Rara yang bersender di belakang pintu.
Rara bertepuk tangan setelah melihat kedatangan Marisa.
"Kenapa kamu?" tanya Marisa heran.
"Hebat banget, kakak bisa mendapatkan dua pria kaya sekaligus, aku benar-benar gak menyangka," kata Rara membuat Marisa meradang.
"Yang tadi pagi dan yang sekarang beda, kenapa kakak serakah sekali ck ck ck." Rara mencibir Marisa.
"Jangan sok tahu! Urus aja kuliahmu lalu cepat tinggalkan rumahku!" bentak Marisa lalu dia masuk ke dalam kamarnya.