webnovel

Which One Should I Choose

Hanya gara-gara mimpi digigit ular, aku sekarang dijodohkan dengan seseorang. Perjodohan itu merupakan perjanjian atau surat wasiat antara mendiang Ayahku dan sahabatnya. Jika aku menolak perjodohan itu, maka aku harus membayar uang dalam jumlah banyak. Dari mana coba aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Dan atas dasar apa pula Ayahku menjodohkan aku dengan anak sahabatnya itu? Aku juga sudah menaruh perasaan kepada teman dekatku, kenapa harus pakai acara perjodohan lagi! Benar-benar frustasi aku sekarang, entah apa yang akan terjadi ke depannya. Yang mana harus aku pilih sekarang? Menolak perjodohan, menerimanya dengan pasrah, menyatakan perasaan kepada teman dekatku itu? Atau terjerat ke dalam perasaan cinta antara teman dekat dengan orang yang dijodohkan denganku? Tetap ikuti terus ceritanya!

LaveniaLie · Teen
Not enough ratings
316 Chs

Semua Itu Adalah Kebohongan

Semua orang pun mulai bergerak mengikuti rute yang sudah ditentukan. Carissa merasa akan terjadi hal buruk padanya sebentar lagi, terkadang intuisinya itu tidak pernah salah. "Cepat sedikit jalanmu itu, nanti kalah!" kata Rian sedikit membentak.

"Iya, maafkan aku … Tapi aku sudah berjalan cepat ini," ujar Carissa. 

Karena Rian berjalan begitu cepat, Carissa tersandung akar pohon. "Tunggu," kata Carissa. Rian tidak menoleh sama sekali, ia terus berjalan dan meninggalkan Carissa. Carissa berusaha bangkit dan berlari dengan pincang menyusul Rian yang berjalan semakin jauh. Rian pun langsung mematikan senternya dan berlari sejauh mungkin dari Carissa. Karena hutan kemah itu gelap, pastilah Carissa tidak akan melihatnya ketika senter sudah dimatikan.

Carissa terus berlari, namun ia kehilangan jejak Rian. "Harus bagaimana ini?" tanya Carissa. Carissa harusnya tadi membawa handphonenya, tapi sayang ia tidak sempat lagi untuk kembali ke tenda waktu itu. Karena Rian sudah masuk ke dalam hutan lebih dulu, mau tidak mau tadi ia mengikuti Rian.

***

"Dirga, tolong pelan sedikit langkahmu," ujar Lela sedikit merengek.

"Iya, ayo cepat, keburu nanti semuanya sudah berkumpul," kata Dirga sambil memelankan langkahnya. Lela merasa senang sekali karena mendapatkan perhatian dari Dirga, sekaligus bisa menghabiskan waktu bersama dalam kegiatan ini.

"Dirga," panggil Lela.

"Hm? Apa?" jawab Diga.

"Sudah lama ya kita tidak menghabiskan waktu bersama. Bagaimana rasa salad yang waktu itu aku berikan ke kamu?" 

"Ya, sudah lama sekali. Soal rasa saladnya, cukup enak, aku suka," jawab Dirga singkat.

"Baguslah jika kamu menyukainya." Hati Lela terasa berbunga-bunga mendengar respon dari Dirga, baginya itu cukup untuk menghilangkan rasa cemburunya terhadap Carissa. Selintas pertanyaan pun muncul di pikiran Lela. "Dirga, apakah boleh aku menanyakan sesuatu sama kamu?" 

"Katakan saja apa itu?" 

"Kok kamu bisa sih perginya kemahnya sama Carissa? Terus kalian berdua cukup dekat, ya. Memangnya kalian berdua ada hubungan apa, ya? Kalau aku boleh tahu?" 

DEG! "Gawatlah, harus jawab apa ini?" gumam Dirga.

"Dirga, kamu dengar aku kan?" tanya Lela yang sudah tidak sabaran menunggu jawaban dari Dirga.

"Iya, aku dengar kok." Dirga terus berjalan dan berusaha memikirkan jawaban apa yang pantas untuk menjawab pertanyaan Lela itu. Tidak mungkinlah Dirga menjawab, dia tunanganku, kan tidak mungkin. Pastilah itu akan menyakiti perasaan Lela. Kalau ia jawab saudara, kan juga tidak mungkin, lagipula Lela tahu semua sepupu Dirga siapa saja, kan dari kecil Dirga dan Lela sudah dekat, apalagi dengan keluarga serta sepupunya.

"Pasti ada yang disembunyikan oleh Dirga, tentang hubungannya dengan Carissa. Aku sudah menduganya hal itu," gumam Lela. "Baiklah, jika kamu tidak mau menjawabnya, tidak apa. lagipula aku tidak memaksa," kata Lela tersenyum kearah Dirga.

Seketika Dirga merasa lega sekali, karena ia tidak dipaksakan menjawab hal itu. Biasanya Lela akan memaksanya menjawab kalau memang sudah penasaran. "Kita sudah sampai," ujar Dirga. Dirga dan Lela pun berlari mendekati api unggun. "Baik, tim Dirga dan Lela sudah sampai duluan," ujar Beni sambil mencantunkan nama Dirga dan Lela dalam sebuah kertas.

Dari kejauhan, Rian melihat hal itu dan berlari mendekat kearah api unggun tersebut, serta tidak lupa memasang wajah ketakutan dan cemas. "Tolong aku!" teriak Rian.

"Tolong kenapa Kak? Ada apa?" tanya Lela khawatir.

"Apa kalian berdua lihat Carissa? Aku kehilangan jejaknya tadi!" jawab Rian.

"Apa? Bagaimana bisa kamu bisa kehilangan jejak Carissa? Kamu ini bagaimana sih jadi cowok, jaga satu cewek saja tidak bisa?" marah Dirga.

"Ceritanya begini, aku waktu itu mengikat tali sepatuku dan saat aku selesai mengikat tali sepatuku, tiba-tiba Carissa sudah tidak ada. Aku berlari kesana kemari, tapi tidak menemukan dia. Aku pikir dia sudah sampai di api unggun," jelas Rian.

Dirga mencoba menahan emosinya, ia berlari ke dalam hutan dengan mengikuti rute awal Rian dan Carissa pergi tadi. Dirga sendiri tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Rian, terkesan seperti kebohongan di telinganya. Masalahnya Carissa itu takut gelap, mana mungkin ia meninggalkan Rian. Sedangkan, yang membawa senter adalah Rian dan di tangan Rian tadi, ada senter di saku celana belakangnya.

"Dirga! Kamu mau kemana!" teriak Lela.

"Kak, ayo kita susul Dirga," ujar Lela.

"Jangan Lela, itu cukup berbahaya, apalagi di dalam hutan kan gelap, nanti kamu bisa terluka!" ujar Rian.

"Tidak Kak! Kita pakai saja senter atau lampu flash handphone."

"Masalahnya itu, senter kita dibawa oleh Carissa, Kakak juga lupa sebelum pergi kemah, harusnya beli senter cadangan."

"Pakai lampu flash saja!"

"Tidak bisa, kan kamu tidak bawa handphone, sedangkan Kakak, handphonenya sedang mati daya, karena batrenya sudah cukup sekarat."

Lela terdiam dan tidak tahu harus melakukan apa, kalau ia masuk juga ke dalam hutan, mungkin saja ia akan terluka atau tersesat dan kembali nanti matahari terbit. "Jangan ya Lela, kita tunggu saja Dirga kembali, kalau tidak kembali, kita cari dia, ya," ujar Rian.

"Iya Kakak," jawab Lela sedih. Hal itu Rian lakukan, untuk memberikan pelajaran pada Carissa, karena sewaktu siang bermain dengan adiknya, ia meninggalkan Lela sendirian dan tidak menemani Lela. Rian benci jika ada orang yang suka mencari gara-gara dengan adiknya. Apalagi dengan tingkah Carissa yang begitu dekat dengan Dirga. Rian sendiri tahu, bahwa Lela menyukai Dirga, tapi karena Carissa cukup terlihat dekat dengan Dirga, kan bisa jadi juga Lela pergi sendirian untuk menenangkan diri. 

***

"Hiks … Gelap, aku benci sekali gelap," kata Carissa lirih.

"Carissa kamu dimana!" teriak Dirga.

"Carissa!"

"Kamu dimana!"

Mendengar teriakan Dirga, Carissa langsung berdiri dan menjawabnya. "Dirga, aku disini!" teriak Carissa. Dirga berlari mendekat kearah suara Carissa dan langsung memeluknya erat. "Kamu kemana saja hah? Kenapa kamu berjalan pergi tinggalin Rian?" tanya Dirga khawatir.

DEG! Jantung Carissa seperti melompat keluar dari tubuhnya karena perlakuan Dirga. "A-aku tidak meninggalkannya, aku tadi kesandung akar pohon, terus Rian tetap berjalan. Lalu aku bangkit dan menyusul dia. Tahu-tahu, dia sudah tidak a-ada …," jawab Carissa.

"Iya sudahlah, lecet tidak kakinya?"

"Tidak tahu juga, tapi sepertinya lecet, soalnya aku ngerasa sedikit perih."

Dirga melepaskan pelukkannya dan berbalik memunggungi Carissa. "Naiklah," pinta Dirga.

"Kenapa?" tanya Carissa bingung.

"Sudah cepat, mau balik ke tenda atau tidak?" protes Dirga mulai kesal.

"I-iya." Carissa pun naik diatas punggung Dirga dan memeluknya erat agar tidak jatuh. "Yang erat, tar jatuh nanti nangis," ejek Dirga.

"Sudah erat ini!" sahut Carissa. Dirga bangkit dan berjalan keluar dari hutan. "Aku sudah menduga, bahwa semua itu adalah kebohongan," gumam Dirga.