webnovel

22. Berulah

Pagi terlalu cepat mungkin atau suara gaduh dari luar yang terlalu berisik untuk sekedar membangunkan Lauren dan Adam.

Keduanya menyibak selimut dengan cepat. Sebentar bertatapan satu sama lain sebelum akhirnya Lauren melengos cepat.

Adam keluar dari kamar. Memekik kaget mendapati ayahnya dan Sarah tengah duduk di ruang tamu sambil menikmati kopi dan biskuit. Mina sudah sibuk di dapur.

"Ayah? Ngapain pagi-pagi di sini?"

"Ini weekend, Adam. Ayah mau ke rumahmu. Paling tidak tahu bagaimana kemujaraban obat yang ayah kasih." Adam melotot. Dia mengerang sebal.

Sedangkan Lauren yang mendengar percakapan mereka dari balik dinding pembatas hanya mendesah sebal. Sarat terdengar tertawa, menggoda Adam.

Gadis itu merengut sebal. Dia masuk ke kamar segera dan mengambil lipstik.

Tersenyum lebar. "Tampaknya si Sarah itu demen sama laki gue," kata Lauren berniat mengerjai wanita tersebut.

Di lain sisi Adam menggaruk kepalanya, bingung mau menjawab apa ketika sang ayah mencecarnya dengan pertanyaan seputar hubungan mereka.

Ya Tuhan, Adam bahkan gak tahu gimana rasanya. Dia berharap sekarang ayahnya berhenti mengoceh masalah itu."Ayah cukup!" pinta Adam.

"Aduh, kok malu sih. Santai aja, Adam. Mana Lauren, kecapekan kah?" tanyanya disahut tawa palsu Sarah.

"Siapa, Sayang?" tanya Lauren sambil berjalan tertatih-tatih dengan baju tidur yang acak-acakan dan tanda merah yang tiba-tiba ada di lehernya.

"Eh?" katanya lalu menunduk malu pada sang mertua yang tertawa geli.

"Astaga, Lauren!" katanya. Adam mendelik, dia segera menutupi Lauren dengan badannya.

"Hehe, Adam semalam gila-gilaan. Semangat banget mau kasih ayah mertua cucu." Adam menyapu wajahnya. Mimpi apa dia semalam sampai Lauren mengarang cerita begini?

"Obat yang ayah kasih bekerja dengan hebat ya?" ucap sang mertua. Sarah membuang muka. Tampak tidak senang mendengar hal tersebut. Dia berdiri segera dari sofa menuju dapur. Menemani Mina yang sadar kalau Sarah sedang marah.

"Nyonya kenapa? Kelihatannya gak suka ya sama istri tuan?" tanya Mina membuat Sarah menoleh dan mengangguk samar. Sekalipun Sarah berbohong, Mina tahu. Tapi untungnya si Sarah jujur padanya.

Mina yang tengah memasak makanan di dapur segera menoleh,terlihat senang karena ada yang satu server dengannya. "Saya juga gak suka sama si Lauren itu."

Sarah tampak antusias. "Benarkah? Kenapa?"

"Nyonya pasti sadar sendirilah gimana sikap si Lauren itu. Dia itu sok-sokan banget, arogan, suka ngatur-ngatur, pokoknya minus semua. Heran, kok bisa sih tuan Adam menikah sama dia? Apa jangan-jangan dipelet sama tuh orang ya, Nya?" tanya Mina membuat Sarah mengedikkan bahu.

"Entahlah, pasti ada sesuatunya." Mina mengangguk-angguk tanpa sadar kalau sedari tadi Lauren tengah berdiri di depan dinding pembatas dapur dengan ruang tengah. Dia tersenyum tipis sambil melenggang menemui Adam di kamarnya.

Ayah mertua Lauren terlihat sibuk membaca korannya, menunggu sarapan pagi selesai dihidangkan. Pria paruh baya itu juga mengajak Adam dan Lauren berlibur di pantai hari ini selepas makan pagi.

Tapi baru saja Lauren ingin memberitahu Mina dan Sarah soal rencana ayah Adam itu, dia malah mendengar dirinya dighibah oleh dua wanita yang tampaknya akan menjadi musuh Lauren.

"Kamu udah siap?" tanya Lauren masuk ke dalam kamar dan mendapati Adam yang sedang memasang jaket denimnya. Pria itu menoleh pada kedatangan Lauren yang terlihat sebal.

"Kenapa mukamu cemberut begitu?" tanya Adam. Dia mengambil topi dan segera duduk di sebelah Lauren.

"Ibu tirimu gak suka denganku ya, pembantumu juga."

"Tahu darimana?" tanya Adam penasaran.

"Aku denger sendiri mereka lagi ngomongin aku di dapur!" adu Lauren lalu melipat tangannya di dada. Dia berdiri segera, keluar dari sana. Namun Adam menahannya, dia menggenggam tangan Lauren.

"Katanya kita harus kelihatan kaya pasangan." Adam memberi alasan. Namun Lauren malah memicingkan mata, menganggap aksi Adam hanyalah bentuk modus semata.

Mereka sudah berkumpul di meja makan. Tak ada yang bicara selain ayah Adam, dia mengatakan kalau mau mengajak mereka semua ke pantai hari ini sebagai liburan keluarga.

Dia bilang kalau ini kesempatan yang baik. Karena pria paruh baya itu akan pergi ke luar kota selama beberapa bulan ke dapan. "Setidaknya kita bisa membuat kenangan yang baik sebelum aku pergi."

Adam iya-iya saja, sedangkan Lauren sibuk menyusun rencana untuk menjahili Sarah dan Mina. Mereka harus tahu dengan siapa mereka berlawanan.

Selesai sarapan pagi, mereka segera pergi menuju pantai. Matahari gagah di cakrawala, menghantarkan panas yang cukup menyengat. Namun sama sekali tak mengurungkan niat orang-orang untuk sekedar duduk manis di tikar plastik sembari memandang orang-orang yang sibuk berenang.

Lauren mengambil duduk di kursi kecil yang disewa sang mertua untuk mereka bernaung di bawah payung besar. Lauren memasang kaca mata hitamnya, menghalau sinar matahari yang menyilaukan.

"Kamu masih kesal?"

"Bukan hanya kesal, lihat saja. Aku akan buat perhitungan sama mereka," kata Lauren sambil menatap sebal pada Sarah dan Mina yang kini tengah berlari kecil menuju bibir pantai.

Sarah tampak seksi dengan balutan  baju renangnya. Bagian dadanya terbuka, menampilkan belahan yang seakan menantang siapa saja untuk melihatnya.

"Hih!" desis Lauren kesal.

Adam yang duduk di sebelahnya hanya tersenyum geli. Merasa ada hiburan sendiri ketika mengetahui Lauren kini sibuk mencari sesuatu untuk mengerjai  ibu tirinya.

"Aku boleh bercebur gak?"

"Silakan. Gak ada yang larang." Lauren tersenyum. Dia berlari dengan cepat menuju bibir pantai. Sang ayah datang setelah selesai membayar uang untuk sewa tenda, banana boot.

"Mau naik juga gak?" tanya sang ayah. Adam menggeleng.

"Masih takut sama laut?"

"Hmm," kata Adam kalem. Matanya tak lepas memandang gelagat aneh Lauren yang terlihat sedang mengambil sesuatu di air.

"Kan ada Lauren. Kamu bisa pegangan sama dia." Adam tersenyum, bukan karena ucapan sang ayah. Lebih ke tingkah Lauren.

"Malah senyum." Ayah Adam menyerah bicara dengan sang anak. Dia merebahkan badannya di karpet plastik yang dibentangkan di bawah payung besar itu.

Sedangkan Lauren kini mengangkat salah satu bangkai ubur-ubur yang dia dapatkan. Mengangkatnya dengan kayu sambil cekikikan.

Ketika dia berada di belakang Sarah, Lauren menjatuhkan ubur-ubur itu. Membuat kaki Sarah tak sengaja menginjak badan lembek ubur-ubur tersebut.

Lauren berlari menjauh sambil tertawa puas melihat Sarah yang berteriak ketakutan.

Kejahilannya tak sampai di situ saja. Ketika banana boot yang dipesan sang ayah datang. Lauren berulang kali membuat Sarah dan Mina jatuh di tengah laut.

"Kamu kenapa hah! Kayaknya sengaja banget ngerjain kita." Sarah menghentikan langkah Lauren untuk keluar dari tempat ganti.

"Ouh, iya. Emang sengaja. Hai, Sayang!" teriak Lauren pada Adam yang datang menghampirinya. Sarah dan Mina menatap dua orang itu dengan muka sebal.

"Nyonya, kayaknya Lauren baru saja mengibarkan bendera perang ke kita." Sarah mengangguk setuju. Dia meremas bajunya, menatap kesal pada gadis itu.

"Lihat aja, dia gak bakalan tenang setelah ini. Dasar bocah tengik!"

***

Bersambung