webnovel

21. Minta Cucu

"Ayah minta cucu?" tanya Adam langsung tersedak sendiri mendengar pertanyaan itu keluar dari mulutnya sendiri.

"Lah, malah nanya. Ya pastilah!" kata sang ayah santai. Dia menoleh ke arah Sarah yang ikut tertawa menanggapi ucapan sang suami.

Raja menengok muka Lauren yang tampak santai-santai saja. Padahal Adam sedang dicecar pertanyaan keramat setelah 'kapan nikah?'.

Pria itu menggaruk kepalanya. Berusaha meminta bantuan Lauren. "Masih berjuang, Yah."

Ayah Adam tertawa. Dia menatap Lauren yang tadi menyahut omongannya. Pria paruh baya itu menepuk tangan Lauren yang kini menyengir polos. "Beneran,Yah. Adam kurang stamina kalau lagi main."

Uhuukk, uhuk.

'Apa? Kurang stamina katanya?' batin Adam merasa terhinakan oleh omongan Lauren yang ngasal itu. Memang ya gadis satu ini ada saja kelakuannya yang bikin Adam geleng kepala.

"Benarkah? Sepertinya Adam perlu resep jitu ayahnya biar kuat." Sarah malah menimpali dengan muka genitnya . Dia malah menjulurkan kaki dan menyenggol kaki Adam di bawah meja.

Adam mendelik pada Sarah yang justru tertawa renyah menanggapinya.

"Memang Adam tahan berapa lama?" pancing sang ayah makin membuat Adam terpaksa mengurut keningnya. Sedangkan Dani yang berada tak jauh dari meja makan mereka hanya menahan tawa melihat Adam.

"Paling lima menit dah lemes."

Adam menoleh ke arah Lauren. Menganga tak percaya. Dari mana bocah ini dapat ilmu begituan? Pikir Adam heran.

"Hahaha, nanti ayah kasih obat mujarabnya biar kalian cepat kasih ayah momongan." Lauren terkekeh sambil mengiyakan saja ucapan mertuanya.

"Dijamin tegak terus!"

Lauren makin keras tertawa. Dia menepuk paha Adam sambil melirik selangkangan pria itu. Dengan muka menahan kengerian dia malah berceletuk, "Kalau berdiri terus? Lauren gimana dong?" tanyanya.

Sarah yang mendengar itu mendesis jengkel. Sedangkan ayah Adam makin heboh bak bertemu teman satu frekuensi. Adam sudah melepas jasnya dan kini sibuk memijit pelipisnya.

Tak habis pikir kalau meja makan akan seheboh ini karena ulah Lauren. "Cukup, Lauren. Kenapa kamu bongkar rahasia dapur kita hah?" tanya Adam sengaja agar Lauren tidak menghinakannya lagi.

"Gak apa-apa kali. Kan mau ayah cucu, ya kudu usaha dong." Adam merasakan bibirnya berkedut. Hendak menyemburkan tawa karena ulah Lauren  yang diluar dugaannya.

Acara makan malam yang kelewat jam itu membuat Adam dan Lauren jadi bulan-bulanan ayahnya. Sedangkan Sarah, jelas sekali menunjukkan ketertarikannya pada Adam.

Dia menempel-nempel dengan Adam seolah bersikap seperti ibu yang baik bagi Adam. Nyatanya dia sedang gencar menggoda Adam supaya berakhir di kamar tidur.

"Hah...," desah Lauren setelah keluar dari kamar mandi. Dia duduk di pinggir kasur. Melirik Adam yang tengah membuka sesuatu.

"Apa itu?" tanya Lauren pada Adam yang menegang mencium bau harum sabun mandi Lauren.

Tubuhnya merinding dengan sensasi desakan luar biasa menyakitkan. Dia merapatkan kaki. "Obat yang ayah maksud."

Lauren langsung menjauh. Menjaga jarak dengan Adam. "Kamu jangan berani minum itu! Bahaya!"

Adam dengan muka jenaka, berbalik badan menatap Lauren yang merapatkan jubah mandinya.

"Tapi ayah sudah menagih cucu sama aku, gimana dong?" tanya Adam denan muka memelas.

Lauren langsung merona mendengar hal tersebut dari Adam. Belum lagi muka memelas pria itu membuatnya geli sendiri. "Gak akan!"

"Tidak masalah. Aku akan simpan ini."

"Buat apa disimpan?" tanya Lauren melotot tajam pada Adam.

"Kan nanti bisa aja kepake?" ujar Adam dengan muka polos sambil memeluk obat-obatan yang pemberian ayahnya.

Lauren mendesah sebal. "Kepake buat apa? Gak ada yang mau begituan sama kamu."

"Masa gak ada? Adalah." Adam melangkah menuju lemarinya dan menyimpannya di sana. Dia tersenyum senang bak mendapat hadiah dari orang tuanya.

"Siapa?" tanya Lauren ketus.

"Kamu," sahut Adam.

"Ogah!" kata Lauren langsung. Adam tertawa geli. Dia mengibaskan tangan seraya melangkah masuk ke kamar mandi. Meninggalkan Lauren yang masih terpaku di tempatnya.

Gadis itu melirik ke arah lemari Adam. Mencoba membuka wadah penutup obat tersebut. Lauren menyebutnya jamu,ketimbang obat. Dia membaca khasiat dan kegunaannya sambil bergidik ngeri.

"Berdiri sampai dua jam? Wtf!" gumamnya sambil menahan denyutan aneh di bawah perut.

"Membuat wanita berstamina?" gumam Lauren bergidik ngeri. Dia mengambil lagi bungkusan lain yang kelihatannya punya banyak macamnya.

"Merangsang? Hih?" Lauren langsung memasukkan bungkusan itu ke dalam wadahnya. Menatap horor lemari Adam.

"Ya Tuhan, isinya untuk itu semua?" gumam Lauren lalu menutup kembali lemari milik Adam dan bergegas menuju walk in closet.

Dia memasang baju tidurnya yang selalu membuat Adam mengerang sebal. Cara Lauren menyiksa Adam.

Lauren melihat Adam keluar dari kamar mandi. Terlihat segar dengan pahatan sempurna yang melingkupi tubuhnya.

Otot liat dan bisep yang tercetak jelas. Bagaimana Sarah tidak kejang-kejang melihat Adam yang bugar dan perkasa itu.

Mungkin dia sekarang tengah meratapi nasib, kenapa dia bisa menikahi ayah Adam ketimbang anaknya?

Jelas manusia seperti Sarah itu demen yang sekelas Adam. Ah, Lauren jadi berpikiran macam-macam sekarang.

"Kenapa menatapku begitu? Kepengen kah?" tanya Adam iseng sekali. Dia tiba-tiba tertawa geli,karena melihat muka Lauren yang mendecih sebal.

Jujur Adam suka menggoda Lauren sekarang. Hiburan di tengah penatnya .

Dan Lauren akui, sekarang Adam lebih sering tertawa dan bercanda dari biasanya, membuat Lauren tambah heran. "Aku heran sama kamu."

"Gak ada embel-embel Kakak lagi?" tanya Adam sambil mengelap rambutnya yang hitam legam.

"Gak, males."

"Terus, heran kenapa?" tanya Adam sambil menarik kaos putih polos dari dalam lemari dan memasangnya di hadapan Lauren.

"Heran karena kamu sekarang lebih ekspresif." Adam hendak tertawa. Tapi ucapan Lauren memang benar. Dia  merasa begitu juga.

"Entahlah. Mungkin karena kamu."

"Dih!" kata Lauren lalu menarik selimut. Sedangkan Adam menggelar kasur busanya ke lantai dan berbaring di sana.

"Mau gantian tidur di sini?" tanya Lauren merasa tidak nyaman dengan Adam.

"Daripada kamu tidur di sini. Mending aku yang tidur di sana. Janji gak bakalan ngapa-ngapain." Lauren bangun dan menggeser tempat.

"Awas kalau macam-macam kayak kemarin. Lihat aja, kamu yang bakalan menyesal!" ancam Lauren.

"Senang mendengar kamu bicara begini tanpa embel-embel om atau kakak." Lauren menatap Adam dengan mata memicing.

"Cih! Aku mau tidur. Awas berisik! Aku patahin batang punyamu."

Adam menggeleng-geleng dengan mulut menahan tawa. Dia menyeletuk sambil menarik selimut di sebelah Lauren.

"Nanti kamu yang nyesal."

"Masa bodoh!"

Adam merebahkan badannya. Menatap Lauren yang kini telentang. Sekilas dia bisa melihat tonjolan kecil di baju Lauren. Kain satin yang lembut itu terlihat cantik di badan Lauren.

'Godaan apaan ini, Lauren? Sengaja sekali menyiksaku?' batin Adam kemudian berbalik membelakangi Lauren yang kini membuka matanya.

'Astaga, kenapa aku deg-degan?' batin Lauren. Dia menoleh ke samping, pada punggung lebar Adam.

Pasti menyenangkan memeluknya dari belakang, pikir Lauren lalu menghadapnya.

Namun sedetik kemudian dia melotot melihat Adam berbalik. Mata keduanya bersitatap.

"Mau kupeluk?" tawar Adam. Lauren melotot kaget ketika merasakan Adam menarik tubuh kecilnya ke dalam dekapan. Meringkuk bak janin dalam lingkupan.

Elusan di rambutnya membuat mata Lauren terpejam. Sekarang dia mengakui sesuatu, Adam mampu membuatnya merasa nyaman dan terlindungi.

***

Bersambung