webnovel

18. Terbuai

Lauren tak bangun. Membuat Adam terhanyut dalam tindakannya sendiri. Dia berusaha melawan, tapi semakin dia menahannya. Adam semakin hanyut. Akal sehatnya mencari pembenaran dari tindakan yang dia lakukan.

'Lauren istriku.'

'Aku berhak atas Lauren.'

Kata-kata pembelaan yang mendasari tindakan Adam makin keras menyuarakan pendapatnya. Membenarkan apa yanag Adam lakukan sekarang. Terlebih ketika Lauren terbangun dan malah diam karena kaget dengan aksi Adam.

Pria itu menjauh. Memberi jarak antara bibirnya dengan bibir Lauren. Memberikan jeda pada Lauren untuk bernapas sebentar saja. Lalu menciumnya lagi. Lauren masih tak melawan atau menepis sedikit pun tangan Adam yang menyentuh tungkai kakinya.

Lauren yang semula diam perlahan menaikkan tangannya ke dada Adam. Naik ke leher dan bergelayut di sana tanpa melepas pagutan mereka yang makin intens.

Apa yang Adam harapkan sekarang tampaknya ada di depan mata. Hasrat sudah membakar dirinya. Pria itu menyentuh pundak Lauren. Merasakan kelembutan Lauren yang memabukkan. Mendengarkan detak jantungnya yang sama berpacu seperti Adam.

Deru napas gadis itu memburu. Jemarinya merambat di rambut Adam, mengelus, sesekali menjambak rambut Adam. Dia membusungkan dada ketika Adam mulai jatuh semakin jauh dan kini tengah menatapnya.

Kepala Lauren memiring. Memberi celah dan kesempatan untuk Adam merasakan halusnya kulit Lauren. Tak banyak berujar, hanya aksi yang Adam lakukan.

Bukankah ini kesempatan yang terlalu besar jika disia-siakan? Pikir Adam mulai rasional.

Suara napas hangat Lauren makin putus-putus. Sesekali lolos suaranya yang begitu membakar hasrat Adam. Makin besar hingga Adam kalap.

Lauren menekan Adam yang kini bergerilya makin turun. Menatap penuh kabut pada Lauren yang terpejam. Antara resah dan menyukai segala tindakan Adam.

Salahkah dia melakukan ini? Pada gadis yang jelas-jelas menolaknya?

Lagi-lagi akal Adam memberontak dan membenarkan tindakan pria itu.

Kelembutan Lauren dan bagaimana dia merespon sentuhan Adam membuat pria itu terbakar. Segala hal tampak benar saja di mata Adam.

Lauren melenguh. Merasakan betapa Adam membuainya. Dia melirik pria itu, pada perlakuannya dan betapa beringas Adam menggodanya.

Lauren mengangkat kedua tangan ke kepala. Kakinya menukik ketika merasakan sapuan hangat Adam.

'Lauren! Hentikan dia!' perintah hatinya. Tapi badan gadis itu berkhianat.

'Ayo lawan!' perintah hatinya. Sayang, semakin dia melawan. Semakin Lauren merasa ingin meledak di bawah sana.

Adam tak banyak basa basi. Harum tubuh Lauren sudah membuatnya terlalu jauh melangkah dan melewati batas. Adam tak tahu harus sampai dia melakukan semua ini, akalnya menyuruh untuk menyelesaikan ini dengan cepat sebelum Adam menyesal.

Tapi dia tidak mau memaksa. Lauren tak pernah mengharapkan ini. Dan Adam harus menghormati keinginan itu. Sekalipun kini sisi jahatnya berseru dengan lantang. 'Mau sampai kapan kamu menyiksa diri sendiri?'

Adam tak tahu. Dia menatap Lauren dengan muka penasaran. Gadis itu memejamkan matanya dengan tangan yang kini bertengger di rambut tebal Adam.

Ketika Lauren membuka mata. Dia melihat Adam tengah menatapnya dengan sorot bingung. Mungkin sangsi untuk meneruskan. Lauren terdiam sampai akhirnya dia merasakan pria itu kembali di jalurnya.

Suara memekik dari bibir Lauren membuat Adam merasa diambang. Semakin gencar dia, semakin keras suara Lauren mengguncang jiwanya.

Apakah benar dia melakukan ini tanpa setitik cinta pun di dalamnya?

Adam mendadak resah. Dia mencengkram lutut Lauren. Menekannya agar tidak naik.

Tubuh Lauren tersengat. Dia merasakan ada aliran listrik yang tengah merambati .

Tangannya mengelus kepala Adam. Mendorongnya agar menjauh, tapi Adam masih di sana. Menghantarkan Lauren pada satu titik yang begitu membingungkan tapi melegakan. Dia tersentak dan kakinya bergetar.

Suara Lauren yang manis memecah sunyi. Membakar dan begitu membuat Adam bangga akan dirinya. Tapi hati kecilnya menyuruh Adam berhenti.

'Ini salah. Ini memaksa namanya!' kata hati Adam.

Hangat dan perasaan aneh meenyeruak. Lauren melihat Adam berdiri. Memandangnya  dengan tatapan yang sama menginginkannya. Tapi sedetik kemudian dia menarik napas. "Maaf, aku lancang."

Lauren melongo dengan tatapan sayunya. 'Apa barusan dia minta maaf setelah membuat istrinya seperti ini?' batin Lauren mendadak sebal.

***

Lauren kembali ke bawah shower. Dia meninju dinding kamar mandi. "Apa itu? Dia main pergi aja?" tanya Lauren mendadak kesal.

Dia meninju dinding lagi. "Kenapa aku kesal. Harusnya aku marah. Adam sudah seenaknya menyentuhku!" kata Lauren kembali ke sifat aslinya.

Kekesalan Lauren makin menjadi saat ingat kejadian beberapa menit tadi. Saat dia dengan bodohnya membiarkan tubuhnya dijamah oleh Adam.

Ya memang hak pria itu untuk memilikinya. Tapi Lauren saja yang menolak terus menerus.

Tapi hari ini, detik ini juga dia membuat Adam akan berpikir ragu soal perkataan Lauren. Bagaimana tubuhnya berkhianat.

Lauren menyalakan air dingin dan mulai terbayang lagi sentuhan terakhir Adam yang membuatnya nyaris melihat bintang.

Bukan nyaris lagi. Nyatanya dia memang melihat itu.

Lauren mendesah. Sebal dengan dirinya.  Dia meremas kuat jemarinya sendiri sembari menyandarkan punggung di dinding kamar mandi yang dingin.

Meresapi setiap rasa yang merasuk dalam jiwanya. "Sampai kapan aku terus begini? Hah!"

"Aku akui, Kak Adam itu keren. Dia punya pesona dan banyak wanita yang menyukainya. Tapi aku masih penasaran, kenapa... kenapa dia mau menuruti keinginan ayah untuk menjaga dan menikahiku?"

Pertanyaan yang sama. Dan masih akan terus menjadi misteri pikir Lauren. Dia bersyukur otaknya mulai waras. Setidaknya dia tidak akan mengulang apa yang dia rasakan saat Adam membelainya.

Suara ketukan dari kamar mandi terdengar. Lauren sudah berapa lama di dalam kamar mandi?

Gadis itu mematikan keran. Mengambil bathrobe dan keluar. Dia terkejut melihat Adam di sana dengan tatapan dingin.

"Kenapa?" tanya Lauren ketus.

"Hanya memastikan kamu baik- baik saja." Adam keluar dari kamar dan hilang begitu saja.

Lauren mendecih. Dia berjalan menuju kasur dan meninju-ninjunya. "Si tua bangka sialan," umpat Lauren.

Dia memandang daun pintu. "Menyebalkan!" keluh Lauren.

Sedangkan Adam kini berada di ruang kerjanya di lantai dua. Di tangannya satu sloki anggur tengah berputar.

Aromanya menenangkan Adam yang kini tengah membayangkan Lauren. Dia mendongak. Tersenyum tipis seraya menyesap anggur.

'Manis.'

Adam menyesap lagi anggurnya, sembari mengingat kenangan beberapa menit yang lalu. Jika saja, dia lupa dengan hati nuraninya, mungkin Adam sudah merasakan semuanya.

Tapi dia menahan diri, karena Adam tahu perlu cinta untuk melakukan itu hingga mereka sama-sama menemukan apa yang dicari.

Adam tak mau merebut Lauren dengan cara seperti itu. "Cantik sekali. Aku yakin tidak salah lihat."

"Otak Kakak mesum!"

Adam yang tengah melamun terkesiap kaget melihat Lauren masuk ke dalam ruang kerjanya. Gadis itu memakai pakaian tidur minim.

"Astaga!" erang Adam membuang muka. Dia curiga Lauren  ingin membalasnya.

"Kenapa kamu memakai baju seperti itu hah?!" tanya Adam. Dia meletakkan gelas di atas meja. Sedangkan Lauren kini berdiri dan duduk di atas meja Adam.

"Apa yang Kakak  lakuin tadi itu gila!" kata Lauren. Dia menarik kerah Adam. Marah besar.

"Lalu, sekarang kamu mau apa hah?" tanya Adam.

***

Bersambung