9 Terkejut

"Kak, kok tumben kakak jam segini sudah pulang? Mau makan gaji buta?" kata Camel sambil duduk di sebelah kakaknya dengan memeluk toples cemilan.

"Memangnya gaji punya mata?" Sahut Bima lalu ikut mengambil cemilan yang ada dalam toples dalam dekapan adiknya namun matanya masih terus menatap televise yang sedang menayangkan berita ekonomi.

"Ih kakak, bukan begitu, maksud Mel mel itu kakak mau gaji tanpa kerja?"

"Memangnya kamu ga merasa begitu?" Bima menanyai balik adiknya.

"Aku kan memang belum kerja, aku kan masih kuliah."

"Bukannya kamu sering dapat transferan juga dari kantor papah? Lalu apa namanya kalau bukan gaji buta walau tanpa mata?"

"Ih! Itu mah uang saku kakak!" Pekik Camel yang tak terima di tuduh oleh sang kakak juga makan gaji buta.

"Sama aja dodol! Masih mendingan kakak mau kerja di kantor, dari pada kamu cuma bisa jajan dan ngabisin duit."

"Ya udah, besok aku minta kakak aja, terusnanti akau bilang sama papah, biar kantor ga transfer aku gimana?"

"Itu sih enak di kamu." Ujar Bima lalu melemparkan bantal sofa pada adiknya.

"Kakak Durjana!!"

Bima melangkah pelan menuju ke lantai atas dimana letak kamarnya berada tanpa peduli dengan gerutuan adik semata wayangnya itu.

Bima meraih ponsel miliknya di atas nakas, melihat ke kolom pesan yang mayoritas dari Radit yang mengirimkan laporan.

Bima mendengus kecewa karena tak ada nama Sefia disana, padahal niatnya pulang cepat dari kantor adalah supaya gadis itu penasaran mengapa bos yang menurutnya sinting itu pulang cepat dari kantor.

"Fia, masukkan itu ke dapur sekalian deh, kamu ga keberatan kan bantu saya masak untuk makan malam?"

"Tidak bu."

"Harus berapa kali mama bilang! Jangan panggil Ibu lagian ini bukan di kantor, panggil mama aja, biar sama kayak melmel dan Bima, Ngerti ?."

Sefia hanya mengangguk dan tersenyum kecut."Maaf, saya lupa."

'Gila aja masak aku panggil istri big bos dengan sebutan mama?' Batin Sefia lalu segera membuka kulkas di dapur untuk meletakkan barang belanjaan mereka.

"Kita mau masak apaan mah?" Tanya Sefia saat melihat mama Sandra mulai meracik bahan masakan di atas meja dapur.

"Ini masakan kesukaan Bima."

Sefia hanya manggut – manggut, "Saya bantu apa dong Ma?" Tanya Sefia.

"Ehm, kamu bersihin udangnya aja deh, bisakan?"

"Bisa dong ma, gitu aja masak ga bisa."

Mama Sandra tersenyum senang, memang mereka tak salah pilih mantu, selain pintar Sefia juga pandai masak. Ramah pula.

"Eh ada kak Sefia, dari tadi kak?" Tanya Camel sambil mencomot kerupuk dari dalam toples.

"Baru saja kok, aku kira kamu ga di rumah." Kata Sefia yang memang sudah sangat akrab dengan Camel.

"Lagi males keluar kak, jadi di rumah aja, kebetulan kuliah lagi libur."

"Oh." Jawab Sefia singkat.

"Mah, kakak kenapa sih tumben pulang ngantor cepet?"

"Kenapa kamu ga tanya aja sama kakak kamu? Mana mama tahu, apa jangan – jangan kakak kamu sakit?"

"Sakit apa yang bisa nimpuk orang sekuat tenaga pakai bantal?"

"Paling kamu duluan yang iseng kan?" Tuduh sang mama pada putri tercintanya.

"Mama mah, asal nuduh aja."

"Ya, memang biasanya kamu yang suka iseng duluan."

Camel nampak cuek dengan tuduhan sang mama, memang Ia sangat suka menjaili kakak satu – satunya itu, begitu juga dengan Bima. Namun karena itulah rasa sayang mereka semakin terpupuk dan hubungan kakak adik itu sangat dekat. Bima sangat menyayangi adik perempuannya ini, bahkan sangat memanjakan adiknya.

Bima terus berada di dalam kamarnya sembari Ia membaca laporan dari Radit yang di kirimkan lewat Email sehingga Ia tak mengetahui ada seorang gadis cantik berjilbab sedang berjibaku di dapur bersama Mamanya.

Ya! Tadi siang tanpa sepengetahuan Bima, mama Sandra mengajak Sefia untuk berbelanja keperluan rumah di supermarket. Bukan kali ini aja Sandra sering mengajak Sefia belanja bahkan sudah teramat sering wanita paruh baya itu mengajak sekertaris anak nya itu berjalan – jalan ke mall.

Sefia tentu saja tak mungkin bisa menolak ajakan dari istri bigbosnya itu tanpa tahu niat terselubung kedua bosnya yang ingin menjadikannya sebagai menantu.

"Sef, kamu mandi dulu sana di kamar Camel, pasti kamu udah gerah dari tadi udah jalan – jalan sama mama, terus bantu mama masak. Oya, kamu pakai baju yang tadi kita beli ya."

"Lho katanya itu buat Camel?" Tanya Sefia bingung.

"Kalau mama bilang itu baju buat kamu, pasti kamu bakalan nolak, lagian sejak kapan melmel pakai baju panjang begitu? Kamu tahu sendiri bagai mana penampilan melmel."

"Aduh, mama sudah terlalu sering beliin saya baju dan barang – barang lain."

"Ya tidak apa – apa, mamah senang kok beliin kamu sesuatu, dah sana kamu ke kamar Camel. Ga lupa kan dimana letak kamar Camel?"

"Enggak ma. Ya udah kalau gitu saya pamit ke atas dulu ma."

"Ya, mama juga mau mandi nanti keburu papa pulang, kan ga asik kalau masih bau asem."

Sefia tersenyum, lalu segera berlalu menuju ke lantai atas dimana letak kamar camel berada.

Sefia mengetuk pintu kamar Camel, setelah sang empunya kamar mengijinkannya masuk, Sefia segera membuka pintu kamar Camel lalu masuk ke dalam kamar tersebut. Berbarengan dengan Bima yang membuka pintu kamarnya bersiap menuju ke masjid untuk berjamaah maghrib.

"Bim, tumben kamu sudah pulang bahkan bisa jamaah di masjid?" Tanya Bratasena.

"Pulang cepet pah sekali – kali, papah baru pulang?" Tanya Bima saat melihat papahnya masih mengenakan kemeja yang digulung hingga ke siku.

"Iya, biasalah kalau sudah kumpul sama teman lama, sering lupa waktu, ya sudah sana kalau kamu mau ke masjid duluan, papah mau mandi dulu nanti papah susul."

"Oke Pah."

Bratasena lalu masuk ke dalam kamar utama, sedangkan Bima keluar dari rumah menuju ke masjid komplek yang tak jauh dari rumahnya.

Inilah keseharian keluarga Bratasena, Bratasena dan istrinya membebaskan anak – anak mereka untuk mencapai tujuan dan cita – cita masing – masing namun satu hal yang tak boleh di langgar, yaitu aturan agama dan yang selalu di utamakan oleh Bratasena adalah menegakkan sholat lima waktu.

Sandra yang notabene adalah seorang mualaf pun kini telah lancar mengaji dan bahkan mengikuti berbagai pengajian, walau Ia juga tetap sebagai perempuan yang tergabung dalam ikatan wanita sosialita.

Mama Sandra dan Sefia sedang menata hidangan untuk makan malam, saat Bima baru saja pulang dari masjid. Sedangkan Bratasena sudah duduk di ruang makan bersama Camel.

"Bima kemarilah, kita makan malam bersama."

"Bima ganti baju dulu, Ma."

"Nanti saja, biasanya juga makan malam pakai koko." Timpal sang mama.

Bima akhirnya melangkah menuju ke meja makan, dan saat itu pula Sefia datang dari arah dapur membawa makanan pendamping yang akan Ia taruh di atas meja makan.

"Sefia!"

avataravatar
Next chapter