21 --Chapter 20--

Hari ini Akbar, berniat untuk pindah di dekat rumah Amel. Ana sendiri yang meminta, dan Akbar tidak masalah. Akbar dan Ana sudah menemukan rumah yang dekat dengan Amel dan Gavin.

Rumahnya persis di sebelah kiri rumah Mora dan Ando. Sedangkan rumah Amel dan Gavin, terletak di sebelah kiri rumah Mora dan Ando.

Hari ini mereka memang akan melakukan pindah rumah, makanya Ana sedari pagi sudah ada dirumah Amel untuk sekedar menemani sahabatnya itu.

Ana mengetuk pintu kamar Amel dan Gavin. Ana sangat gugup, karena untuk pertama kalinya, Ana akan mengobrol santai bersama sahabatnya.

"Masuk!" Suara Amel sudah terdengar. Ana mulai membuka knop pintu dengan pelan. Ana berjalan menghampiri Amel yang sedang menatap jendela kamarnya.

"Amel." Panggil Ana. Amel memutar tubuhnya untuk melihat siapa yang memanggilnya. Amel tersenyum saat tau kalau Ana yang memanggilnya.

"Sini!" Ajak Amel. Ana melamgkah dengan ragu ke arah Amel. Saat sudah didepan Amel, Ana berjongkok untuk menyamakan tinggi mereka.

"Lo ga mau meluk gue? Gue kangen loh sama lo!" Amel berucap dengan wajah tersenyum lebar dan tangan memegang dadanya sebagai tanda kalau dirinya benar benar merindukan sosok Ana.

Ana yang tadinya berwajah gugup ikut tersenyum lebar dan memeluk Amel dengan erat. "Gue pikir kita bakal kayak ga kenal sama sekali setelah acara permintaan maaf gua waktu itu!" Ucap Ana.

Amel tertawa kecil, lalu melepaskan pelukan mereka berdua dengan wajah yang terlihat senang. "Engga dong! Gimana pun elo, elo tetep sahabat gue, selamanya Na..." Ana tersenyum lalu memeluk Amel kembali dan menggerakannya ke kanan dan ke kiri.

"Makasih Mel...." Amel mengangguk dan tersenyum.

***

"Anjay pindah!" Akbar menoleh ke arah belakang, disana dia bisa melihat Gavin sedang tersenyum menggoda ke-arahnya. Akbar menghampiri Gavin dan bersalaman ala pria.

"Sehat bro?" Tanya Akbar.

"Alhamdulillah sehat," balas Gavin. Akbar mengangguk anggukan kepalanya paham.

"Lo gimana? Sehat," Tanya Gavin.

"Sehat lah! Lo ga liat gua nih? Segar bugar begini juga!" Balas Akbar.

"Hahahahaha heran gua sama lo. Gua nanyanya baik baik anjir, ngegas mulu!" Akbar ikut tertawa dan menggelengkan kepalanya.

"Ngegas jalan ninja gua broo!" Balas Akbar.

"Gua nanya lo sehat apa engga, karena lo keliatan kek orang penyakitan anjir!"

Bugh!

"Sembarangan lu kalo ngomong, si Ana jadi janda kembang dong?" Ucap Akbar.

"Akuuu Janda Kembangg...." Tiba tiba Ana datang dengan mendorong kursi roda Amel sambil menyanyikan lagu yang memang sedang viralnya di media sosial.

"Engga dih, kamu masih jadi istri aku!" Ana tertawa diikuti oleh Amel dan Gavin.

"Lo ga mau nyapa sodara lo? Emang laknat lo!" Tiba tiba Amel berucap demikian yang pastinya membuat Akbar dengan cepat memeluk Amel.

"AAAAA AMEL KUU!!!!" Pekik Akbar sambil memeluk Amel dan menggoyangkannya ke kanan dan ke kiri.

"ENGGA ENGGA!!" Amel memberontak dalam pelukan Akbar.

"Males ah sama Akbar! Meluknya ga tulus!!" Amel mendorong Akbar sampai pelukan mereka terlepas.

"Tulus bukannya makanan yang bulet bulet putih ya?" Tanya Akbar.

"Itu pilus Asep!" Balas Gavin sambil menarik rambut lebat Akbar.

"Ish! Udah ah, mending masuk kerumah Amel dulu, kita kesini udah buatin kalian kopi sama tadi udah dibawaain kue sama tante Sinta." Ucap Ana. Akbar dan Gavin sama sama berhenti dari tingkah bodoh mereka.

"Mama ada disini?"

"Tante ada disini?"

Amel dan Ana memasanga wajah terkejut. Dengan kompak, Amel mendongak ke arah Ana dan Ana menatap kebawah untuk bertatapan dengan Amel.

"Bisa begitu?" Ucap mereka secara berbarengan. Gavin dan Akbar memutar bola metanya malas. Akbar menghampiri Ana dan menggendongnya ala bridal style dan Gavin mendorong kursi roda Amel.

***

"Mungkin cuman nomor biasa." Amel menggelengkan kepalanya seolah tidak setuju dengan apa yang Ana ucap.

Ana dan Amel sedang berada di taman belakang dengan ditemani oleh angin sejuk dan susu coklat hangat. Sedangkan Gavin dan Akbar sedang bermain game bersama di ruang keluarga.

"Engga, angka ini ngeganjal banget." Ana menghela nafas lelah. Ana paham betul kalau Amel ini adalah orang yang gampang berfikir negatif

"Engga. Ini lo cuman nethink aja," bantah Ana. Amel menggelengkan kepalanya.

"Gua seyakin itu kalau nomor ini ada hubungannya sama kematian ibu." Amel berusaha mengeluarkan apa yang ada dikepalanya. Ana memegang tangan Amel dengan wajah sendu.

"Gua tau lo ngerasa kehilangan tante Karly, tapi engga gini Mel." Amel menggelengkan kepalanya.

"Ana, lo harus tau. Nomor ini pernah kita lihat waktu kita pulang sekolah bareng." Ana menghela nafasnya dengan lelah.

"Mel, lo butuh istirahat, gua bakal nganterin lo ke kamar lo."

Amel memasang wajah terkejut karena Ana tidak mempercayainya. Amel benar benar yakin, kalau angka yang sempat dia catat di tangannya itu ada hubungannya dengan tragedi meninggalnya ibunya.

Saat sampai dikamar Amel dan Gavin, Ana membantu Amel untuk berbaring di ranjang yang ada di kamar Amel dan Gavin. Ana menyelimuti Amel dan membantu membenarkan posisinya Amel.

"Maybe gua lepas kursi roda besok, karena tubuh gua udah mulai bisa nahan lah," ucap Amel tiba tiba. Ana menggelengkan kepalanya.

"Pulihin dulu, lo ga boleh cape, oke?" Jawab Ana. Amel hanya memberikan anggukan untuk pertanyaan Ana.

Setelah Ana keluar dari kamar milik Amel. Amel mengambil buku kecilnya yang sempat dia simpan di laci nakasnya. Amel menulis angka itu dan menulis beberapa kalimat yang sempat dia dengar dari ibunya sebelum ibunya memutuskan untuk bunuh diri.

"Lisan bisa berdusta. Masa lalu bisa direkayasa. Tapi ada jawaban di setiap angka."

***

Ana berjalan menghampiri Akbar dan Gavin yang sedang bermain game lewat ponsel. Ana menyandarkan dirinya di bahu milik Akbar.

"Kenapa sayang?" Tanya Akbar tanpa mengalihkan matanya dari ponselnya.

"Gapapa," jawab Ana sambil menggelengkan kepalanya. Gavin melirik Akbar dan Ana sekilas.

"Bini gua mana?" Tanya Gavin.

"Tidur," jawab Ana sekenannya. Gavin hanya mengangguk anggukan kepalanya paham.

"Lo jadi akad ulang sama Amel?" Tanya Ana. Gavin mengangguk.

"Gua juga takut gara gara empat tahun ga ketemu sama si Amel, secara agama malah cerai, mempertegas status ajaa." Ana mengangguk paham.

"Resepsinya bareng aja!" Seru Akbar. Ana menegakan tubuhnya dengan wajah berseri seri.

"Serius sayang, waktu itu kita belum resepsi, baru akad doang," ucap Akbar. Ana mengangguk anggukan kepalanya dengan cepat.

"Aku mau!"

"Kalo gitu cepet cepet lah! Nanti bini lu keburu gede perutnya, takut jadi bahan omongan," ucap Gavin.

"Iyeee, selow ajaa selow!" Balas Akbar.

"Akhirnya mimpi aku sama Amel terwujud." Ucap Ana. Akbar hanya terkekeh sambil mengacak acak rambut Ana.

"Dasar."

***

avataravatar
Next chapter