"Kau tidak apa-apa?" tanyaku sambil membalikkan badanku ke arahnya.
Tanpa ekspresi, Ia memandangku dengan wajah pucatnya. Tangan kanannya masih memegang katananya sedangkan tangan kirinya memegang bahu kanannya. Darah mengalir dari sela-sela jarinya.
Aku mengumpat cukup keras lalu melangkah ke arahnya. Tanganku menekan ke atas tangannya, membantunya menekan pendarahan. "Kita harus ke rumah sakit," gumamku sambil menariknya melewati pintu.
"Tidak." Ia menarik nafas dalam-dalam sambil mengernyit kesakitan, "Aku bisa mengatasinya. Mobilmu ada di depan—"
"Kita harus ke rumah sakit," ulangku sambil menuntunnya melewati lorong yang gelap.
"Aku tidak akan ke rumah sakit." Aksennya terdengar jelas diikuti oleh nada jengkel.
Lalu aku mengerti, Ia tidak bisa pergi ke rumah sakit. Mungkin Ia takut identitasnya masuk ke database rumah sakit lalu mengundang perhatian polisi. Aku tidak mengenal wanita ini, tapi bisa saja Ia adalah buronan internasional atau pembunuh berantai atau…
Support your favorite authors and translators in webnovel.com