webnovel

VOLDER

Volume I: Eleanor Heather menyukai hidupnya yang biasa-biasa saja. Ia menikmati pekerjaannya sebagai akuntan sambil menyelesaikan cicilan pinjaman uang kuliah dan hidup berbagi apartemen bersama sahabatnya, Lana. Hingga suatu malam, pertemuannya dengan seorang pria aneh yang tiba-tiba menyerang dan menggigit lehernya membuatnya trauma untuk keluar sendirian lagi. Tapi itu hanya titik awal perubahan hidupnya. Saat Ia bertemu Nicholas Shaw, pengacara sekaligus pemilik Law Firm yang kebetulan sedang diaudit olehnya, hidupnya berubah drastis. Banyak hal gelap dan mengerikan tentang Nicholas yang Ia sembunyikan dari dunia. Walaupun begitu Eleanor tidak bisa berhenti memikirkannya, dan Nicholas Shaw tidak ingin melepaskannya begitu saja. Volume II: Untuk yang kedua kalinya dalam hidupnya... wanita itu berhasil kabur darinya. Gregory Shaw tidak pernah berpikir Lana akan meninggalkannya lagi. Dan kali ini Ia akan memburu wanita itu, bahkan hingga ke ujung dunia sekalipun. Bahkan jika hidup atau mati taruhannya.

ceciliaccm · Fantasy
Not enough ratings
415 Chs

Chapter 66

Saat aku sampai di cottage bau darah yang menyengat membuat kedua kakiku terasa goyah. Tapi ketika aku mencium udara di sekitar cottage untuk yang kedua kalinya aku baru menyadari bau darah ini bukan hanya milik Lana. Kubuka pintu cottageku lalu berlari ke setiap ruangan untuk mencari Lana, tapi yang kutemukan hanya mayat pemilik cottage di salah satu kamar tamu.

"Lana!" panggilku, walaupun aku tahu hal itu sia-sia. Rasa frustrasi sesaat membuatku ingin berteriak tapi pandanganku terpaku pada cottage yang Lana sewa di seberang milikku. Tanpa membuang waktu lagi aku berlari melawan waktu karena setiap detik yang berlalu sangat berharga untuk Lana. Semakin aku menunda memberikannya darahku, maka akan semakin menyakitkan masa transisi yang akan dialaminya.

Ruangan pertama yang kucari adalah kamarnya. Langkahku terhenti saat pandanganku tertuju pada Lana yang tergeletak di tengah tempat tidurnya. Selimut tebal menutupi tubuhnya hingga ke dagunya, Ia terlihat seperti sedang tertidur jika bukan karena wajahnya yang sangat pucat.

"Tidak... Lana..." Jari-jariku bergetar saat menarik selimutnya, kukira aku akan melihat banyak darah tapi tidak ada sedikitpun darah yang menempel di tubuh Lana selain di baju yang Ia kenakan. Si brengsek itu bahkan menjilat seluruh darah Lana yang tercecer, pikirku dengan marah. Kuraih tangan Lana yang dingin dan memeriksa denyut nadinya yang sangat lemah.

Ini adalah saat yang paling tepat untuk memberinya darah sebelum masa transisinya dimulai. Kulepas jaketku lalu menarik lengan kemeja yang kukenakan hingga ke siku, aku memiliki persediaan darah di cottageku tapi setiap detik yang kulewatkan akan berdampak pada hasil akhir transisi Lana dari manusia menjadi Leech.

Kugigit nadi di pergelangan tanganku dengan kedua taringku lalu membuka bibir Lana hingga darah yang mengalir deras dari nadiku masuk ke tenggorokannya.

"Jangan menyerah, Lana, kumohon." gumamku sambil mengelus pipinya perlahan dengan tanganku yang satunya. "Aku akan melakukan apapun..." Bisikku berjanji padanya walaupun Lana tidak bisa mendengarnya.

***

"Ambil semuanya Lana..." gumamku, bahkan di telingaku sendiri kalimatku terdengar tidak jelas seperti orang yang sedang mabuk. Hanya saja Volder tidak dapat mabuk karena alkohol seperti manusia, tapi kami bisa merasakan efek samping yang sama saat darah kami diambil secara langsung. Seperti yang Lana lakukan saat ini. Kedua tanganku kembali meremas pinggangnya saat efek samping lain melonjak di dalam tubuhku.

Nafasku yang memburu berhembus di telinga Lana, kupejamkan mataku untuk mengontrol diriku. Aku menginginkan Lana, aku sangat menginginkannya saat ini... Tapi itu bisa menunggu. Darahku berada di dalam tubuhnya lebih penting dibanding apapun juga.

Aku ingin sebanyak mungkin bagian diriku ada di dalam Lana hingga jika Volder lain berada di dekatnya mereka akan tahu Lana adalah milikku. Hingga bau Lana bercampur denganku... hingga tidak ada yang bisa mengingatkanku tentang kenyataan bahwa sebenarnya Lana adalah Leech Carleon.

Kugertakkan gigiku dengan keras untuk menahan umpatanku. dua minggu sudah berlalu sejak Lana berubah menjadi Leech, setelah kami kembali dari Finlandia Nick menawarkan penthousenya untuk tempat tinggal kami sementara. Karena Leech yang baru saja berubah belum bisa mengontrol rasa laparnya jadi untuk sementara waktu Lana harus dikarantina.

Penthouse ini berada di lantai tertinggi gedung kantor kami. Mau tidak mau aku harus kembali ke kantor untuk mengejar pekerjaan yang menumpuk. Lagipula Lana biasanya tidur dari pagi hingga menjelang malam, dan pekerjaan membantuku mengalihkan pikiranku sejenak dari hal-hal yang tidak terlalu ingin kuingat.

Nick masih menggunakan cutinya untuk menemani Eleanor dan bayi kembar mereka, untuk sementara aku harus merangkap pekerjaannya juga.

Sekarang aku tahu apa yang Nick rasakan... betapa tidak berdayanya saat Ia tahu Alastair yang mengubah Ella. Ini adalah pertama kalinya aku merasa tidak berdaya, tidak ada hal yang kuinginkan selain memburu Carleon dan membunuhnya. Tapi membunuhnya sama saja dengan membunuh Lana.

Kadang takdir bisa menjadi sangat brengsek.

Lana menarik kepalanya dari leherku, menarikku dari pikiran di dalam kepalaku dan kembali kepadanya. Kelopak matanya terlihat berat seperti mengantuk, dan kedua mata abu-abunya menatapku dengan ekspresi puas yang membuatku melupakan apa yang barus saja kupikirkan. Aku bahkan hampir melupakan namaku sendiri.

Seluruh sel di tubuhku menjadi lebih hidup dan menginginkan wanita di depanku saat ini juga. Kutarik dasiku yang masih menggantung lalu melemparnya ke lantai, pandangannya mengikuti setiap gerakan jariku membuatku sudut bibirku terangkat. Tinggi Lana yang hanya berbeda lima belas senti dariku membuatnya terasa sempurna saat aku memeluknya... atau menciumnya. Kutundukkan kepalaku lalu menyelipkan rambut keemasannya di balik telinganya sebelum akhirnya bibir kami bersentuhan sekilas.

Lana memejamkan matanya, menungguku menciumnya lagi. Dentingan suara lift membuat tubuh Lana membeku di pelukanku, kedua matanya terbuka dengan panik ke arah lift.

"Mungkin hanya Nick." gumamku sebelum melepaskan pelukanku, tapi Lana menahan lenganku dengan cengkeraman yang kuat, membuatku menoleh padanya lagi. "Lana, ada apa?"

Pandangan paniknya masih melekat ke arah pintu lift yang perlahan terbuka hingga Nick berjalan keluar dari lift, lalu helaan lega yang panjang keluar dari antara bibirnya. Sebelum aku sempat bertanya lagi Nick memanggil namaku lalu menyapa Lana.

"Maaf, aku tidak memberitahumu sebelumnya—"

"Ada apa?" tanyaku dengan sedikit kesal. Nick yang menyadari ekspresiku hanya membalasku dengan mengangkat salah satu alisnya. "Aku harus berbicara padamu, berdua."

"Kalau begitu temui aku di lobby 5 menit lagi." gumamku masih dengan nada kesal.

"Ah! kalian bisa berbicara disini, aku akan kembali ke kamar." sela Lana sambil tersenyum pada Nick. "Bagaimana kabar Ella, Elliot, dan Rosie?"

Sebuah senyuman muncul di wajah kakakku saat mendengar pertanyaan Lana.

"Mereka tidak sabar bertemu denganmu. Oh, Eleanor mengirimkan salam untukmu."

"Kurasa aku akan meneleponnya sekarang." kata Lana sambil masuk ke dalam kamar kami. Nick menunggu pintu kamar hingga tertutup sebelum senyuman di wajahnya memudar. "Aku mendengar kau memiliki masalah dengan tangan kanan Vlad, Greg." Katanya tanpa berbasa-basi. Sangat Nick sekali.

"Yeah, aku baru saja kembali dari kastil Yang Mulia Vlad, Nick, tentu saja Carleon tidak akan melewatkan kesempatan untuk menyambutku." balasku penuh dengan sarkasme.

Nick tidak menghiraukan nada sarkasmeku, "Apa yang terjadi?"

Aku belum memberitahu Nick semuanya, lebih tepatnya aku tidak bisa. Aku tahu Vlad masih mengharapkan Nick sebagai penerusnya bersama Alice, walaupun sebenanya Ia juga tahu Nick lebih baik mati daripada meninggalkan Eleanor tapi siapa yang tahu rencana apa yang ada di dalam kepala Vlad.

Jika Carleon mengubah Lana menjadi Leechnya adalah asuransi bagi Vlad agar aku mematuhinya, maka pasti ada rencana lain yang akan Ia lakukan untuk memastikan kelangsungan penerus kerajaannya. Aku harus berhati-hati sebelum menjerumuskan Nick dan Eleanor ke dalam masalahku.

"Greg?" ulang Nick dengan tidak sabar.

"Errr, kami hanya mengingat masa lalu. Kau kan tahu Carleon masih dendam karena aku merusak wajah yang sangat Ia banggakan."

Nick menatapku selama beberapa saat dengan sedikit curiga, "Kau yakin?"

"Ya, Nick. Vlad hanya ingin tahu tentang Alice dan hubungannya dengan pacar barunya. Kau mau minum?" tawarku untuk menghindari tatapan curiganya.

"Maksudmu Lancaster?" tanyanya, mengacuhkan tawaranku.

"Luke Lancaster. Kau sudah bertemu dengannya?"

Nick mengangguk kecil.

"Benar-benar brengsek." tambahku. "Aku tidak tahu apa yang Alice lihat darinya.

"Greg, dengarkan aku. Jika Vlad melakukan sesuatu, sekecil apapun itu, dan kau tidak memberitahuku... Aku akan menghajarmu."

Sialan. Nick memang memiliki insting yang kuat, tapi aku benar-benar tidak ingin membuatnya terlibat jika hal itu hanya akan membuatnya menjadi target Vlad juga.

"Kau pikir aku mempunya nyali untuk menghadapi Vlad sendirian, Nick?"

Nick mengangkat bahunya, "Aku hanya tidak percaya Vlad melepasmu begitu saja tanpa melukaimu sedikitpun. Kupikir Ia akan mengambil salah satu kakimu atau apa..."

"Ha-ha. Kau benar-benar kakak teladan."

"Aku harus segera kembali ke Eleanor, jika kau membutuhkanku..." kata Nick sambil berjalan menuju lift.

"Yeah... yeah... terima kasih, Nick."

Aku mengantarnya hingga ke basement sebelum kembali ke dalam lift menuju penthouse. Berbohong pada Nick tidak pernah mudah, karena pada akhirnya Ia akan mengetahuinya. Tapi aku hanya harus berada satu langkah di depannya sebelum Nick mengetahuinya.