webnovel

VOLDER

Volume I: Eleanor Heather menyukai hidupnya yang biasa-biasa saja. Ia menikmati pekerjaannya sebagai akuntan sambil menyelesaikan cicilan pinjaman uang kuliah dan hidup berbagi apartemen bersama sahabatnya, Lana. Hingga suatu malam, pertemuannya dengan seorang pria aneh yang tiba-tiba menyerang dan menggigit lehernya membuatnya trauma untuk keluar sendirian lagi. Tapi itu hanya titik awal perubahan hidupnya. Saat Ia bertemu Nicholas Shaw, pengacara sekaligus pemilik Law Firm yang kebetulan sedang diaudit olehnya, hidupnya berubah drastis. Banyak hal gelap dan mengerikan tentang Nicholas yang Ia sembunyikan dari dunia. Walaupun begitu Eleanor tidak bisa berhenti memikirkannya, dan Nicholas Shaw tidak ingin melepaskannya begitu saja. Volume II: Untuk yang kedua kalinya dalam hidupnya... wanita itu berhasil kabur darinya. Gregory Shaw tidak pernah berpikir Lana akan meninggalkannya lagi. Dan kali ini Ia akan memburu wanita itu, bahkan hingga ke ujung dunia sekalipun. Bahkan jika hidup atau mati taruhannya.

ceciliaccm · Fantasy
Not enough ratings
415 Chs

Chapter 16

***

"Diam, brengsek."

Kubuka mataku di tengah kegelapan. Kepala seorang pria yang ditutup masker berada beberapa senti di depan wajahku membisikkan kalimat itu lagi, "Diam, brengsek." Aku ingin berteriak, tapi suaraku terhenti di tenggorokanku. Salah satu tangannya meraba kakiku hingga beberapa senti di atas lututku membuat perutku mual.

"Hentikan..." air mataku keluar bersamaan dengan isakanku. "Kumohon, hentikan." Tangannya yang dingin bergerak perlahan semakin ke atas, kupejamkan kedua mataku lalu kudorong tubuhnya yang menindihku dengan sekuat tenaga.

Tiba-tiba Ia melingkari kedua pergelangan tanganku dengan tangannya yang lain, menahanku agar tidak meronta. "Eleanor, buka matamu." Aku meronta lagi, kali ini lebih keras. Tangannya memegang pergelangan tanganku semakin erat, aku hampir bisa mencium bau alkohol dari nafasnya yang terengah-engah...

***

"Eleanor!"

Aku menatap sepasang mata berwarna biru tua saat kedua mataku terbuka, Ia berada sangat dekat denganku. Tapi aku masih tidak bisa menggerakkan tanganku. "Mr—Mr. Shaw?" suaraku terdengar bergetar, sama seperti seluruh tubuhku saat ini. Ia terlihat sedikit marah saat menatapku, lalu kusadari Ia lah yang memegang kedua tanganku.

"Kau bermimpi." Gumamnya sambil melepaskan tangannya dariku. Ia menggertakan rahangnya dengan marah lalu mundur beberapa langkah. Mr. Shaw masih memakai pakaian yang sama dengan yang dikenakannya semalam.

Beberapa saat kemudian seorang suster masuk ke ruanganku, Ia melihat kami bergantian sebelum bertanya padaku, "Miss Heather? Kau tidak apa-apa?"

Aku hanya mengangguk kecil, berusaha mengatur nafasku yang tidak beraturan. Ia memeriksaku sebentar lalu mengerutkan keningnya saat mengecek salah satu mesin yang berada di samping tempat tidurku.

Mr. Shaw masih berdiri di tempatnya, tapi pandangannya hanya tertuju padaku. Dan Ia terlihat benar-benar marah saat ini.

"Jam berapa ini?" tanyaku pada suster di sebelahku.

"7 pagi." Jawabnya tanpa menoleh ke arahku, Ia masih melihat ke mesin itu. "Aku akan kembali sebentar lagi. Apa masih merasa sangat kesakitan?" tanyanya masih dengan kening berkerut. Aku menggeleng padanya lalu Ia keluar dari ruanganku lagi.

"Kau masih ada disini." Gumamku padanya sambil menggigit bibirku.

"Tentu saja aku masih disini." Ia menyisir rambutnya dengan salah satu tangannya lalu duduk di sofa terdekat, "Kau mendapat luka yang serius, Eleanor. Beberapa organmu mengalami pendarahan di dalam, dan livermu hampir berhenti bekerja. Ia menendangmu cukup keras hingga bisa menimbulkan luka seperti itu." Suaranya sekarang terdengar sedikit berbahaya, sama dengan ekspresi di wajahnya saat ini.

"Dokter bilang jika keadaanku memburuk dalam 3 hari maka aku harus operasi." jawabku.

Ia menggertakkan giginya dengan marah, "Jika kemarin kau terlambat mendapatkan bantuan medis... satu jam saja, mungkin saat ini kau dalam keadaan koma. Dan aku... aku tidak berada di sana saat kau membutuhkanku."

Sekarang aku baru menyadari Ia tidak sedang marah padaku, Ia marah pada dirinya sendiri.

"Ini bukan salahmu. Kau tidak perlu bertanggung jawab apapun... aku bukan tanggung jawabmu."

"Eleanor, kau tidak mengerti..."

"Tidak, Mr. Shaw. Ini bukan salahmu... sama sekali." Ulangku sambil berusaha duduk di atas tempat tidurku.

"Nicholas. Panggil aku Nicholas." Suaranya terdengar sedikit frustasi.

Aku membuka mulutku untuk membalasnya tapi tidak ada suara yang keluar. Aku harus menjawabnya apa? 'Oh okay, Nick, kau harus berhenti menyalahkan dirimu sendiri?' Atau 'Apa sebenarnya hubungan kita, Nick?' Keduanya terdengar canggung bagiku karena well, karena Ia adalah Nicholas Shaw.

Ia berada di dunia yang sangat berbeda dariku.

"Mr. Shaw—"

"Nicholas." Ia memotongku.

"Apa yang sebenarnya kau lakukan disini?"

Ia terlihat sedikit terkejut dengan pertanyaanku, keningnya berkerut selama beberapa saat sebelum menjawabku. "Aku tidak tahu. Aku tidak bisa berpikir jernih sejak semalam." Kedua mata biru tuanya memandangku dengan ekspresi sedikit tersesat. "Satu-satunya hal yang kutahu adalah aku harus melihatmu."

Kugigit bibirku untuk mengurangi rasa sesak yang tiba-tiba memenuhi hatiku. "Kau benar, kita harus bicara." Aku sudah menghindarinya terlalu lama. "Aku tidak tahu harus memulainya darimana." Gumamku padanya.

"Kau boleh bertanya apapun padaku." Jawabnya sambil menatapku dengan wajah seriusnya.

Aku berpikir selama beberapa saat sebelum bertanya, "Apa kepanjangan dari Nicholas E. Shaw?"

Ia terlihat terkejut saat mendengarku, seakan tidak menduga aku akan bertanya tentang namanya. "Elliot." balasnya dengan kedua mata birunya yang mulai menghangat.

"Nicholas Elliot Shaw?" ulangku sambil tersenyum padanya. "Aku menyukai namamu."

"Aku juga sangat menyukai namamu, Miss Heather." balasnya sambil memandangku lekat-lekat. "Apa ada pertanyaan selanjutnya?"

"Mengapa kau melunasi hutangku?" walaupun aku ingin marah karena Ia melakukannya, tapi saat ini perasaanku terlalu campur aduk untuk marah.

"Karena aku ingin." Jawabnya pendek. "Pertanyaan selanjutnya?"

Kutarik kedua sudut mulutku ke bawah, "Aku tidak membutuhkan uangmu."

Ia menghela nafasnya dengan sedikit ekspresi lelah, "Aku tahu. Aku hanya ingin... membantumu."

"Aku tidak butuh bantuanmu. Aku bisa melunasinya sendiri."

"Eleanor, apa kau tidak ingin bertanya hal lain yang lebih penting?" Ia menatapku dengan tidak sabar. Butuh waktu beberapa saat untukku memahami pertanyaannya. Ia ingin aku bertanya tentang hal 'itu'.

Aku menggeleng kecil, "Aku tidak ingin membicarakannya disini." Jawabku sambil mengalihkan perhatianku darinya. Aku mendengarnya mendengus jadi kuangkat lagi kepalaku untuk menatapnya.

"Aku tidak akan membiarkanmu terus berlari dariku." Kedua matanya menatap lurus padaku.

Kupejamkan mataku sejenak untuk mengumpulkan keberanianku, "Apa—apa kau vampire?" pertanyaanku terdengar bodoh setelah keluar dari mulutku.

Ia menatapku selama beberapa saat sebelum menggeleng pelan, "Bukan."

Bukan? "Tapi kau bukan manusia?"

"Bukan. Aku bukan manusia." Seluruh perhatiannya saat ini ditujukan padaku. "Alam membutuhkan penyeimbang untuk menciptakan harmoni di dalamnya, kau pernah mempelajarinya saat sekolah. Singa dan rusa, tanaman dan hama, dibutuhkan predator dan mangsanya untuk menyeimbangkan alam. Dunia ini juga membutuhkan penyeimbang, dan di dalamnya manusia memiliki posisi sebagai mangsa." Ia berhenti sejenak memberiku kesempatan untuk mencerna apa yang baru saja dikatakannya lalu melanjutkannya lagi, "Sedangkan predatornya adalah..."

"Kau." Jawabku dengan suara tercekat. Suara mesin pencatat detak jantung di sebelahku kembali berbunyi lebih cepat, mengisi keheningan di antara kami. Bulu halus di tengkukku berdiri saat mengingat kembali suara lengkingan di malam saat aku bertemu dengan Greg pertama kali. Ia sedang membunuh mangsanya. Dan aku hampir menjadi yang berikutnya.

"Tapi kami tidak melakukannya lagi."

Aku mengedipkan mataku sekali, "Kami?"

"Aku, Greg, dan beberapa yang lainnya. Kami adalah generasi terakhir Volder."

Volder? Ia mengamati ekspresi di wajahku dengan intens, membuatku hampir merasa gugup. "Sejak tiga ratus tahun yang lalu manusia memiliki predator yang lebih kuat dari kami. Virus, penyakit, dan cacar, tiga hal itu membunuh manusia dua puluh kali lebih cepat. Jadi populasi kami menurun sama cepatnya dengan manusia, hanya saja saat populasi manusia bertambah saat obat dan vaksin muncul, populasi kami tidak. Jadi kami tidak memburu manusia lagi. Kami hanya bertahan, membaur dengan manusia." Sekilas aku melihat kesedihan di dalam matanya, membuatku ingin memeluknya.

"Sebagian Volder yang kukenal sudah mati karena mereka bosan terlalu lama hidup." Ia tersenyum, tapi kedua matanya terlihat dingin saat tersenyum.

"Berapa lama kau hidup?"

"Rata-rata Volder memiliki umur 500 tahun. Aku baru menghabiskan 280 tahun." Ekspresi dingin di matanya memudar saat Ia menatapku lagi. "Kami berusaha merahasiakan identitas kami hingga perlahan manusia mengingat kami hanya sebagai mitos."

"Mitos vampire." Gumamku tanpa kusadari.

Ia mengangguk sambil tersenyum kecil, "Kau adalah yang pertama. Aku belum pernah memberitahu identitasku ke manusia sebelumnya."

"Kenapa aku?"

"Aku tidak tahu." Jawabnya dengan jujur, "Aku belum pernah merasakan hal ini sebelumnya. Kau... Kau membuatku tidak bisa berpikir dengan jernih sejak pertama kali aku melihatmu. Aku tidak bisa mengeluarkanmu dari pikiranku, Eleanor..." Suaranya saat menyebut namaku berubah lebih rendah beberapa oktaf, seakan-akan namaku adalah sesuatu yang berharga untuk disebut.

"Yang aku tahu aku tidak ingin kembali lagi ke hidupku sebelum aku bertemu denganmu... Kau membuatku merasakan hal yang sudah lama kulupakan, kau membuatku lebih... hidup."

Hatiku terasa semakin sesak, membuatku sulit bernafas dengan normal. "Kita baru bertemu beberapa minggu..."

Ia tersenyum lagi, kali ini lebih lembut dari sebelumnya. "Aku juga berpikir hal yang sama, aku berusaha menjauhimu setelah kau kembali dari Manhattan." Ia maju selangkah lagi, membuatnya berada tepat di samping tempat tidurku. "Tapi aku tidak bisa."

"Ella?"

Kami berdua menatap ke arah pintu bersamaan, Lana sedang berdiri di depan pintu. Ia memandang kami bergantian beberapa kali, lalu pandangan bertanyanya ditujukan padaku. "Oh, aku tidak tahu Mr. Shaw sedang mengunjungimu..." Ia masuk ke dalam lalu menutup pintu di belakangnya.

Lana terlihat lebih baik pagi ini daripada kemarin malam, walaupun wajahnya masih dihiasi sedikit memar.

"Miss Morrel." Sapa Mr. Shaw sambil mundur beberapa langkah, Ia memandang Lana dengan ekspresi ramah.

Lana tersenyum padanya lalu berhenti di tengah ruangan, "Um, apa aku mengganggu?"

"Tidak, aku baru akan keluar untuk menemui dokter yang menangani Eleanor." Mr. Shaw tersenyum padanya lalu memandangku lagi sebelum berjalan keluar dari ruanganku.

Aku memandangnya hingga Ia keluar sebelum kembali menatap Lana, dan Ia sedang mengamatiku dengan senyum lebar di wajahnya.

"Apa?" tanyaku dengan wajah cemberut. Ia menggeleng lalu berjalan ke sebelah tempat tidurku,

"Aku hanya sedang bertanya-tanya pukul berapa pesawatnya berangkat dari Manhattan... Ini masih jam 9 pagi. Perjalanan paling cepat 3 jam, jadi Ia pasti berangkat sangat—"

"Lana..." potongku dengan sedikit kesal.

"Bagaimana Ia tahu kau ada di rumah sakit?" keningnya tiba-tiba berkerut.

Kuangkat kedua bahuku. "Aku tidak tahu." Gumamku, dan aku memang benar-benar tidak tahu. Ia datang pukul 11 malam, perjalanan dari Manhattan ke San Francisco paling cepat dengan pesawat memakan waktu 3 jam. Setahuku tidak ada jadwal penerbangan pukul 11 malam, jadi bagaimana Ia bisa sampai secepat itu?

"Apa Ia datang sendirian?" pertanyaan Lana membuyarkan pikiranku.

"Mungkin." Satu-satunya orang yang mungkin pergi bersama Mr. Shaw hanya Eric, tapi aku tidak melihatnya sama sekali. Sekilas aku melihat sedikit ekspresi kecewa di wajahnya, "Ada apa, Lana?"

"Tidak ada apa-apa." Jawabnya cepat sambil mengalihkan pandangannya dariku. Aku tahu Ia sedang menyembunyikan sesuatu. "Apa kau sudah merasa lebih baik?" tanyanya tiba-tiba.

"Yeah." Jawabku dengan sedikit terkejut. Aku baru menyadari tubuhku pagi ini terasa jauh lebih baik dari kemarin, tidak ada rasa sakit yang berarti. "Aku merasa sangat baik." Gumamku dengan heran.

"Well, sepertinya kau tidak akan membutuhkan operasi." Ia tersenyum lagi, "Orang-orang suruhan Ayahku sudah membersihkan apartemen kita... kamarmu maksudnya, kita bisa menempatinya lagi jika kau sudah boleh pulang."

"Oh ya? Sampaikan terima kasihku untuknya."

"Dan... pria yang menyerangmu... aku baru mendapat kabar barusan dari suster yang menjaganya, Ia meninggal pagi ini."

"Apa?"

"Operasinya semalam berjalan lancar, tapi pagi ini tiba-tiba Ia meninggal. Polisi berencana untuk menutup kasus ini. Kau keberatan?"

Aku menggeleng pada Lana tapi pikiranku berada di tempat lain, "Tidak... aku tidak keberatan. Jam berapa Ia meninggal?" Jantungku berdebar keras di dalam dadaku.

"Pagi ini, sekitar pukul 4 pagi."

Tiba-tiba aku merasa tidak enak. Sebuah pikiran yang tidak masuk akal muncul di dalam kepalaku, apa Nicholas yang membunuhnya?