webnovel

VOLDER

Volume I: Eleanor Heather menyukai hidupnya yang biasa-biasa saja. Ia menikmati pekerjaannya sebagai akuntan sambil menyelesaikan cicilan pinjaman uang kuliah dan hidup berbagi apartemen bersama sahabatnya, Lana. Hingga suatu malam, pertemuannya dengan seorang pria aneh yang tiba-tiba menyerang dan menggigit lehernya membuatnya trauma untuk keluar sendirian lagi. Tapi itu hanya titik awal perubahan hidupnya. Saat Ia bertemu Nicholas Shaw, pengacara sekaligus pemilik Law Firm yang kebetulan sedang diaudit olehnya, hidupnya berubah drastis. Banyak hal gelap dan mengerikan tentang Nicholas yang Ia sembunyikan dari dunia. Walaupun begitu Eleanor tidak bisa berhenti memikirkannya, dan Nicholas Shaw tidak ingin melepaskannya begitu saja. Volume II: Untuk yang kedua kalinya dalam hidupnya... wanita itu berhasil kabur darinya. Gregory Shaw tidak pernah berpikir Lana akan meninggalkannya lagi. Dan kali ini Ia akan memburu wanita itu, bahkan hingga ke ujung dunia sekalipun. Bahkan jika hidup atau mati taruhannya.

ceciliaccm · Fantasy
Not enough ratings
415 Chs

Chapter 13

Aku berdiri dari tempat dudukku saat Ia tidak menjawabku, "Mr. Shaw, apa yang sedang kau bicarakan?" tanyaku dengan terkejut. Jantungku mulai berdebar keras lagi, bukan karena rasa takut, tapi gugup. Ia masih menyandarkan punggungnya di kursi dengan aura mengintimidasinya. Kedua mata biru tuanya mengikuti setiap gerakanku hingga kurasakan atmosfir di antara kami perlahan berubah lebih intens dari sebelumnya.

Dapur kami tidak sebesar ruangan apartemen yang lainnya, hanya cukup untuk memasak dan tempat set meja makan untuk 4 orang. Berada berdua dengannya disini membuat ruangan ini semakin terasa sempit.

"Aku... tidak memiliki banyak pengalaman yang berhubungan dengan wanita. Jadi kuharap kau memakluminya jika selama ini apa yang kulakukan untukmu terasa kurang jelas bagimu." Ia kembali menyisir rambutnya dengan tangan kanannya.

"Tapi kau baru mengenalku beberapa hari, Mr. Shaw." Jawabku tanpa mengalihkan perhatianku darinya, Ia juga sedang melakukan hal yang sama. "Secara teknis kau tidak mengenalku." tambahku.

Ia menarik salah satu sudut mulutnya ke atas, membentuk senyuman khasnya. "Kau benar. Karena itu aku ingin mengenalmu lebih jauh."

"Aku tidak bisa—"

"Tentu saja kau bisa." Ia memotong kalimatku, masih dengan senyumannya yang sekarang terlihat terlalu percaya diri. Tapi dengan wajah sempurna dan rahang arogannya, Ia tidak membuatku merasa kesal. Well, hanya sedikit.

"Mr. Shaw, aku baru saja menyelesaikan hubunganku dengan... dengan mantan terakhirku. Dan aku sedang tidak ingin memulai yang baru."

"Maksudmu hubunganmu dengan Oliver Wright?" Ia terdengar sedikit jijik saat menyebut nama Oliver.

"Bagaimana kau mengetahuinya?" Ia juga memanggil nama Oliver siang tadi, aku yakin mereka tidak mengenal sebelumnya. Oliver bahkan tidak tahu siapa Mr. Shaw.

Ia mengangkat bahunya sedikit dengan tidak peduli. "Aku tidak menginginkan hubungan yang seperti milikmu dengan Mr. Wright. Aku menginginkanmu."

Jantungku sedikit terlonjak saat Ia mengatakan 'aku menginginkanmu'. Kupejamkan mataku selama beberapa detik untuk mengumpulkan sisa akal sehatku, "Kau bukan manusia." Gumamku sambil membuka mataku lagi.

Tidak ada perubahan berarti dalam ekspresinya saat mendengar jawabanku, tapi Ia juga tidak tersenyum.

"Kau benar." Jawabnya sambil mengangguk kecil. Ia tidak berusaha menjelaskan atau menawarkan jawaban lebih. Kami kembali terdiam hingga akhirnya Ia mengangkat lengannya sedikit untuk melihat rolexnya sekilas. "Aku harus pergi." tiba-tiba Ia berdiri dari tempat duduknya, "Terimakasih untuk malam ini, Miss Heather. Jika kau memiliki pertanyaan untukku kau tahu harus menghubungiku dimana."

Ia mengangkat tangan kanannya sedikit seolah-olah ingin menyentuhku lalu menariknya kembali. "Aku berharap kau memiliki pertanyaan." Gumamnya dengan lembut. Lalu Ia mengangguk kecil padaku dan berjalan keluar dari dapur apartemenku, dua detik kemudian aku mendengar pintu apartemenku yang ditutup.

Dan hanya seperti itu, Nicholas Shaw pergi. Ia datang dan pergi begitu saja.

***

"Sial!" Lana mengumpat untuk yang ketiga kalinya siang ini. "Ini kemeja favoritku, saus tomat sialan." Gumamnya sambil mengusap kemeja putihnya yang terkena beberapa tetes saus tomat dengan tissue basah. Tapi yang Ia lakukan malah membuat nodanya semakin melebar, Ia menggerutu dengan frustasi sebelum akhirnya menyerah.

"Kau punya waktu untuk menemaniku membeli kemeja?" Ia menatapku dengan pandangan setengah frustasi dan setengah memohon. Kami berada di toilet sebuah restauran Italia, hari ini adalah salah satu jadwal makan siang rutinku dengan Lana. Aku mengecek jam tanganku sekilas lalu mengangguk padanya, "Aku masih mempunyai setengah jam."

Lana tersenyum lebar sambil memakai blazer hitamnya lagi, bagian kemeja yang terkena noda saus tertutup oleh blazer.

"Lana, kau bisa menyembunyikan nodanya di balik blazermu, untuk apa membeli yang baru?" tanyaku sambil menunjuk kemejanya.

Ia memutar kedua bola matanya sebelum menjawabku, "Aku memiliki kencan setelah pulang kantor nanti."

"Dan kau tidak memberitahuku?" tanyaku sambil cemberut. Aku mengambil sisir kecil miliknya lalu menata rambutku sedikit walaupun aku tahu saat keluar dari restauran ini rambutku akan kembali berantakan terkena angin.

Tiga hari yang lalu Lana membuatku memotong rambutku, Ia menganggap rambutku terlalu membosankan. Jadi rambutku sekarang tiga senti lebih pendek dari sebelumnya, memiliki layer dan sedikit highlight.

Dan tentu saja Lana selalu benar, rambut auburnku yang sekarang sepuluh kali lebih bagus daripada sebelumnya.

Lana me-refresh lipstiknya lalu menjawabku, "Kau tidak memberitahuku tentang Nicholas Shaw, jadi aku tidak memberitahumu tentang kencanku."

"Tidak ada apa-apa diantara kami, Lana." Balasku dengan sedikit perasaan bersalah. Ia tidak mengingat saat terakhir kali Nicholas Shaw ke apartemen kami, Ia hanya mengingat tentang Mr. Shaw yang menjemputku untuk makan malam.

"Sekarang katakan padaku, siapa teman kencanmu?" Aku menatapnya dari pantulan cermin, rambut pirangnya yang berwarna seperti madu dibiarkan terurai di punggungnya. Lana tidak membutuhkan banyak make-up untuk membuat dirinya cantik.

"Seorang dokter di Rumah Sakit pusat. Aku bertemu dengannya saat makan malam dengan bosku."

Lana belum pernah memiliki pacar seorang dokter sebelumnya, sekarang giliranku untuk tersenyum lebar.

"Dokter apa? Well, siapa namanya?" kusandarkan pinggangku di watafel sambil melipat kedua tanganku di dadaku. Lana kembali memutar kedua matanya saat melihat senyuman lebarku.

"Eissenberg. Leon Eissenberg. Ia dokter yang menangani kanker dan semacamnya, aku tidak tahu apa sebutannya." Lana melihat jam tangannya lalu menghela nafasnya, "Kita harus buru-buru jika kau tidak ingin terlambat."

***

"Ella, aku membutuhkan file Shaw&Partner yang masih kau bawa." Aku mendongak dari layar komputerku, Christine sedang mengetuk-ketukkan jarinya di mejaku.

"Untuk apa?" tanyaku sambil mencari flasdiskku di laci meja. Aku berusaha membuat suaraku terdengar tidak begitu peduli. Sejak minggu lalu aku tidak melihat Oliver lagi, tepatnya hari selasa setelah kami 'hampir' makan siang. Mr. Newman bilang Oliver meminta untuk dimutasi ke cabang kantor di Chicago, jadi sekarang Christine naik pangkat sebagai asisten manager menggantikannya.

"Kau belum tahu?" jari-jari Christine masih mengetuk-ketuk mejaku, "Mereka akan menyewa akuntan untuk menyelesaikan kasus penggelapan di perusahaan itu."

Aku berhenti mencari flashdiskku lalu menatap Christine, "Bukannya mereka sudah menyewa tim untuk itu?"

"Well, kasus itu sudah selesai. Hanya saja Nicholas Shaw menginginkan investigasi lanjutan untuk mencari jejak-jejak lainnya, kau tahu? Kurasa Ia hanya tidak ingin membuang-buang uangnya untuk tim audit. Satu auditor lebih murah dari pada satu tim." Jawabnya sambil melipat kedua tangannya di dada. Kukunya yang baru saja di manicure hari ini berwarna pink neon.

"Nicholas Shaw?" jantungku berdebar sedikit lebih keras.

"Yeah, Ia menghubungi langsung Mr. Newman pagi ini. Aku membutuhkan filenya, kau masih memilikinya, kan?"

Aku mengangguk lalu kembali mencari flashdiskku, "Jadi siapa yang akan pergi?" tanyaku dengan suara yang kuusahakan senetral mungkin.

"Tentu saja aku, Mr. Newman memintaku langsung pagi ini. Karena itu aku butuh file itu, aku harus mempelajarinya dulu. Sial, padahal aku berharap Ia akan mengirimmu. Lagipula kau yang menangani Shaw&Partner sebelumnya."

"Oh..." aku menyerahkan flashdiskku sambil berusaha tersenyum padanya. Walaupun aku tidak ingin mengakuinya, tapi aku merasa sedikit kecewa. Okay... sangat kecewa. Untuk beberapa saat tadi aku mengira Mr. Shaw akan memintaku pergi ke Manhattan. Aku tidak mendengar kabar darinya lagi sejak terakhir kami bertemu dua minggu yang lalu.

Kugigit bibirku dengan selama satu menit sambil berpikir sebelum akhirnya kembali ke pekerjaanku.

***

Hari ini aku pulang satu jam lebih awal. Aku tahu Lana tidak akan pulang sebelum pukul 8 malam, jadi aku memutuskan untuk membeli pizza untukku sendiri dan membawanya pulang. Jalanan belum terlalu macet saat aku pulang, taksi yang kutumpangi sampai di gedung apartemenku hanya dalam lima menit setelah aku mampir ke restauran pizza.

Kubuka pintu apartemenku yang sepi dengan salah satu tanganku, tanganku yang satunya lagi membawa tasku dan boks pizza. Biasanya Lana lebih dulu pulang, jadi kali ini aku merasa sedikit asing dengan keheningan apartemen kami.

Kunyalakan lampu-lampu utama lalu menaruh boks pizza di counter dapur, tanpa mengganti bajuku lebih dulu aku mengambil satu potong pizza yang masih panas lalu menggigitnya perlahan sambil berdiri di samping counter dapur.

Kucopot heelsku bergantian dengan tumitku lalu menaruhnya di pojok dapur sebelum mengambil potongan kedua pizzaku. Saus Margherita dengan cacahan tomat dan basil adalah favoritku, lalu ditambah lelehan keju mozzarella yang menutupi seluruh pizza. Kuhela nafasku dengan puas sebelum mengambil potongan ketiga, tapi pandanganku tidak sengaja tertuju pada tumpukan surat di sebelah boks pizzaku.

Lana pasti mengambil surat-surat itu dari lobby pagi ini, aku mulai memeriksa satu per satu surat yang ditujukan untukku. Hanya ada dua, satu dari tagihan kartu kreditku sedangkan yang satunya lagi dari bank tempatku berhutang biaya kuliah. Kugigit pizzaku lalu menaruh sisanya kembali ke boks, aku membuka tagihan kartu kreditku lebih dulu lalu membuat catatan pengingat di handphoneku untuk membayarnya besok pagi.

Kuhabiskan potongan ketiga pizzaku sebelum membuka surat yang kedua lalu membacanya sekilas. Disitu tertulis pemberitahuan tentang seluruh sisa hutangku yang sudah lunas dan ucapan terimakasih karena telah mempercayakan bank bla... bla... bla... 

Kedua mataku kembali ke paragraf awal lalu membaca semua kalimatnya hingga akhir, kali ini lebih lambat dari sebelumnya. Aku menelan pizza terakhir di dalam mulutku dengan susah payah sebelum membacanya untuk yang ketiga kalinya. Tapi berapa kalipun aku membacanya isinya tetap sama, pemberitahuan pelunasan hutang. Hutangku yang seharusnya masih belum lunas hingga tahun depan. 

Apa mereka salah informasi? Aku menghampiri telepon yang berada di sebelah dapur lalu mengurungkan niatku setelah melihat jam tanganku yang sudah menunjukkan pukul 5. Tidak akan ada gunanya menelepon bank saat ini jadi kuputuskan untuk mengecek akun bankku lewat internet.

Kubuka laptopku yang berada di kamar lalu menyalakannya, keningku masih berkerut sejak tadi. Satu menit kemudian aku sudah masuk ke informasi online akun bankku, dan disana tertulis informasi yang kurang lebih sama seperti surat yang baru saja kubaca. Seluruh hutangku telah lunas. 

Tapi siapa yang membayarnya? Tanganku mengeklik bagian informasi yang lebih detail, satu detik kemudian puluhan baris informasi tentang transaksi terakhir di akun bankku keluar. Pandanganku langsung tertuju pada transaksi yang dilakukan satu minggu yang lalu. Aku mengekliknya lagi dan beberapa baris tentang detail transaksinya muncul di layar laptopku. Tapi hanya tiga baris utamanya yang membuatku membeku di tempat dudukku, tiga baris yang berisi nama dan informasi akun bank orang yang melunasi hutangku.

Nicholas E. Shaw

Bank of Manhattan

295 Wallst. East Manhattan