webnovel

Gara-gara Jabatan

Jhino menghela nafas panjang setelah keluar dari ruangan Manajer HRD. Dia harus menerima kenyataan pahit bahwa dia gagal kembali. Walaupun gagal tapi Jhino tidak pernah menyerah. Dia bertekad untuk bekerja lebih keras agar bisa mewujudkan mimpinya.

Dia kembali ke ruangan Divisi Marketing. Beberapa rekan kerjanya menunggu Jhino datang. Tapi Jhino yang sudah tahu kalau mereka kepo soal berita hari ini, dia hanya menanggapinya dengan senyuman. Dia nggak banyak omong dan langsung duduk di kursinya.

"Gimana, bro? Lo jadi diangkat jadi manajer?" tanya Daniel, salah satu rekan kerja Jhino di tim Marketing.

Jhino tersenyum, "Enggak. Tadi Pak Direktur bilang kalau akan ada manajer baru yang lebih berkualitas. Ya... gue nggak tahu, mungkin gue masih kurang kalau menurut standar mereka," kata Jhino.

Daniel menghela nafas. Pak Suho, Direktur perusahaan yang sudah menjadi tempat Daniel dan Jhino bekerja sejak lulus kuliah empat tahun yang lalu ini kadang membuat banyak karyawan sebal. Mungkin yang paling sebal adalah Jhino. Sudah berapa kali Pak Suho berjanji akan menaikkan jabatan Jhino dari karyawan biasa menjadi manajer? Mungkin sudah berpuluh-puluh kali. Tapi selalu saja Pak Suho memberikan harapan palsu kepada Jhino. Dan yang membuat Daniel heran adalah kenapa Jhino masih saja tidak menyerah.

"Gue nggak kesal kok sama Pak Suho, tenang aja. Gue bisa mencoba di periode selanjutnya," kata Jhino membuka laptopnya dan kembali bekerja.

"Kalau gue sih malas banget dan memilih resign kalau terus-terusan nggak dihargai kayak gitu. Lo tuh kurang apa sih Jhin? Lo berbakat, selalu jadi the best employee of the month berturut-turut selama enam bulan ini. Kenapa juga masih kurang standarnya? Emang Pak Suho mau nyari yang kayak gimana?" gerutu Daniel kesal.

Jhino mencerna perkataan Daniel. Ya, dia ada benarnya juga. Entah apa yang dicari oleh Pak Suho untuk seorang Manajer Marketing. Jhino juga tidak paham.

"Gue jadi bete sama Pak Suho. Merusak mood banget," kata Daniel masih menggerutu.

"Yang harusnya kesel kan gue, bukan lo. Kenapa lo jadi bad mood gitu?" komentar Jhino dengan santai.

"Ya gue kesel aja, kenapa lo nggak bisa jadi manajer. Kalau gue sih ya pantes aja karena gue cuma karyawan biasa. Tapi kalau lo, lo tuh aset perusahaan, Jhin, semua orang juga tahu lo salah satu karyawan yang kompeten," kata Daniel dengan jujur.

"Ya udahlah, nggak usah dipikirin. Biarin aja. Suka-suka Pak Suho," kata Jhino. Hpnya yang ada di meja kerjanya bergetar. Jhino kemudian melihat siapa yang mengirim chat kepadanya. Ternyata ada chat dari Papanya. Jhino pun segera membukanya.

Papa : Jhino, luangkan waktumu nanti malam untuk makan malam bersama Mama dan Papa. Ada yang mau Papa bahas. Kita bertemu di restoran biasanya jam 19.00.

Jhino segera membalas chat dari Papanya. Dia adalah anak yang baik dan penurut. Walaupun dia berasal dari keluarga yang mampu bahkan termasuk jajaran orang kaya karena Papanya, Pak Jonathan, adalah seorang CEO dari perusahaan fast-moving consumer goods (FCMG) dan Mamanya, Bu Joya, adalah pemilik bisnis kosmetik yang terkemuka, Jhino berusaha dengan keras untuk mengumpulkan uanag sendiri dari bekerja di perusahaan lain. Walaupun sudah berkali-kali Papanya memintanya untuk menjadi CEO dari salah satu anak perusahaannya.

Jhino : Iya, Pa. Nanti Jhino akan datang tepat waktu.

Jhino kemudian meletakkan kembali hpnya di meja kerja. Dia tidak tahu apa yang akan dibahas oleh kedua orang tuanya. Tapi sepertinya ini adalah hal penting. Jarang sekali mereka bisa ditemui di weekday seperti ini. Tapi Jhino tidak pernah berprasangka buruk terhadap kedua orang tuanya yang sudah merawatnya penuh kasih sayang karena Jhino adalah anak tunggal. Tapi sekalipun seorang anak tunggal, Jhino bukanlah anak yang manja.

"Nanti pulang dari kantor, mau nongkrong ke cafe nggak?" tanya Daniel pada Jhino. Sepertinya rasa kesal pada diri Daniel masih ada dan enggan hilang.

"Sorry, gue nggak bisa. Nanti malam ada janji makan malam sama orang tua gue. Gue harus pulang dulu ke apartemen," jawab Jhino kemudian kembali menatap layar laptopnya.

Jhino tidak tinggal bersama dengan orang tuanya. Jhino sudah bekerja cukup lama dan menabung untuk bisa tinggal di apartemennya. Walaupun apartemennya sederhana, tapi dia sudah merasa cukup karena bisa membelinya dengan uangnya sendiri.

"Telat dikit gapapa kan? Sama orang tua sendiri ini," kata Daniel yang berusaha untuk mengajak Jhino melanggar salah satu hal yang paling dibenci oleh Jhino, yaitu datang terlambat.

Jhino mengalihkan pandangannya dari laptop. "Sorry gue nggak biasa datang telat. Gue bukan lo," kata Jhino setengah bercanda.

Daniel berdecak sebal. Dia kemudian menggerutu sendiri sambil mengerjakan tugasnya.

***

Pukul 18.55, Jhino sudah sampai di sebuah restoran mewah yang menjadi tempat Mama dan Papanya selalu menghabiskan waktu bersama entah hanya untuk makan malam berdua, atau juga makan bersama Jhino jika semuanya tidak sibuk. Jhino sudah tahu dimana Papanya mereservasi meja makan untuk pertemuan mereka. Dia pun segera kesana dan duduk untuk menunggu kedua orang tuanya datang.

Tepat 5 menit kemudian, Jhino melihat Pak Jonathan dan Bu Joya dengan pakaian simpel namun terkesan glamour itu datang menghampirinya. Sedangkan Jhino yang juga punya selera fashion yang tinggi, juga dapat mengimbangi mereka. Keduanya menyapa Jhino dan memeluk anak semata wayangnya itu dengan penuh cinta.

"Apa kabar, sayang?" tanya Bu Joya pada Jhino. Mereka kini sudah duduk di kursi masing-masing. Makanan pembuka sudah datang.

"Baik, Ma. Mama dan Papa apa kabar?" tanya Jhino dengan sopan.

"Mama baik, sayang. Ya... kamu tahu sendiri, Mama baru aja meluncurkan varian baru untuk kosmetik whitening series, jadi Mama cukup sibuk. Tapi Mama baik kok," jawab Bu Joya dengan ceria.

"Syukurlah," kata Jhino kemudian tersenyum.

"Papa juga baik. Kamu tahu sendiri Papa cukup sibuk," sahut Pak Jonathan.

"Iya, Pa. Semoga Papa sehat selalu," kata Jhino kepada Papanya.

"Aamiin. Oh ya, Papa dengar, Perusahaan kamu sedang mengangkat manajer baru untuk Divisi Marketing, kamu jadi terpilih?" tanya Pak Jonathan to the point.

Jhino dapat merasakan adanya penekanan dalam pertanyaan Papanya. Dia memang sudah berjanji kalau dia akan minimal menjadi manajer agar tidak mengurus perusahaan Papanya. Dia ingin mandiri. Tapi sepertinya janji itu tidak akan pernah dia penuhi.

"Belum, Pa. Mungkin lain kali-" kata Jhino yang terhenti karena Papanya menatapnya dengan tajam.

"Tidak ada lain kali. Ini adalah kesempatan terakhirmu. Mulai besok, kamu harus resign dan mulai mengurus salah satu anak perusahaan Papa. Dan satu lagi..." kata Pak Jonathan yang sukses membuat Jhino merinding disko.

Jhino menunggu Papanya melanjutkan kalimatnya.

"...Kamu harus menikah dengan seseorang pilihan Papa dan Mama. Kamu sudah gagal membangun karir sebagai anak Papa dan Mamamu yang sukses ini. Kami nggak mau kami juga kamu malu. Jadi, ikuti perintah Papa," sambung Pak Jonathan dengan nada tegas.

Jhino menghela nafas dan menatap mata Mamanya. Bu Joya hanya mengangguk untuk memberikan isyarat kepada Jhino untuk menurut. Jhino tidak ada pilihan selain setuju. Mungkin inilah awal dari babak baru kehidupannya. Jhino hanya bisa pasrah dan menerima.

Kira-kira siapa yang akan dijodohkan dengan Jhino? Penasaran? Ikuti terus ceritanya :)

mirnanatacreators' thoughts
Next chapter