21 Chapter 20.

Suasana di rumah sepasang suami istri dalam keadaan membisu, tidak ada satu kata keluar dari bibir mereka. Aldo seperti biasa menikmati makan malam tanpa bersuara, sementara Rui duduk sambil memperhatikan suaminya begitu lahap pada makanan ada di piringnya itu.

Jelas lahap sekali, lauk makan malam yang buat itu adalah Monika. Coba Rui buat masakan makan malam dengan menu dibuat oleh Monika itu, pasti akan makan sangat lahap sekali. Namun Aldo tidak pernah mencicipi masakan buatannya, selalu dimasak oleh pembantu di rumah ini.

Di sinilah Rui selalu terlihat iri pada Monika, padahal Rui sudah berusaha melakukan semaksimal agar Aldo melihat dia seperti wanita lainnya. Akan tetapi, tetap sama. Aldo tidak akan bersikap lembut padanya.

"Aku titip Albert ke rumah Monika dan Nico," suara Rui memberitahukan kepada Aldo.

"Hmmm...." Hanya melenguh saja, Aldo tidak menanyakan apa pun, atau bertanya keburukan Rui.

"Kamu masih marah padaku? Aku sadar, seharusnya aku tidak bersikap seperti kemarin. Aku akui itu kesalahan sangat memalukan. Kamu tahu, aku bersikap seperti itu karena aku cemburu melihat kamu bersikap lembut pada Monika, padahal aku berusaha agar kamu melihat aku seperti wanita yang lain juga. Tetapi kamu malah lebih memperhatikan ...."

"Aku tahu kamu cemburu pada dia, aku tidak minta kamu berubah penampilan atau gaya seperti dia. Justru aku suka dirimu yang dulu, bukan karena aku perhatikan Monika. Aku tidak berpaling padamu. Aku menikahi mu juga untuk bisa melupakan dia, aku menikahi mu untuk bisa menerima mu. Segala pernikahan itu tidak ada sempurna jika kamu tidak meng-introspeksi diri. Mungkin cara kita sendiri salah, sehingga pertengkaran berdampak pada Albert," sambung Aldo bersuara setelah dia selesai dengan makan malamnya.

Rui menunduk sembari senyum, dia tidak pernah mendapat ceramah seperti ini apalagi dari suami sendiri.

"Maaf, kalau tadi siang aku tidak bisa mengangkat panggilan telepon kamu. Aku benar-benar sibuk untuk memperbaiki usaha kita. Semoga kerja sama kali ini berhasil, kita akan perbaiki semuanya," ucap Aldo sembari beri senyuman pada Rui. Rui juga membalas padanya, suasana di malam ini beda, walau tanpa ada suara Albert.

****

Esok paginya, di kamar dua orang sepasang suami istri dalam tidur yang sangat pulas. Beberapa menit terdengar suara ketukan pintu pada kamar mereka.

"Om Nico! Tante Monik! Bangun!" teriak Albert mengetuk-ngetuk pintu itu.

Monika pun bangun setelah mendengar suara Albert berusaha membangunkan dirinya. Tetapi Nico malah semakin mengerat peluk tubuh istrinya.

"Om Nico! Tante Monik! Bangun dong!"  teriak Albert lagi.

Monika berusaha untuk bangun, cuma Nico tidak ingin melepaskan pelukan dari badannya Monika. " Iya, Sayang! Sebentar!" teriak Monika dari dalam.

Monika menyingkirkan tangan Nico dari pinggangnya. Tetapi Nico mengangkat sedikit kepalanya. "Mau ke mana?" tanya Nico dengan suara paraunya.

"Albert memanggil, ayo bangun, nanti dia merenggut!" jawab Monika beranjak dari tempat  tidurnya kemudian merapikan rambut dan pakaiannya.

"Itu anak, ganggu kemesraan saja!" seru Nico berbalik posisinya, Monika cuma menggeleng sikap Nico.

Monika pun melangkah arah pintu kamar, di sana Albert sudah merenggut kayak bebek. Monika berjongkok dan menyapa Albert.

"Selamat pagi!"

Albert membuang muka, kemudian mengintip di belakang Monika. Di sana Nico kembali tidur, tanpa minta izin lagi pada Monika. Albert pun langsung masuk ke kamarnya. Monika menoleh dan membiarkan anak itu menaiki tempat tidur mengganggu Nico.

"Om Nico, bangun!" teriak Albert mengguncang tempat tidur membuat badan Nico ikut bergoyang-goyang. Monika pun menuju ke kamar mandi untuk bersih diri.

****

Jalan pagi, Albert bergandengan dengan Nico, sedangkan Monika berjalan bersebelahan dengan mereka berdua. Monika tidak pernah merasakan suasana bahagia seperti ini. Apalagi melihat anak laki-laki itu sangat akrab dengan Nico.

Nico menguap berkali-kali gara-gara diganggu oleh Albert tadi. Bahkan Albert tidak peduli kalau sampai Nico berubah galak padanya. Saat Monika sedang mandi hingga selesai mandi, keluar Albert sudah duduk di punggung Nico.

Setelah beberapa menit diganggu oleh Albert, Nico pun mau tak mau bangun dengan malas. Di meja makan juga Albert masih mengganggu Nico. Entah apa saja yang dilakukan oleh Albert kepadanya. Nico yang ingin memarahi anak itu, melihat wajah mama mertuanya sudah memasang ekspresi ingin mengolok nya hidup-hidup.

Monika kadang ingin ketawa namun ditahan-tahan, takut Nico berubah lagi seperti kulkas instan. Santi dan Herman sangat suka pada Albert. Apalagi Albert ternyata sangat penurut sekali, bahkan mereka pun ingin membawa anak itu ke kampung. Monika pasti tidak enak pada Rui.

"Om Nico! Main itu, yok!" tarik Albert menunjukan arah itu, anak-anak di sana sedang main perosotan yang tertutup pelindungan bentuk lingkaran.

Nico tidak menjawab, Albert terus menariknya ke arah tempat itu. "Sama Tante Monik saja, ya!" Nico alihkan ke Monika. Terus si Albert arah ke Monika.

"Albet mau sama Om Nico saja. Yok, Om!" ucapnya tetap menarik Nico untuk ke taman itu. Tetapi Nico tidak mau, semua para ibu-ibu di sana. Masa dia ke sana seorang diri?

"Ayo, Oooommm!" tarik lagi Albert, hingga genggaman dari Albert pun terlepas karena licin.

Albert pun terjatuh, mencium batu berpasir itu hingga mengenai kaki mulusnya. Spontan Albert pun menangis membuat Monika panik dan menghampirinya, Nico seolah-olah tidak tahu apa pun soal tangisan Albert. Padahal Monika jelas-jelas melihat sikap Nico sengaja melepas tangan itu dari tangan Albert.

Inilah Monika tidak suka dari sikap kasar Nico. Meskipun itu tidak sengaja. Albert semakin keras tangisannya hingga membuat orang yang lewat melihatnya.

"Sakit, Tante!" isak Albert meskipun hanya lecet sedikit, pastinya itu sakit banget.

"Sust, sust, ya sudah Tante obati ya! Kita cari tempat duduk, jangan nangis lagi, hmm..." Albert pun diam walau tidak langsung.

Monika pun mengangkat tubuh Albert itu dalam gendongannya. Sementara Nico terkekeh kecil, bagi Monika itu bukan hal yang lucu.

"Aku tidak sengaja, itu cuma ...." Monika tidak merespons dan memilih meninggalkan suaminya di sana.

Albert menenggelamkan wajahnya di dalam pelukan, tetapi sempat pula Albert mendongak sambil mengeluarkan lidahnya seolah dia sedang mengejek Nico. Nico sangat jelas melihat tingkah nakal anak itu. Pasti dong Nico sangat marah dengan Albert apalagi di tempat keramaian.

Monika membeli satu botol minuman air mineral tentu camilan ringan seperti kerupuk, permen. Monika masih berdiri mengantri, karena antri tempat itu panjang. Sesekali ia menoleh memerhatikan Nico dan Albert duduk di dekat taman air mancur.

Albert duduk sangat manis, sambil menunggu Monika kembali, sedangkan lutut kanannya kemerah-merahan. Nico pun menjentikkan telinga anak itu. Membuat Albert menoleh kesal.

"Dasar anak nakal? Bisa-bisanya kamu akting seperti itu! Memang sifat kamu itu mirip sama kayak mamamu!" nyinyir Nico sambil menjelekan Rui di depan Albert.

Albert tidak merespons membiarkan Nico terus menjentikkan telinganya itu, hingga kekesalan Albert mulai membludak, pas Monika sudah kembali. Dengan cepat pula Albert kembali menangis membuat Nico yang ingin menjahili terdiam.

"Hah, hah, kamu mau apain lagi si Albert?! Masih kurang puas jatuhin dia?! Aku tahu kamu tidak suka anak kecil, tapi tidak pakai cara seperti ini buat anak orang menangis?! Nyesal aku percaya omongan mu!" semprot Monika memarahi Nico.

"Aku cuma menjentikkan telinganya  yang tadi itu tidak sengaja. Kok?" Nico mencoba mencari pembelaan.

Tetapi Monika tidak akan percaya pembelaan dari suaminya. Langsung Albert menjauhkan dirinya dari Nico. Nico melihat sikap istrinya pada anak itu, tidak pikir panjang dia pun memilih beranjak dari tempat itu. Meskipun dia tidak benar-benar bersalah banget. Monika melirik Nico di sana mengeluarkan sebatang rokok.

"Sudah, jangan nangis lagi. Ini Tante beli permen. Tante bersihkan luka mu, habis ini kita main di sana, oke?" Albert langsung mengangguk dengan senyum. 

Sementara Nico yang sudah menjauh dari tempat di mana Monika dan Albert sana. Kejengkelan Nico membuat moodnya tidak normal lagi. Pada kenyataan untuk menjadi sosok sabar itu benar-benar susah sekali. Buktinya dia cuma tidak sengaja melepaskan tangan dari genggaman anak itu. Terus yang tadi dia jentik telinga cuma mengerjai tapi malah anak itu memang sengaja biar Monika kesal padanya.

"Sialan!" umpat Nico sambil menginjak rokoknya hingga tidak terlihat lagi.

****

avataravatar
Next chapter