webnovel

Intermezzo Tokoh (bonus)

Cahaya terang menyinari langit dari altar di sebelah Timur, diikuti oleh altar lain dari berbagai penjuru. Di bawah laut sinar biru muda menyala dan membumbung, lalu di sisi selatan terdapat cahaya berwarna kuning keemasan. Setelah itu cahaya merah menyusul, dan terakhir cahaya ungu yang segera ditutup cahaya gelap.

Semua berkumpul di langit malam itu, bersatu dalam enam paduan warna berbeda menghiasi penjuru dunia.

Semua orang menatap langit yang sama, persis seperti kejadian Lima tahun lalu, pertanda akan nasib dunia mulai berubah.

Kemana arah tujuannya belum pasti, berbagai orang di penjuru menatap dengan pandangan mereka masing-masing.

***

…*

Seorang putri dengan gaun kebaya berwarna biru indahnya, dia duduk di atas batu karang menatap langit. Senandung indah ia nyanyikan seolah mengiringi balutan cahaya warna-warni.

“Tuan putri, Kanjeng Gusti memanggil anda.”

Gadis berpakaian pelayan muncul begitu saja dari dasar lautan, bila diperhatikan lagi dia memiliki ekor seperti duyung.

“Baik, akan segera ke sana Mbok.” balasnya, dia tidak segera beranjak melainkan menyelesaikan senandung lagu yang ia nyanyikan.

“Semoga masa depan dunia ini lebih baik.” ucapnya lagi kemudian terjun dan berenang ke dasar laut, memenuhi panggilan sang penguasa samudra.

…**

Wanita tua berpakaian nyentrik tengah duduk di selasar bangunan, dia menghisap cerutu menatap langit malam itu. “Aku sudah menantikan ini,” tuturnya penuh kelegaan, dia menoleh sejenak ke bola kristal di atas meja nakas tidak jauh darinya. Bola itu menyala aneka warna seolah memantulkan cahaya dari langit.

“Tugasku akan segera selesai, dan aku terbebas dari siksaan.” lanjutnya.

…***

“Cih, masalah apa lagi ini.” Pemuda berpakaian kimono dengan katana di pinggang menatap menara tidak jauh darinya. Tubuhnya penuh luka, postur tubuh tegapnya menunjukkan dia telah berlatih dengan giat.

Dia masih merasa kesal gurunya menghilang lima tahun lalu, dan sekarang terjadi pertanda serupa. Pemuda itu tidak bisa menebak masalah apa lagi yang akan datang nantinya. Meskipun begitu, dia tidak peduli. Prioritas utamanya adalah menemukan peninggalan gurunya dan membebaskan kota ini dari kejahatan.

…****

Kabut tebal memenuhi sebuah pulau, terdapat menara yang berdiri kokoh di tengah reruntuhan bangunan yang luas. Seorang bocah duduk bertumpu kaki dan menopang dagu, dia tersenyum gembira.

“Akhirnya bocah itu datang juga, aku sudah bosan menunggu.”

Tepat di belakang kursi yang ia tempati, sebuah altar menyala ungu dan hitam.

…*****

Bangunan tua yang sudah menjadi reruntuhan di dalam ke dalaman hutan. dari sebuah ruangan menyala biru, tabung kaca besar telah pecah menyisakan serpihan kaca dan es yang mulai mencair. Seorang pemuda berdiri tidak jauh dari sana menatap keluar bilik jendela, pandangannya sayu entah sudah berapa tahun dia tertidur. Dia mengamati cahaya indah di langit, sebuah pertanda yang menentukan nasib dunia ini.

Jiwanya bergetar, hati pemuda itu ragu mengapa hanya dia yang selamat? Mungkinkah dia harus menjalani takdir yang berbeda dengan kerabat serta rakyatnya. Setidaknya dia berharap bisa melakukan yang terbaik akan kesempatan kedua dalam hidupnya.

…******

Pemuda lain menatap langit dari puncak menara, dia merasa akhir dunia semakin dekat. Negerinya sudah dikuasai, hanya menunggu waktu untuk kebinasaan rakyat. Dia merutuki nasibnya mengapa dia tidak ikut dimusnahkan bersama keluarga kerajaan lainnya, hanya karena seorang pengasuh yang juga pelayan setia dia bisa selamat.

Sosok pria menatap keluar jendela dari singgahsananya, dia meminum darah kental dari cangkir yang disediakan oleh pelayannya.

“Akhirnya hari yang dinantikan telah tiba!” ucapnya gembira, kedua gigi taringnya keluar dari balik senyuman mengerikan makhluk itu. Dia menjentikkan jari, kemudian dari kegelapan muncul pelayan kerdil dengan telinga runcing.

“Anda memanggil saya, Tuan?”

“Segera persiapkan tahap seleanjutnya. Kali ini kita tidak boleh gagal.” perintah makhluk itu. Pelayan kerdil segera berubah menjadi kelelawar lalu terbang bersiap melaksanakan tugas, makhluk itu tertawa lantang di kesunyian malam.

…*******

Bocah kecil dengan tubuh tidak lazim berjalan membawa bakul berisi tanaman obat dan makanan. Salah satu tangannya tidak wajar dengan kuku yang tajam. Dia menoleh menatap langit yang bersinar, wajahnya begitu menyeramkan. Tunik mata kanan hitam legam, mata kiri beriris burung hantu dengan paruh. Meski begitu dia makhluk yang baik.

“Aku harus segera kembali.”

Begitu sadar dia berlari menyusuri hutan menuju sebuah bangunan terbengkalai, jejak kakinya terlihat berbeda dengan manusia melainkan langkah hewan.

…********

Tanah kering berpasir yang luas, seseorang berjalan di sebuah gurun seorang diri.

“Kemana perginya orang itu.” gerutunya, rekan satu timnya dia sendiri di tengah danau ketika beristirahat.

Dia menoleh begitu melihat cahaya terang di atas langit. Dari balik tudung ia tersenyum penuh arti.

“Akhirnya tiba juga saatnya.”

Kumpulan unta tengah berbaring, tidak jauh darinya berdiri sebuah tenda dan banyak tumpukan kotak dan peti. Seseorang keluar dari tenda begitu menyadari cahaya terang, lalu berbalik segera dengan tergesa-gesa begitu menyadari apa itu.

“Daku tak boleh menyia-nyiakan waktu lagi, sudah saatnya.”

Dia keluar dan bergegas berbenah, menyiapkan barang bawaan dan membangunkan para unta yang sedang terlelap.

…********

Sebuah kedai makanan nampak riuh, bukan keributan karena ramai pengunjung melainkan sepasang tamu yang melahap semua hidangan di meja. Para pelayan terlihat kewalahan memenuhi satu meja tamu saja, meja itu penuh akan tumpukan piring kotor. Sepasang wanita bertolak belakang duduk di sana.

Satu makan begitu lahapnya tanpa henti, nafsu makannya begitu besar. Sementara di sampingnya, seorang gadis tidak menyentuh hidangan sama sekali. Tetapi dia selalu saja mengoceh.

“Lihat itu, sudah saatnya kita beraksi.” ucapnya melihat langit berwarna-warni.

“Sebab itu aku makan. Aku perlu banyak kalori untuk melanacarkan aksi. ohohoho” balasnya tanpa menjeda mulut yang terus diselipi makanan.

…*******

“Akhirnya aku punya mainan baru! Sebentar lagi koleksiku akan bertambah.”

Tumpukan boneka benang bergelantungan, seseorang memainkan salah satunya. Dia menatap langit indah di luar bangunan istana di kota yang ia kuasai, kota itu penuh akan boneka.

“Sudah, saatnya ya.”

Seorang pria berdiri di atas bangunan dengan banyak benang di atasnya, boneka benang bergerak dengan leluasa di luar sana. Manusia digerakkan bak boneka oleh benang-benang itu.

“Hiburan apa lagi yang akan datang nantinya.” ucapnya, lalu menghilang dari tempat itu.