webnovel

Bab 1-Alas Roban

Awal dari sebuah kisah yang pernah diceritakan

oleh angin dingin, lembah sunyi, dan badai yang tiba-tiba terhenti

karena bab-bab yang belum menyelesaikan takdirnya

harus hadir memutuskan pasal-pasal mana yang mesti dipusara

Langkah kaki itu tersaruk-saruk melintasi serasah kering lantai Hutan Alas Roban. Lebatnya hutan sama sekali tidak dihiraukannya. Mata bening itu nampak tegar dengan senyuman mengejek yang selalu tersungging di sudut bibirnya.

Nampak seorang gadis muda berwajah cantik dengan dandanan serba ringkas. Sebilah gagang seruling tersembul dari balik punggungnya. Rambutnya yang panjang digelung secara sederhana ke atas. Meski tersaruk-saruk namun terlihat sekali bila langkah kakinya sangat ringan dan terlatih.

Gadis itu berhenti mendadak. Kepalanya sedikit dimiringkan. Memusatkan pendengaran karena lamat-lamat terdengar geraman rendah berulang-ulang. Suara Harimau.

"Aauuummmm…..aauuummmm," kali ini suara itu berubah menjadi auman panjang yang mengguncang seisi hutan.

Dengan lincah dan nyaris tidak terlihat mata telanjang, gadis itu melesat naik ke dahan pohon terdekat. Dia terus berlompatan dari dahan ke dahan sampai akhirnya tiba di dahan tertinggi yang berukuran kecil. Pikirnya jika pun harimau pandai memanjat, maka binatang itu tidak akan bisa sampai ke dahan tempatnya bertengger sekarang.

Mata gadis yang punya nama Ratri Geni itu terbelalak begitu melihat apa yang sedang melintas di bawahnya. Seekor harimau luar biasa besar dengan bulu keseluruhan berwarna hitam nampak berjalan dengan tenang sambil menggeram-geram pelan. Ratri Geni yang sama sekali bukanlah seorang gadis penakut agak ciut juga nyalinya melihat harimau itu. Selain bertubuh sangat besar, aura yang dipancarkan oleh harimau itu sungguh menggiriskan hati. Hmmm, ini bukan harimau biasa.

Dia tidak pernah takut pada binatang buas. Ayah ibunya bahkan punya seekor Harimau putih yang juga sangat besar dan menjadi teman sepermainannya semenjak kecil. Ratri Geni teringat Sima Lodra. Harimau yang dulunya peliharaan Ratu Laut Selatan dan kemudian memberikannya kepada seorang dewa pengobatan tiada duanya yang bernama Ki Gerah Gendeng. Sampai akhirnya Harimau sakti itu dimiliki oleh ayahnya.

Ibunya yang seorang ahli sihir tiada tara pernah bercerita. Dulu Sima Lodra penah mempunyai saingan seekor Harimau berwarna hitam legam yang merupakan peliharaan tokoh sesat nomor satu dunia persilatan, Datuk Rajo Bumi. Namun dalam sebuah pertarungan epik, Harimau hitam itu tewas di taring dan cakar Sima Lodra. Apakah mungkin harimau yang sedang bersantai jauh di bawah pohon tempatnya bersembunyi ini adalah keturunannya? Ratri Geni menyipitkan matanya.

Harimau hitam itu mengendus-ngendus udara. Misainya bergerak-gerak seolah sedang memindai seluruh kawasan dengan penciumannya yang luar biasa tajam. Matanya yang berwarna kuning bergerak liar kesana kemari. Ratri Geni agak tercekat saat sepasang mata itu singgah di dahan tempatnya nangkring. Untunglah dia tadi cepat-cepat menarik tubuhnya di antara dua dahan dan rimbunnya tajuk. Meski tidak yakin apakah harimau itu melihat keberadaannya atau tidak, tapi Ratri Geni agak lega ketika mengintip harimau itu tidak melanjutkan pencariannya dan melangkah pergi dengan anggun.

Setelah yakin Harimau itu telah jauh pergi, Ratri Geni melompat turun dengan ringan ke tanah. Dia sudah mempelajari ilmu-ilmu kanuragan dari ayahnya dan ilmu-ilmu sihir dari ibunya. Dia benar-benar yakin harimau itu bukan harimau jadi-jadian. Itu binatang buas yang sebenarnya. Dengan ukuran yang tak biasa.

Ratri Geni duduk bersila. Saatnya berlatih samadi seperti yang diajarkan ibunya. Selama ini, dia hanya diberi kesempatan merantau selama tujuh hari dalam sebulan untuk melihat dunia luar. Itupun tidak diperbolehkan terlalu jauh dari pertapaan ayah dan ibunya di Gua Danu Cayapata yang misterius. Kelak saat usianya sudah menginjak 17 tahun dan dia sudah menguasai pukulan Bayangan Matahari dan Busur Bintang serta setidaknya mendekati tingkat ibunya dalam ilmu sihir dari Kitab Ranu Kumbolo, maka dia diperkenankan untuk merantau selama setahun penuh! Ratri Geni sangat bersemangat karena telah masuk ke perjanjian itu. Bayangan merantau setahun penuh dan bisa melihat berbagai hal baru selain gelapnya gua, tebing-tebing curam, dan hutan belantara, membuat gadis ini terpompa untuk terus berlatih dan berlatih.

Selama beberapa bulan terakhir ini, waktu tujuh hari yang diberikan orang tuanya dimanfaatkan oleh Ratri Geni dengan pergi ke tempat-tempat yang justru jarang didatangi manusia. Setelah bebas melakukan pengembaraan setahun penuh, kali ini tujuannya adalah Alas Roban. Hutan wingit yang menyimpan banyak misteri dan hal-hal gaib serta seringkali menjadi bahan cerita menakutkan bagi penduduk tanah Jawi Wetan.

Ratri Geni tidak takut. Gua tempatnya tinggal bersama kedua orang tuanya juga tempat yang tidak kalah menakutkan dan mengerikan dibanding tempat-tempat wingit lain di tanah Jawi. Bayangkan saja dia hanya hidup bertiga bersama ayah dan ibunya. Berempat tepatnya. Ada juga Sima Lodra.

Ratri Geni mengerutkan keningnya. Sebenarnya berlima adalah kata yang paling tepat! Ada seorang lagi yang selalu menemani hari-hari mereka di Gua Danu Cayapata. Seorang yang seolah masih hidup namun sesungguhnya sudah lama sekali meninggal dunia. Ayahnya bilang itu adalah Bibi Dyah Puspita yang merupakan penyelamat hidup ayahnya sejak kecil hingga besar. Bahkan Bibi itulah yang menyembuhkan hidup mati ayahnya yang batasnya setipis kulit ari dengan berusaha keras mendapatkan Mustika Api di Gunung Merapi.

Ratri Geni diajari untuk selalu menghormati jenazah Bibi Dyah Puspita yang tetap utuh di dalam dinding batu Gua Danu Cayapata. Terkadang Ratri Geni terheran-heran bagaimana bisa sosok jenazah itu masih utuh tanpa mengalami perubahan sedikitpun meski telah tak bernyawa selama bertahun-tahun. Namun Ibunya kemudian menjelaskan bahwa aura dari Batu Kecubung yang sejak lama ada di dalam ruangan gua itu dan dimantrai sihir-sihir aneh dan langka. Juga puncak kesempurnaan pukulan Busur Bintang Ayahnya saat membuat dinding itu membeku selamanya, telah mengawetkan jenazah Dyah Puspita secara sempurna.

Begitulah Ratri Geni menjalani kehidupannya selama belasan tahun hingga beranjak dewasa saat ini. Ayahnya terkadang pergi beberapa lama hanya untuk mendapatkan informasi situasi terkini di Tanah Jawa. Sepulangnya dari bepergian, ayahnya selalu memberikan penjelasan kepada Ratri Geni ada kejadian apa di luar dan perkembangan apa saja yang sedang terjadi di dunia persilatan.

Karena itulah Ratri Geni tidak pernah kehilangan informasi mengenai dunia luar. Kerajaan Majapahit telah runtuh dan saat ini sedang terjadi pergeseran budaya dan agama. Kekuasaan berada di tangan penguasa-penguasa wilayah kecil. Islam sedang berkembang pesat di daerah pesisir dan mulai masuk ke daerah pedalaman. Ada beberapa penguasa yang mulai bersinar dan muncul di percaturan Tanah Jawa. Ayahnya menyebut nama-nama Mas Karebet, Arya Penangsang, dan beberapa nama lain yang menonjol dan sepertinya masing-masing berusaha menancapkan kekuasaan untuk menggantikan kebesaran Kerajaan Majapahit.

Ayahnya pernah mengatakan bahwa jika tiba saatnya merantau setahun penuh, Ratri Geni harus bisa berbaur dan tidak boleh menonjolkan diri. Ayahnya juga meminta agar Ratri Geni nanti mengunjungi sebuah pondok pesantren di daerah Tuban. Pondok pesantren tersebut diasuh oleh seorang Kyai Sepuh yang bernama Kyai Mustofa. Ratri Geni diminta untuk belajar ilmu agama di pondok pesantren tersebut. Keputusan untuk memeluk agama itu atau tidak, sepenuhnya diserahkan kepada Ratri Geni. Tujuan dari orang tuanya agar Ratri Geni belajar agama adalah untuk memberikan keseimbangan lahir dan batin bagi dirinya. Apakah kemudian gadis itu bersedia memeluk dan menekuni agama baru itu atau kembali pada ajaran lama leluhur merupakan hak Ratri Geni sepenuhnya.

Ratri Geni terjaga dari lamunannya. Sudah cukup lama dia bersamadi. Tubuhnya mandi keringat. Dalam samadi tadi dia sengaja memusatkan konsentrasi mempelajari Ilmu Bayangan Matahari dari sisi pengerahan hawa murni.

Gadis itu melompat dan berkelebat lenyap dari tempat itu. Dari jauh telinganya yang tajam menangkap denting pedang beradu dan suara-suara pertempuran yang gaduh. Ratri Geni ingin tahu apa yang sedang terjadi. Dia tidak akan mencampuri urusan apapun selama itu tidak mengganggu dirinya. Pesan itu selalu ditanamkan oleh Ibunya berkali-kali. Turun tanganlah hanya jika kau bertemu dengan ketidakadilan. Apabila urusan itu hanyalah bentrokan kepentingan dari pihak-pihak yang berebut kekuasaan, Ratri Geni sama sekali dilarang untuk mencampuri.

Trriiingg…triiinggg! Desssss…bresssss!

Denting pedang dan adu pukulan serta diikuti suara-suara mengaduh kesakitan disusul terlemparnya atau terkaparnya tubuh tersaji di hadapan Ratri Geni yang menyaksikan dari balik batu besar.

Arena pertempuran itu terjadi di jalanan besar yang membelah pinggiran Alas Roban. Ada dua pihak yang bertikai. Serombongan orang berbaju hitam dengan ikat kepala yang juga hitam, saling bertempur melawan orang-orang yang berpakaian prajurit kerajaan entah dari mana.

Pemimpin dari rombongan baju hitam adalah seorang pria setengah baya yang bersenjatakan seuntai tasbih di tangannya. Sementara pemimpin pasukan kerajaan itu bersenjatakan sebilah pedang panjang yang berkilat-kilat saking tajamnya.

Keduanya bertempur di gelanggang terpisah dari pertempuran para anggota kelompok lainnya. Pemimpin rombongan itu nampak terdesak karena tak sedikitpun berusaha membalas serangan. Gerakan-gerakannya dilakukan untuk menangkis dan bertahan. Sementara pemimpin pasukan kerajaan menyerang dengan sepenuh hati. Ratri Geni sudah tahu secara sekilas bahwa pimpinan baju hitam itu mengalah. Apalagi disusul dengan seruan-seruannya yang dilakukan berkali-kali meski sambil berlompatan menghindar.

"Cukup kisanak! Ini hanya kesalahpahaman belaka! Kami hanya hendak membangun pondok pesantren kecil di pinggiran Alas Roban dan tidak berniat mengganggu kekuasan Jipang Panolan!"

Namun rupanya pemimpin pasukan kerajaan itu tidak mau mendengar. Serangan-serangannya semakin mematikan. Dia melihat bahwa pasukannya terdesak oleh rombongan baju hitam. Satu-satunya kesempatan adalah merobohkan pimpinannya ini dan selanjutnya akan lebih mudah menaklukkan rombongan ini.

"Kisanak, kami sama sekali tidak ingin membuat permusuhan! Jika tidak diperkenankan membangun maka kami akan pergi dan kembali ke pondokan kami di Tuban. Pengasuh kami Kyai Mustofa sangat melarang kami menggunakan kekerasan!"

Pemimpin rombongan baju hitam itu terus berusaha mengajak lawannya berbicara dan menghentikan pertempuran. Kyai Mustofa menyuruh mereka melakukan syiar Islam dan sama sekali dilarang keras menggunakan kekerasan. Tapi rombongan kerajaan itu menulikan telinga. Serangan-serangan mereka semakin dahsyat dan mematikan.

Awalnya Ratri Geni hanya ingin menonton tanpa mau ikut campur seperti pesan ibunya. Tapi setelah nama Kyai Mustofa disebut, gadis ini gatal tangan untuk membantu pemimpin rombongan baju hitam yang terus terdesak karena tidak mau membalas serangan. Tubuhnya sudah terluka di beberapa bagian karena bagaimanapun serangan dari pemimpin pasukan kerajaan itu sangat dahsyat dan kuat. Tingkat olah kanuragan dua orang itu tidak terpaut terlalu jauh. Sehingga jika terus saja bertahan tanpa balas menyerang, pemimpin rombongan baju hitam itu tidak akan sanggup bertahan lebih lama lagi.

Saat Ratri Geni sudah hendak meloncat masuk gelanggang pertempuran, terdengar auman dahsyat yang menggetarkan Alas Roban dan mengejutkan orang-orang yang sedang bertempur itu.

Aauuuuummmm…auuuuummmm!

Ratri Geni membatin dengan cepat. Harimau hitam raksasa itu datang!

*