10 10. PESTA HELLOWEEN

Vino tersenyum lebar, dia sudah memakai kostum yang sebelumnya telah di bayangkan. Kostum helloween yang sudah melekat di tubuhnya, dia merasa puas. Vino juga tidak sabar ingin melihat para temannya yang lain, dia yakini mereka pun pasti cocok dan pas melekat di tubuh masing-masing.

Vino membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan, dia sekali lagi menatap cermin di depannya. "Perfect." gumamnya.

Pintu kamarnya terbuka membuat Vino menoleh cepat. "Mama." sapanya.

"Sayang," Jenifer tertawa kecil. Dia berjalan lebih mendekat lagi pada puteranya yang sedang tersenyum samar. "Kamu lucu banget, nak." kedua tangannya mengelus gemas pipi Vino. Cowok itu hanya menampilkan deretan giginya.

"Mama, make up sendiri?" tanya Vino melihat gaun putih selutut dengan bercak darah yang berada di dada sebelah kiri.

Mama nya mengangguk. "Iya, dong. Gini aja di buat repot. Nyari warna buat nodain bajunya." dia sedikit mendengus.

"Ini bukannya gaun pengantin, Mama? Aku pernah liat foto pernikahan kalian yang di tunjukkin sama, Papa."

"Iya, kamu bener." Jenifer tidak mengelak. Dia tersenyum manis menatap Vino lekat. "Kenapa kamu pakai kostum ... spiderman?"

Cowok itu cengengesan. "Vino, kepikiran mau ini. Mama, tau juga kalau aku suka ngoleksi posternya 'kan."

"Iya, ga masalah tapi kamu kesannya lucu." Jenifer terkekeh geli, Vino memang cocok memakai apapun. Jenifer jadi mengingat saat tahun lalu, Vino memakai bajak laut pun bagi Jenifer puteranya yang paling menggemaskan di acaranya itu.

"Mama, duluan aja. Aku nunggu temen."

"Ya udah, tapi jangan lama di kamar terus. Semua teman kami sudah banyak yang datang, tinggal teman kamu aja." ucapnya sebelum meninggalkan Vino.

Cowok itu melihat layar handphone sebentar, kemudian mengembangkan senyuman lebar. "Emang lelet mereka, hahaha." Vino segera memakai topeng kain sesuai dengan karakternya malam ini, dia tidak sabar ingin merayakan pesta helloween pertama kalinya bersama para temannya.

Cowok itu hampir saja terbahak melihat tingkah Geri yang terus saja mengibaskan rambut pirang panjangnya. Dia mendekat ke arah mereka semua di halaman depan.

"Lagian lo cosplay ... Elsa. Anjir banget cowok jadi cewek." gerutu David menatap jengah, masalahnya dia yang menjadi korban rambut palsu Geri. Padahal cowok itu bilang akan menjadi Captain America, kenapa ujungnya menjadi cewek jadi-jadian?

"Biarin, gue suka. Makasih ayang, Tama. Rekomenan lo emang best, ah gue suka banget pokoknya." heboh Geri sambil memutar tubuhnya dengan kedua tangan yang menarik gaun tengahnya atas, menirukan karakter princess di televisi.

"Vin, mulut lo bisa ngomong kan?" tanya Boby.

Vino tertawa kecil. "Ya, bisa lah. Emangnya gue gagu?"

"Ya, ga gitu juga. Maksudnya cuma ada lubang dikit."

"Vin, ga di ajak masuk apa? Gue pingin makan." sudah bisa di tebak Geri yang berlontar, Vino mengangguk cepat.

"Justru gue ke sini buat menyambut kalian ... HAPPY HELLOWEEN, GUYS!!" mereka saling memekik, menirukan kalimat terakhir dari Vino.

"Ayok, masuk." Vino merangkul semua temannya, mereka di buat takjub dengan rumah Vino yang sudah di hiasi berbagai macam dekoran horor, kesan yang membuat merinding jika sendirian.

"Gila! Bagus banget, Vin!" ucap Tama sempat melongo, maklum dia baru pertama kalinya mengikuti pesta seperti itu.

"Oh, iya. Vin, semua sepupu gue udah ada di sini loh. Lo liat mereka ga?" tanya Geri yang menyomot cemilan berwarna merah hati, dia melahap dengan khidmat.

"Gue baru aja keluar dari kamar." ungkapnya.

"Gue cari dulu, ya. Lo semua diem di sini, bentar doang, kok." Geri memisahkan dirinya untuk mencari saudaranya yang sudah duluan kesana, Geri yang menunjukkan alamat beserta rumah besar Vino. Dia hanya ingin memastikan mereka tidak salah jalan atau menyasar.

"Vin, Vin. Liat, deh. Kok ... ada dia di pesta ortu lo?" Sandy menepuk pelan lengan Vino, dia melihat Bu Dinda yang turut hadir juga di sana. "Lo ga tau juga?" tanyanya.

"Dia sebenernya ... temen lama bokap gue."

"WHAT!!!" semua temannya terlalu kaget, mereka menautkan alis merasa masih bingung.

"Kenapa lo ga pernah cerita? Pantes aja kemaren lo keukeuh yang jadi pelaku, gue ga nyangkanya itu dia malah lupain kejadian yang buat dia pasti emosi banget." ujar David.

"Makanya gue lawan, dia ga galak-galak amat. Mungkin satu sekolah nyangka dia emang paling sadis."

"Emang sadis, banget malah. Ga nanggung-nanggung kalo buat hukuman, gue pernah ngerjain tugas suruh buat ampe lima puluh lembar tulisan tangan. Dia pikir tangan gue sekuat besi apa?!" sahut Tama mengingat hukuman pertamanya sekolah di sana.

"Udah ga usah di bahas. Mending kita hepi-hepi, munpung pesta begini siapa yang bakal siain." timpal Sandy yang memilih minuman di atas meja, semua makanan memang rata terlihat aneh dan menarik perhatian. Orang tua Vino memang sudah berniat untuk membuat tamunya merasa puas dengan hidangan lebih dari dua puluh macam makanan di sana.

"Iya, lo semua makan aja. Gue susah makan, udah kenyang juga." ucap Vino yang membuat temannya tertawa.

"Ngapain juga lo pake kostum begitu, udah kita kasih ide pake yang mudah eh pilih ribet." kata David kesal.

Vino terkekeh. "Because ... I like that a character."

Semua temannya menggeleng pelan, terserah Vino saja jika begitu. Cowok itu memang hanya ingin melakukan apapun dengan sesuka hati.

"Selamat malam para tamu undangan saya." suara dari microphone sudah berkumandang. "Saya harap kalian semua menikmatinya, silahkan cicipi sesuai keinginan. Jika tidak ada yang di suka, bilang saja pada pengurus makanan yang berada di dapur." ucap Jenifer tersenyum lebar.

"Nyokap lo ... serem banget, Vin." seru Boby berbisik pada Vino.

Cowok itu tersenyum miring. "Tapi, bagi gue dia tetep cantik." ucapan yang terarah pada Jenifer, Vino memang tidak pernah merasa sang Mama terlihat jelek, walau pun sekarang yang dia lihat sedikit berbeda dari sebelumya.

Temannya akui memang satu Ibu itu terlihat awet muda, namun jika sudah memakai make up sampai bercucuran darah di bajunya siapa yang akan sanggup mendekat?

"Hai, guys. Semua sepupu gue aman ternyata, mereka ga ada yang nyasar." Geri kembali membawa gelas berisi air berwarna merah seperti yang awal dia minum.

"Gue harap ... kalian semua nikmatin semua yang udah kita siapin sebelum acara di mulai."

Semua temannya mengangguk cepat. "Gue nambah makan bola mata biru yang di sana, Vin." Boby menunjuk ke arah depan. "Enak banget, kayak jelly tapi kenyal mirip ..."

"SEMUANYA AWAS!!!!!"

Vino melotot lebar, dia bergumam tidak menyangka, "Papa ... Mama."

Entah datang dari mana yang jelas ... Candra menebas leher semua tamu tanpa sisa yang berada di dekatnya. Tak lupa ada sekelompok orang tua yang sudah jelas Vino kenal juga.

"VINO! ITU KOLEGA BOKAP LO?! MEREKA MAU BUNUH KITA SEMUA ... BURUAN LARI SELAMATKAN DIRI!!!!"

Apa maksud dari semuanya? Semua teman Vino sudah membubarkan diri dan pergi mencari tempat untuk meloloskan diri, sedangkan Vino masih saja berdiri tegak tidak menyangka menyaksikan kedua orang tuanya yang dengan keji memotong tangan serta kaki para tamu dengan rakus.

Darah muncrat dari semua orang yang sudah di bunuh oleh mereka juga dekorasi yang rapih kini menjadi kotor, bersimpah darah segar yang mewarnai. Bau anyir khas itu membuat Vino lemas, dia tidak kuat untuk berdiri lama.

Vino mengingat masa lalu yang menjadikannya Trauma hingga sekarang, dia melirik lengan sebelah kiri yang masih terlihat sayatan lebar di sana.

"VINO! DIMANA KAMU, SAYANG? PAPA, INGIN BERTEMU." Candra meraung, netranya dengan brutal meneliti setiap sudut rumahnya yang sudah berserakan para tamu yang sudah tiada.

Candra tertawa renyah, napasnya tidak beraturan. "SAYANG ... INI NAMANYA PESTA HELLOWEEN PERTAMA YANG TIDAK MENGECEWAKAN. KEMARILAH, KITA RAMAI UNTUK MEMBAKAR SEMUA PARA DAGING MEREKA."

Dada Vino sesak. Kepalanya mulai pening dan di banjiri keringat dingin.

"KAMU PUAS JUGA 'KAN? SUDAH MEMBUNUH SATU REKAN KERJA, PAPA?"

Vino menahan napas. Dari mana Papa nya mengatahui hal itu?

"VINO. INGAT. KAMU ITU ADALAH .... SILUMAN YANG BERKEINGINAN MENJADI MANUSIA UTUH. KAMU ITU SUDAH MENINGGAL, KALAU BUKAN KARENA KAMI BERDUA YANG SAYANG ... MUNGKIN SEKARANG KAMU SUDAH DI NERAKA!"

Vino buru-buru mengambil handphone dan menghubungi nama yang tertera di sana.

"Pa. Vino, berharap ... kalian jangan cari kemanapun. Biarkan ... Vino, mati kedua kali dengan sendirinya."

------------- THE END ---------------

avataravatar