webnovel

Rasa yang tidak benar

POV: Dion

Mobil sedan berwarna hitam yang kami kendarai melaju lumayan kencang menuju kediaman Ayahku, sebelum hari berganti malam kami sudah tiba di sebuah rumah megah dengan penyangga empat pilarnya yang berwarna putih yang sudah terlihat jelas dari kejauhan.

Rumah ayah punya halaman yang cukup luas dengan beberapa pohon bonsai yang telah di tata sedemikian rupa begitu indahnya, mang Ujang yang biasanya mengurusi perkebunan ini.

Setelah kami melewati gerbang utama, nyatanya kami sudah di tunggu oleh beberapa pengawal Ayah yang siap sedia de depan pintu, tampak juga seorang ibu-ibu berambut sedikit beruban dengan model cemolan di atas kepala tengah menanti kedatangan kita dengan wajah yang sedikit hawatir.

Bu Amira, ia adalah ibunya Agus, beliau memang sudah ta' muda lagi namun aku akui beliau masih sangat cantik, itu opiniku sih. Beliau juga baik serta pengertian pantas saja Agus sangat hormat padanya. Andai mamaku juga begitu pasti aku akan menghormati dia juga, tapi sudahlah kenapa berharap yang ta' akan pernah terjadi.

Namun satu yang membuat ku sedih saat melihat Bu Amira, entah sebab suatu insiden yang terjadi 20 an tahun yang lalu, beliau sempat terlibat dalam sebuah penculikan saat pulang dari berbelanja sesuatu ke luar dan entah apa yang terjadi tiba-tiba beliau di ketemukan di depan rumah kami dengan keadaan yang sulit untuk di ku terima.

Bajunya compang camping, lusuh, dengan rambut acak-acakan serta wajah yang tampak pucat pasi, bukan hanya itu saja tapi beliau juga kehilangan suaranya serta di dapati tengah dihamili saat itu, saat keluarga kami ingin menanyainya lebih detail, beliu nampak depresi dan syok berat.

Setelah itu keluarga kami mengurusnya sampai ia melahirkan anaknya sampai sekarang, karena di dapati beliau dahulu adalah seorang yatim piatu dari panti asuhan yang di pekerjakan yayasan untuk keluarga kami.

Dan saat itu pula ternyata mama juga sudah mengandungku setelah sekian lama keluarga kami belum di karuniai seorang anak, jadi bersamaan dengan hamilnya Bu Amira. Setelah mama melahirkan, pengasuhan sepenuhnya di alihkan ke Bu Amira dan mama kembali ke pekerjaannya, begituh hari-hari ku di asuh beliu bersama-sama Agus.Ta' ayal aku menyebut Agus sebagai saudaraku dan Bu Amira sudah ku anggap sebagai ibuku sendiri.

Setelah mobil berhenti, pengawal Ayah langsung sigap membukakan pintu untukku, Agus bergegas keluar dari mobil dan langsung memeluk ibunya, tampak beliau mengisyaratkan kehawatirannya dengan sebuah isyarat tangannya.

Bu Amira: ibu hawatir kamu kenapa-napa nak. ( dengan menggunakan isyarat tangan )

Agus: Agus sudah ada di sini bu, ibu ta' perlu hawatir. ( dengan isyarat tangan ia membalas kekhawatiran ibunya )

Bu Amira: jangan lagi pulang telat, ibu takut. ( dengan mulut terlihat ingin bersuara tapi ta' ada suara yang keluar )

Agus: iya ibu, Agus minta maaf. Agus ta' akan mengulanginya lagi. ( meyakinkan ibunya agar ibunya ta' hawatir lagi )

Bu Amira pun menggangguk dan menepuk pundak putranya itu pelan, terkadang depresi beliau masih terulang apalagi jika putranya ta' kunjung pulang di malam hari, karena malam hari, seperti mengingatkan beliau tentang kejadian saat itu.

Aku pun menyapa setelahnya.

Dion: ibu ( sapaku padanya dengan senyum lebar )

Beliau tersenyum dan membungkuk padaku. Seperti bawahan yang menghormati tuannya, itu adalah hal yang ta' ku sukai, aku telah menganggapnya seperti ibuku sendiri namun nampaknya beliau ta' bisa memperlakukan aku seperti anaknya sendiri, beliau tetap memperlakukan aku seperti tuan muda pada umumnya, kenapa?? kenapa dia begitu?? padahal dia lah orang yang merawat aku sejak kecil.

Aku ingin sama seperti yang beliau lakukan pada Agus, memarahi , menasehati, serta menghukum saat agus salah, namun itu ta' terjadi padaku, sebut saja saat bermain dengan Agus, yang di salahkan tetaplah Agus, yang di hukum tetaplah Agus, bukan aku. Padahal aku yang memulai pertengkaran, aku yang selalu buat onar, aku yang memulai semuanya namun aku tetaplah di perlakukan seperti tuan muda yang selalu harus benar.

Ku tegakkan tubuhnya lalu ku peluk beliau dengan lembut.

Dion: ta' perlu seperti itu ibu, aku kan putra ibu juga. ( ku peragakan isyarat tangan sebisaku )

Bu Amira: tidak tuan muda, tuan muda tetaplah tuan muda ( isyaratnya padaku )

Dion: sudahlah percuma berdebat dengan ibu. ( menghela nafas panjang ).

Agus: mari masuk bu, hari sudah malam. ( merangkul ibunya untuk segera masuk ke dalam )

Aku pun juga mengikuti mereka berdua untuk masuk ke dalam rumah. Sesampainya di dalam, Ibu menggiring kami berdua ke tempat meja makan dan segera nyiapkan makanan untuk kami. Biasanya Agus akan makan di dapur bersama dengan ibu namun kali ini ku suruh Agus untuk makan bersamaku di meja makan.

Ibu nampak clingak-clinguk, kendati melihat situasi apakah tuan dan nyonyanya ada di rumah atau tidak. Beliau nggak mau ada keributan nantinya.

Dion: tenang ibu, semua sedang dinas di luar jadi ibu tidak perlu hawatir. ( jelasku padanya secara perlahan )

Bu Amira: cepatlah kalau begitu nak. ( dengan sedikit ragu-ragu )

Aku tau Agus sepertinya juga ta' begitu nyaman saat ku suruh makan bersama di tempat meja ini, dia nampak tergesa-gesa dalam menyantap makanan-nya, sesekali dia melihat ke sekeliling lalu melahap makanannya lagi.

Ta' lama ia pun selesai terlebih dahulu sebelum aku, dia berdiri dan meninggalkan aku untuk mencuci piringnya ke dapur belakang.

Sesaat setelah itu dia pamit buat kembali ke kamarnya.

Agus: aku permisi balik ke kamar duluan. ( sembari menundukkan kepalanya )

Dion: em..entar datang ke kamar ku ya, aku mau cerita soal yang tadi.

Agus: oke ( dia pun manggut-manggut )

Setelah Agus pergi, aku pun segera menyelesaikan makananku dan segera naik ke atas menuju ke kamarku.

Dion: aku sudah selesai bu. ( ucapku pada ibu yang kemudian beliau bereskan )

Sampai di sana atas, ku buka pintu kamarku yang telah terukir namaku di sana. Di dalam ruangan berwarna toska ini, terdapat Satu tempat tidur yang lumayan besar, tepat di sampingnya ada meja belajarku serta satu lemari besar berwarna coklat tua dengan ukiran naga.

Di ranjang ini ku hempaskan diriku di sana, kulempar tas selempangku ke sembarang tempat, aku terpejam beberapa detik. Tiba-tiba aku ingat sesuatu, segera ku raba kantong saku celanaku dan ku ambil handponeku lalu ku dapati ada sms lagi masuk dengan nomor yang sama.

08xxx " aku tau kau iri dengan kasih sayang bu Amira pada Agus kan? "

Dion: apa maksutnya ini?? siapa kamu?? ( balasku sms itu )

08xxx " jadilah anak penurut seperti biasanya saja "

Dion: siapa kamu?? ( penuh tanda tanya dan penasaran )

Berulang kali ku balas untuk menanyakan siapa orang di balik nomer ta' di kenal ini, namun ta' ada sahutan setelah itu, aku pun mencoba menelfon nomor tersebut namun nomornya langsung tidak aktif.

Ini membuatku geram, siapa orang iseng ini?? kenapa dia tau soal ibu dan Agus. Ku coba lagi menghubungi nomor tersebut namun nihil. Aku pun menjadi sedikit tempramen, saking kesalnya ku lemparkan handponeku ke arah pintu kamar dan ta' di duga ternyata di sana terdapat Agus yang baru saja masuk ke dalam kamarku.

Dan benar saja sebuah handpone mendarat cukup keras ke dahi Agus.

Agus: auuuu. ( memegangi dahinya yang sekarang mungkin memerah akibat terkena lemparan handpone )

Aku pun terkejut kog Agus ada di situ, bukannya tadi di depan pintu tidak ada siapa-siapa. Segera aku berlari menghampiri Agus dan menyuruhnya duduk di pinggir ranjangku.

Dion: duduklah ( menggeret tangan Agus dan ku dudukkan dia di pinggir ranjang )

Aku segera mencari kotak P3K yang ada di atas meja belajar ku dan segera mengobati luka dia.

Dion: maaf aku tidak tau kalau kau ada di situ tadi. ( dengan wajah sendu sambil ku pakaikan betadine ke dahi dia )

Agus: cukup..( memegang tanganku dengan tiba-tiba ). Kamu ada masalah?? ( sambil menatap ku dengan penuh arti )

Aku pun mematung, pandangan kami saling berpapasan, entah kenapa aku serasa makin dekat dengan halusinasi ini, dia membuatku merasakan kenyamanan, jantung ini mulai berdetak ta' beraturan.

Oh...ini nggak bener!!. Ku alihkan mukaku darinya. Perasaan nggak benar ini nggak benar terjadikan??

*****