POV: Dion
Sms peringatan yang ta' terduga dari nomor ta' di kenal membuatku sedikit waspada dengan sekelilingku saat ini.
Dion: Siapa orang yang bikin luconan seperti ini ?? ga' lucu deh!! ( gumamku dalam hati sembari mengawasi kanan kiri ku yang masih saja sibuk dengan handpone mereka masing- masing ).
Ta' ada tanda-tanda orang yang mencurigakan di sekelilingku, orang-orang nampak biasa saja. Apa mungkin orang suruhan ayah, dia suka curiga dengan apa yang aku lakukan.
Apalagi ini soal band yang ayahku fikir sebuah kegiatan yang nga' guna, cuma buang-buang waktu doang. Yang ayah mau aku hanya di suruh fokus buat kuliah dan mempelajari tentang bisnis.Sempat sih adu argumen dengan ayah, tapi soal ini aku masih bisa sembunyi-sembunyi jika ingin ngeband.
Entah kenapa tiba-tiba tampak ada sekelebat orang yang memperhatikan aku, tapi aku nggak terlalu yakin sih akan hal itu. Apa aku ta' terlalu fokus ya hari ini. Sambilku masih clingak-clinguk.
Kembali ku fokuskan diri pada anak-anak yang masih ngehabisin makanan dan minuman mereka.
Dion: ga' mungkin kan anak-anak ini iseng padaku. Udah lah mungkin cuma orang iseng doang. Jikalau ada orang suruhan ayah, aku tinggal pura-pura nongkrong dengan mereka ber-4, beres!! ( gumamku sendiri sambil ku tutup layar handponeku dan ku masukkan ke dalam sakuku )
Agus sepintas melihat gelagatku yang sedikit aneh, iya menyadari kalau aku sedikit gelisah.
Agus: Yon...kamu baik-baik saja?? ( tanya dia kalem )
Dia adalah orang yang hafal betul dengan gerak-gerik ku, aku dan dia memang sudah saling mengenal sejak kami masih kecil, jadi ta' ayal kalau sedikit expesiku berubah ia pasti akan mengetahuinya.
Dion: enggak...nggak apa-apa. ( ku gelengkan kepala pelan, aku nggak mau membuatnya gelisah dengan sms yang nggak berguna ini )
Agus: jangan berbohong, aku tau betul kau nggak bisa menyembunyikan apapun dari ku. ( sedikit menyudutkanku untuk mengatakan yang sebenarnya )
Dion: bukan apa-apa. ( jawabku singkat )
Agus: oke.. jika ada apa-apa jangan harap aku bakal dengerin kamu. ( dia pun merajuk )
Waduh!! bakal susah sih kalau dia ngambek, secara dia tuh tempat curhat aku. trus aku curhat ke siapa kalau bukan dia, kalau sama Tio ogah ah curhat sama dia, terus kalau sama Cara kan gengsi akunya buat curhat sama dia.
Dion: huftt...iya deh entar di rumah aku ceritain ke kamu. ( bisik ku padanya )
Agus pun menganggukkan kepalanya sebagai isyarat bahwa dia mengerti dengan apa yang ku maksud.
Oh iya kenapa aku bakal ceritain masalah ini di rumah, karena emang aku dan Agus itu tinggal di rumah yang sama, bukan karena kita adik kakak atau apa namun dia sudah aku anggap sebagai saudara aku sendiri.
Agus itu adalah anak dari seorang pengurus rumah tangga yang ada di rumah aku. Dari situlah kami dekat karena aku anak tunggal serta ta' ada teman yang lain pada saat kecil ku dulu di dekat rumah.
Maklum rumahku adalah rumah di kawasan elit yang megah dan tersendiri, orang-orang di sekitar sana hanya orang-orang pembisnis serta jarang bergaul.
Hari semakin sore, kami pun segera meninggalkan kafe tersebut setelah mengemasi semuanya.
Dion: udah bereskan semuanya??
Cara: udah kog, aman. Tadi udah aku catat juga pilihan anak-anak tinggal kita atur pertemuan lagi buat mencoba lagu yang kita pilih tadi. ( jawabnya mantab sambil menunjuk jarinya ke arah buku catatan yang ia pegang )
Tio: biasa entar latihan di rumah ku, tinggal kabarin aja tanggal dan waktunya kapan biar ku persiapkan.
Dion: siap bos ku. ( dengan ku angkat satu tanganku seraya memberi penghormatan kecil pada bos pemilik studio yang satu ini )
Aku bisa bilang gini karena dia memang pemilik studio beneran, yang kerennya lagi studio ini berada di dalam rumahnya sendiri jadi aku nggak perlu susah-susah berbohong sama ayah kalau ingin latihan ngeband, tinggal bilang main ke rumah Tio dan semua beres tanpa ada curiga.
Agus: biar waktu dan kapannya kita diskusikan lewat sms aja ya, karena sudah sore nggak enak aku sama ibu, nanti beliau menghawatirkanku. ( dengan tampang slownya )
Nih anak emang nggak pernah pulang telat sih, dia tipikal anak yang rajin dan pasti sayang banget sama ibunya, dia juga ga' mau buat ibunya hawatir.
Andai aku juga seperti dia, tapi itu bukanlah aku. Boro-boro ibu aku hawatir, walau aku pulang larut malam pun dia juga nggak akan peduli, yang dia pedulikan hanya sosialita atau apalah itu.
Dion: oke si anak baik, mari kita pulang segera. ( dengan gayaku yang sedikit menyindirnya )
Akhirnya pertemuan kami ini pun berakhir, kami berpisah di depan kafe, Tio sudah di jemput dengan mobil sedan berwarna hitam suruhan ibunya, Cara memilih naik taxi untuk pulang ke rumah dia, sedangkan kami masih menunggu jemputan kami yang belum juga datang.
Agus ta' sabar menunggu jemputan dari sopir kami, emang sih hari sudah hampir bergeser ke malam hari, dia jadi tampak gelisah.
Ku coba menghubungi sopir kami dan untunglah ta' lama dari itu mobil sedan berwarna hitam tiba menghampiri kami, tetlihat raut lega di wajah Agus saat ini.
Sopir: maaf mas tadi sedikit macet. ( mengutarakan alasannya terlambat sembari turun dari mobil dan membukakan pintu mobil untuk tuannya itu )
Dion: oke ga' pa pa. ( ku dorong Agus untuk masuk duluan ke dalam mobil )
Aku masih berasa ada yang mengikutiku sedari tadi, seperti tatapan tajam yang akan mengarah ke arah ku. Sekali lagi ku putar ke dua bola mata ku untuk melihat kesekeliling mencoba mencari asal kegelisahanku itu.
Dan benar saja ada seorang lelaki memakai jas hitam lengkap dengan sepatu hitam mengkilat, topi hitam serta kaca mata hitam besar mendekat ke arahku dengan sangat mencurigakan.
Dia semakin mendekat dan tinggal menghitung beberapa langkah saja dia sudah ada di depan muka ku dan benar saja ternyata dugaanku salah, dia berjalan lurus melewatiku untuk masuk ke dalam mobilnya yang tepat berada di belakang mobilku saat ini.
Dion: astaga... apa yang ku fikirkan kali ini. ( lamunku dalam angan )
Sopir: anda nggak masuk mas?? ( menepuk pundakku halus )
Seraya lamunanku buyar saat pak sopir menanyaiku untuk masuk atau tidak ke dalam mobil.
Dion: oh..iya pak. ( sedikit terkaget di buatnya ) benar-benar itu hanya halunasiku saja ( ucapku lirih )
Aku pun segera masuk ke dalam mobil dan menyuruh pak sopir untuk segera pulang kerumah dan meninggalkan tempat ini.
Agus: kamu nggak pa pa?? ( tanya dia lembut )
Dion: iya.. aku baik-baik saja ( jawabku sekenanya ). Ayo pak berangkat!! ( suruhku pada pak sopir )
Mobil pun berjalan meninggalkan tempat tersebut. Di satu sisi ternyata benar adanya orang yang benar-benar mengawasi Dion sejak tadi, orang itu berciri-ciri persis dengan apa yang tadi di sangka oleh Dion. Wajahnya tertutup masker sehingga ta' bisa untuk di kenali. Kini dia sedang menelfon seseorang dengan menyebutnya Bos.
Bos: sudah kamu ikuti dia hari ini? ( terdengar suara yang di samarkan )
Orang bermasker: sudah Bos, akan tetap kami pantau.
Bos: lakukan tugasmu dengan benar
Orang bermasker: baik Bos
Setelah itu si pria bermasker menutup telfon dan bergegas untuk pergi. Siapakah orang ini sebenarnya?? kenapa ada yang memerintahkan dia untuk memata-matai?? apa maksud dan tujuannya??
*****