webnovel

Tidak Dekat!

Juan merasa bosan jika harus berdiam diri di rumah apalagi sendirian. Jika datang ke kantor pasti akan banyak pertanyaan yang harus ia jawab. Apalagi, ia berkata kepada karyawan di kantor bahwa ia akan cuti selama satu minggu. Jika begini, ia akan mati kesepian. Akhirnya Juan memutuskan untuk pergi ke rumah papa Lena. Semalam, ia tidak sempat menelpon, dan lebih baik langsung datang saja.

Ia segera keluar dan meluncur dengan mobilnya. Ternyata Lena membawa mobilnya sendiri. Jarak antara rumahnya dengan papa Lena cukup dekat. Hal ini karena Juan takut jika terjadi apa-apa dengan papa Lena. Tidak butuh waktu lama, Juan sudah sampai dan segera memarkirkan mobilnya. Setelah dirasa pas, ia mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam halaman rumah. Menekan tombol bel dan tak berselang lama, papa Lena membukakan pintu.

"Juan, kenapa gak ngabarin dulu mau ke sini?" sapa papa Lena.

"Semalam saya tidak bisa angkat telepon, Pa. Jadinya langsung ke sini saja," jawab Juan sopan.

"Yasudah, ayo masuk!" ajak apa Lena.

Mereka masuk ke dalam rumah. Juan duduk di sofa ruang tamu dan papa Lena pergi mengambil minuman dari kulkas. Setelah kembali, ia ikut duduk di depan Juan.

"Tidak usah repot-repot, Pa," ucap Juan tak enak hati.

Papa Lena hanya tertawa. Kemudian menuangkan minuman itu ke gelas.

"Minum dulu, kamu pasti haus," respon papa Lena.

Juan menerima gelas itu dan menengguk habis minuman yang cukup membuatnya fresh itu.

"Lena gak ikut?" tanya papa Lena yang sedari tadi tidak melihat kedatangan putri semata wayangnya.

"Sedang keluar, Pa," jawab Juan tidak percaya diri dengan jawabannya.

"Ada apa, Juan? Apakah Lena tidak ada perubahan?" tanya papa Lena khawatir.

Juan diam. Ia tidak berani menjawab pertanyaan papa Lena. Bahkan, untuk menatap netra, Juan tidak berani.

"Maafkan saya..." ucap papa Lena pelan hampir tidak terdengar jika Juan tak menajamkan pendengarannya.

"Tidak, saya tidak keberatan dengan sikap Lena, Pa. Saya juga sudah jatuh hati. Papa tidak perlu khawatir," jawab Juan mantap.

Papa Lena hanya menganggukkan kepala. Tak yakin dengan apa yang baru saja ia dengar. Siapa yang akan kuat apabila harus menghadapi wanita keras kepala seperti Lena? Rasa bersalah akan sikap otoriter yang dulu diterapkan pada hidup Lena muncul di hati papanya itu.

Jika saja dahulu ia bisa memberikan Lena sedikit kebebasan, menghirup udara segar dan menikmati masa remaja, mungkin sifat Lena akan mudah beradaptasi.

"Kamu sudah sarapan?" tanya papa Lena.

Juan menggelengkan kepalanya. Bahkan makanan yang terakhir masuk adalah makanan yang ia masak sendiri tadi malam. Setelah itu, tidak ada satu butir nasi pun yang ia makan.

Papa Lena mengajak Juan untuk sarapan bersama. Mereka berjalan ke meja makan yang sudah tersaji beberapa makanan sederhana. Juan menarik kursi dan duduk dengan nyaman. Mereka menikmati sarapan untuk pertama kalinya sebagai mertua dan menantu. Keduanya tidak merasa canggung karena hal ini sudah sering mereka lakukan.

Usai sarapan, mereka pergi ke taman belakang sekedar untuk membahas beberapa hal yang penting atau bahkan tidak penting. Mulai dari urusan kantor, kondisi rumah Juan, dan lain sebagainya. Papa Lena hanya ingin memastikan bahwa menantunya tidak merasa tertekan. Padahal, seharusnya papa Lena juga memikirkan nasib Lena. Tentu, di sini Lena-lah yang merasa tertekan. Ia yang belum siap menikah itu, harus dihadapkan pada sebuah takdir yang menurutnya sangat menyimpang.

"Saya bilang jangan cari saya!" teriak seorang wanita yang tiba-tiba muncul di hadapan Juan.

Juan terkejut dan segera bangun dari duduknya. Ia mendekati Lena dan menatap netra cantiknya.

"Saya tidak berniat mencarimu, saya ke sini hanya ingin main," jelas Juan kepada Lena.

Lena memalingkan wajahnya, kemudian menatap papanya serius.

"Dia ngomong apa saja, Pa?" tanya Lena.

Papanya terdiam. Setelah beberapa saat, ia meraih lengan Lena. Memberi isyarat agar duduk.

"Papa tidak pernah mengajarkan kamu kasar seperti ini," ucapnya.

"Duduk, tanyakan baik-baik."

Mereka bertiga duduk berhadapan. Juan yang masih setia bahwa ia tidak sedang mencari Lena, sedangkan Lena tidak percaya akan hal itu. Papa Lena pun mau tak mau harus ikut campur dalam masalah keluarga kecil itu.

"Jika begini, papa ingin segera bertemu mama kamu, Na."

Sontak perkataan papanya membuat Lena terdiam. Tidak pernah Lena mendengar hal itu.

Bahkan ketika mama Lena dikuburkan pun papanya masih tegar menatap nisan milik istri tercintanya.

Mama Lena sudah meninggal ketika Lena masih di bangku sekolah dasar. Sejak saat itu, Lena hanya tinggal bersama papanya. Meskipun demikian, Lena selalu bersyukur karena masih memiliki separuh orangtua.

"Pa..."

Lena segera berhambur ke pelukan papanya. Ia lemah jika papanya sudah berkata demikian. Ia tidak ingin papanya pergi meninggalkannya.

"Lena akan belajar menerima Juan, Pa," ucap Lena tetap memeluk papanya.

"Juan baik, perhatian, dan juga tanggungjawab. Lena yakin bisa segera mencintai dia," lanjut Lena sambil menatap Juan. Memberikannya seulas senyum.

Juan yang sedari tadi hanya menonton pun kini memberi ekspresi ketika Lena mengatakan bahwa Lena akan mulai menerimanya. Juan tidak yakin apakah yang dikatakan Lena itu benar atau sudah masuk dalam rencana dram pernikahan itu.

"Papa tahu? Semalam, Juan rawat Lena waktu sakit," cerita Lena penuh antusias.

"Kamu sakit?" tanya papa Lena sedikit khawatir.

"Cuma masuk angin, Pa." Lena menujukkan raut kesal karena ayahnya terlalu mengkhawatirkannya itu.

"Juan, ayo pulang. Aku mau coba masakin sesuatu buat kamu. Pasti kamu belum sarapan, kan?" ricuh Lena sambil berdiri mengenggam tangan Juan.

"I-iya," Juan segera beranjak berdiri dan menggenggam balik tangan Lena.

Jantungnya sedari tadi serasa berhenti berdetak. Ia sampai takut jika tangannya lebih dingin dari biasanya. Apalagi memikirkan raut wajahnya. Juan segera pamit kepada papa Lena. Mengikuti ke mana Lena membawanya.

"Pake mobil aku aja," kata Lena sambil mengeluarkan kunci mobil dari dalam tasnya.

Ia membukakan pintu untuk Juan, dan Juan segera masuk ke dalam mobil. Setelahnya, ia merutuki dirinya. Mengapa bukan dia yang membukakan pintu untuk Lena? Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya. Sampai ia tidak sadar bahwa sedari tadi Lena sudah berada di dalam mobil. Ia mulai menghidupkan mobil. Membuka sedikit kaca yang berada di dekat Juan, dan melambaikan tangannya kepada papanya.

"Bye, Pa!" teriak Lena dari dalam mobil.

"Hati-hati, Nak!" jawan papanya itu.

Mereka sudah mulai keluar dari komplek perumahan papa Lena. Lena tetap fokus mengendarai mobilnya sampai tiba-tiba raut Lena mendadak berubah. Mobil pun perlahan berhenti.

"Turun."

Sontak ucapan Lena membuat Juan cengo. Ia tidak paham apakah ini bercanda atau serius.

"Maksud-"

"Saya bilang turun!" potong Lena dengan nada lebih tinggi.

Juan menurut, ia membuka sealbet dan segera turun dari mobil. Setelah itu, mobil Lena melaju sangat tinggi meninggalkannya sendiri.

Juan hanya tertawa. Menertawakan situasi yang baru saja ia hadapi.

"Wanita ini membahayakan hatiku."