webnovel

Sudah Mulai?

Lena merebahkan dirinya di atas kasur. Keadaan kamar yang masih sama seperti semalam. Ia tidak berniat untuk mencari asisten rumah tangga karena ia tidak ingin seseorang tahu bagaimana kondisi sebenarnya rumah tangganya. Ia memejamkan mata, cukup lelah dengan kejadian hari ini. Bisa-bisanya Juan datang ke rumah papanya dan bersantai di sana.

"Dasar tidak bisa pegang janji," ucap Lena penuh emosi.

Untuk meredakan emosinya, Lena pergi ke dapur. Ia membuat minuman dingin agar kondisi hatinya dapat lebih baik. Belum selesai ia menikmati minumannya, Juan tiba-tiba sudah berada di depannya.

Keadaan hati yang baru saja akan bagus kini sudah kembali muram.

"Bisa tidak sekali saja tidak muncul?" gerutu Lena.

"Saya suamimu. Mana mungkin meninggalkanmu," jawab Juan.

Pada lubuk hati terkecilnya, Juan sedikit marah kepada Lena karena dengan mudahnya Lena menurunkannya di tepi jalan. Untung saja ia memiliki banyak relasi, kemudian mendapat tumpangan sampai ke rumah dengan aman. Bahkan ia kesulitan mencari alasan mengapa ia sampai bisa terdampar di tepi jalan sendirian. Dengan akal pintar dan sedikit permainan mata, ia berbohong jika mobilnya tiba-tiba mogok dan ia bawa ke bengkel mobil.

"Besok kita akan mulai bekerja," ucap Lena membuka pembicaraan.

"Bukankah cuti kita satu minggu? Bagaimana kata orang?" tukas Juan merasa bahaya.

"Saya tidak peduli. 3 hari di kantor kamu, 2 hari di kantor saya," jelas Lena pada Juan.

"Saya harap, aktingmu tidak mengecewakan." Setelah mengatakan hal itu, Lena melenggang pergi.

Lagi dan lagi, Juan dihadapkan pada posisi sulit. Lena selalu pintar membuat Juan terjebak.

"Gadis pintar tak punya hati," ucap Juan sangat pelan.

Ia beranjak dari dapur dan ikut masuk ke dalam kamar. Jika diperhatikan sangat miris kehidupan Juan. Ia harus berpisah kamar dan juga berbicara formal kepada istrinya sendiri. Bukankah seharusnya sekarang para pengantin baru sedang menikmati bulan madu, melakukan hal-hal romantis, dan mempererat hubungan sesama. Dan mereka hanya melakukan sedikit kontak fisik itu pun ketika Lena sakit.

Karena ia bingung harus melakukan apa, ia pun akhirnya memilih untuk tidur.

####

Juan tertidur cukup lama. Ia terbangun karena suara dering telepon. Ia segera melihat nama yang ada pada layar handphonenya. Ternyata teman satu kantornya. Ia pun segera menekan tombol hijau.

"Halo? Ada apa, El?" sapa Juan terlebih dahulu.

"Pak, saya izin cuti untuk beberapa hari," ucap seseorang dari seberang handphone.

"Dengan alasan apa, El? Bisa beri tahu saya?" tanya Juan dengan tegas.

Juan bisa dikatakan seseorang yang cukup tegas dengan semua karyawan. Bahkan, Elhan yang merupakan sekretaris pribadinya pun sedikit takut jika harus berhadapan dengan Juan.

"Istri saya melahirkan, Pak," jawabnya

Mendengar hal itu, Juan segera memberi izin dan sambungan telepon pun ditutup. Ketika Elhan mengatakan bahwa istrinya melahirnya, ia jadi membayangkan bagaimana jika posisi itu ada pada dirinya. Pasti ia akan sangat panik dan gugup. Namun, rasa panik itu akan segera hilang ketika seorang bayi keluar dan menangis. Membayangkan hal itu saja sudah membuat Juan tersenyum tidak jelas.

Bukankah itu terlalu berlebihan? Bahkan untuk saling bergenggaman tangan pun hanya terhitung jari. Saat mereka menikah, kemudian saat mereka pergi ke apotek, dan terakhir kali ketika berada di ruma papa Lena.

"Papa Juan," ucap Juan dengan tawa sumbang.

Ia segera keluar kamar ketika menyadari bahwa hari sudah sore. Ia penasaran dengan apa yang sedang dilakukan oleh Lena. Ia menyusuri semua bagian rumah dan mendapati Lena sedang merapikan tanaman di halaman belakang.

Juan ragu antara menghampiri atau diam di tempat. Jika ia menghampiri Lena, mood-nya pasti akan buruk. Akhirnya, Juan mencari posisi aman dengan memperhatikan Lena dari jauh. Ia melihat postur tubuh pas Lena dari belakang. Juan mengeluarkan handphone-nya dan menyalakan kamera. Menangkap gambar Lena dari belakang dengan sempurna.

Ia memasukkan kembali handphone-nya ke dalam saku dan beranjak pergi. Juan tidak berani untuk berbicara dengan Lena. Terkadang lucu, Juan seorang CEO yang ditakuti oleh semua karyawan di kantornya. Tetapi, ia sendiri takut dengan Lena-istrinya.

"Kenapa saya bisa jatuh hati sama dia?" ucap Juan tidak menyangka.

Ia bisa mudah jatuh hati dan juga menerima Lena. Tetapi, mengapa Lena tidak? Jika dipikir-pikir Juan tidak terlalu buruk rupa, juga memiliki harta cukup. Lagi dan lagi, Juan memikirkan sesuatu yang tidak seharusnya muncul itu.

Ia pergi ke tempat favorite-nya. Tak lain dan tak bukan adalah dapur. Di sana lah selama ini ia berkarya, membesarkan usahanya yang sekarang justru beralih fungsi ke bisnis property. Namun, makanan yang ia ciptakan kini dapat didapatkan di hotel milik Lena.

Terdengar suara langkah kaki mendekati Juan. Langkah itu semakin lama semakin terdengar jelas disertai dengan kedatangan seorang wanita yang membawa sebuket bunga. Bunga itu terlihat bercampur warna dan jenisnya.

"Vas dimana?" tanya Lena sambil menggenggam sebuket bunga.

Juan melangkahkan kaki menjauhi Lena dan meraih lemari yang terkunci. Ia membukakan kunci lemari dan membuka pintu itu.

"Macamnya banyak, saya tidak tahu jenis apa yang kamu cari," tukas Juan.

Lena mendekati Juan dan matanya mencari sesuatu yang ia cari. Setelah dirasa cocok dengan hatinya, ia meraih salah satu vas berbentuk tabung. Mengisinya dengan bungan yang sedari tadi ia bawa dan meletakkannya di atas meja makan.

Juan tetap memperhatikan dengan seksama. Berbeda dengan Juan, Lena tak acuh dengan keberadaan Juan. Setelah menyelesaikan urusannya dengan vas bunga, Lena segera beranjak pergi dari sana.

Juan menghela napas kasar. Ia menarik kursi dan duduk di sana. Mengapa ketika ia satu ruangan dengan Lena udara terasa sesak? Padahal dapur itu sangat luas. Selain itu, aliram daran mengalir lebih cepat dari biasanya ketika Juan mendengar suara Lena. Apakah ia memiliki suatu penyakit? Haruskah ia memeriksanya ke dokter?

"Sial!" umpat Juan.

Ia merasa kehidupannya berbeda dengan sebelum ia menikah. Meskipun pernikahan itu berjalan sangat tidak lancar, namun hati Juan merasa bahagia dan tenang. Tidak merasa kesepian meskipun keduanya jarang bicara. Ia menundukkan kepalanya di atas meja.

"Antar saya belanja bulanan, jika besok dan seterusnya pasti sibuk."

Suara itu menggelegar di telinga Juan. Ia mengangkat kepalanya dan melihat Lena sudah cantik dengan balutan sweater berwarna mustard.

"S-saya siap-siap dahulu," respon Juam gugup karena terciduk memperhatikan Lena.

"Lama, langsung saja," jawab Lena.

Juan mengangguk dan mengikuti Lena dari belakang. Juan ingin mengumpat dari dalam hati. Ia hanya mengenakan celana pendek dan juga kaos yang tidak sinkron dengan warna celananya. Mau tidak mau ia harus menurut. Ia berdoa tidak akan bertemu dengam seseorang yang ia kenal. Meskipun terdengar mustahil.