webnovel

To All Our Kind : Sanguinary

Kota indah dan megah ini tidak selamanya dihuni oleh makhluk hidup yang umum. Ketika kau berjalan di lorong gelap di ujung jalan itu, maka kau akan melihat, melihat mata yang menyala dalam gelap. Kota ini adalah saksi bisu keberadaan makhluk itu, dibalik gemerlap lampu yang indah terdapat sesuatu yang menunggu dalam bayangan, bersiap memangsa siapa saja yang tidak beruntung. Seorang perantau yang bernama Grace Harriet, melamar pekerjaan yang dimana boss atau pemimpin perusahaan tersebut memiliki sesuatu yang misterius yang membuatnya penasaran. Kehidupannya justru berubah ketika dia diselamatkan oleh seseorang yang sangat kejam dan dingin, namun dibalik sifatnya yang keji itu, terdapat kenyataan yang menyakitkan. Penasaran dengan ceritanya? Ayo coba baca To All Our Kind : Sanguinary jangan lupa untuk share ke temen - temen yang lain ya! mohon dukungannya! ^^

Nadhasoy · Fantasy
Not enough ratings
4 Chs

Chapter 4 – Kunjungan

Hari ini adalah tepat dimana Grace telah genap bekerja selama 5 bulan, karena performa dia selama ini terbilang sangat memuaskan, dia pun mendapat kepercayaan menjadi asisten pembantu Petra, boss perusahaan raksasa ini dan menggantikan Ivy yang telah mendapat promosi jabatan. Tugasnya kali ini terbilang lebih rumit dan sangat padat ketimbang waktu masih saat bersama Ivy.

Siang itu di dalam ruangan kerja, Grace menyiapkan barang-barang yang diperlukan untuk pergi kunjungan kerja ke Byllosia, suatu kota di Hellontum.

"Grace, kapal kita akan berlayar tepat jam 7 malam. Pastikan semua yang diperlukan tidak ada yang tertinggal, aku akan kembali sebelum jam 6." Kata Petra seraya menutup pintu ruangan dan pergi.

"Dia terlihat buru-buru sekali," ucap Grace heran. "Baiklah, aku hanya tinggal membersihkan ruangan dan setelah itu mengatur jadwal pertemuan." Lanjut Grace.

Grace menatap peta "Byllosia? Kudengar itu wilayah pedesaan yang makmur dan dipenuhi alam yang indah, kuharap tugas kunjungan pertama ku tidak gagal." Ucap Grace penuh semangat.

Tepat jam 7 malam itu, Grace dan Petra berlayar selama enam jam menuju Byllosia di wilayah selatan Hellontum.

"Maaf, apakah Nona yakin tidak ingin tidur?" tanya Grace kepada Petra yang saat itu sibuk menulis.

"Hmmm?" Petra melirik, "tidak, aku tidak tidur. Maksudku, aku belum mau tidur. Kau boleh tidur duluan, kau sudah melakukan pekerjaan dengan baik hari ini." Ucap Petra sambil menulis. Grace tersenyum dan mengundurkan diri untuk tidur.

Petra menatap keluar jendela, "Huuuft… sebaiknya aku lebih berhati-hati, fokusku terbagi ketika sedang mengerjakan sesuatu, Aku.. bodoh." Ucap Petra meledek dirinya.

Sepanjang malam itu, Petra menulis laporan sampai saatnya kapal mulai berlabuh. "Nona, apakah kita akan langsung melanjutkan ke Hampton Hotel? Jika iya, maka saya akan mencari tumpangan segera setelah kita berlabuh." Tanya Grace yang saat itu baru saja bangun dari tidurnya.

"Hmmm?? Aaah aku baru ingat, aku harus pergi bertemu kawan lama dulu. Grace, kau ikut saja dengan ku!" ucap Petra.

"Ohh, apa itu tidak masalah? Maksudku…" jawab Grace bingung.

"Tidak apa-apa, akan lebih bahaya apabila kau terpisah dariku." Timpal Petra dengan tegas.

Saat kapal telah berlabuh, para penumpang pun turun dan langsung dialihkan ke pintu keluar karena tadi adalah jadwal kapal terakhir. Grace berusaha untuk menyewa taxi, tetapi tidak ada satupun yang terlihat melintas.

"Grace, kau sedang apa?" tanya Petra dengan nada sedikit tertawa.

"Ehh, aku berusaha mencari taksi, tapi sepertinya di kota ini taksi tidak beroprasi lewat tengah malam." Jawab Grace.

"Hmmm yaa, karena disini tidak seperti Deltora yang hampir seluruh jalan utamanya selalu ramai tiap saat. Kita akan berjalan kaki saja, tempatnya tidak terlalu jauh. Aku harap kau kuat jalan kaki, Grace." Petra tersenyum.

"Tentu saja aku kuat, akan malu bila aku harus merepotkan Nona." Jawab Grace meyakinkan Petra.

Saat tengah berjalan tiba-tiba Grace bertanya "Nona, tentang mitos yang tadi anda singgung, mitos seperti apa itu?" Petra menoleh ke arah Grace.

"Oooh, itu mitos lama. Tentang vampir. Orang-orang disini percaya bahwa vampir masih ada dan akan berburu makanannya ketika lewat tengah malam. Itulah mengapa sangat sepi sekali disini apabila sudah lewat tengah malam." Jawabnya.

Grace mengangguk, "Lantas apakah kita tidak apa-apa berjalan di tengah kota seperti ini?" Grace terlihat sedikit takut, tetapi mencoba terlihat biasa saja.

"Hei, itu hanya mitos, tenang saja, lagi pula jika ada apa-apa aku akan melindungi mu. Oke?" Petra berusaha menenangkan pikiran Grace.

Setelah 20 menit berjalan dari pelabuhan, akhirnya mereka sampai ditempat tujuan.

Rumah megah bernuansa hitam kecoklatan, dengan pilar-pilar didepannya, inilah tujuannya. Petra membunyikan bel yang terletak didekat pintu itu.

DING-DONG..DING-DONG..

Tidak lama, seorang pelayan membukakan pintu, "Silakan Nona Petra, Tuan Gyle telah menunggu kehadiran anda." Petra mengangguk seraya berkata "dia bersamaku." Grace mengikuti Petra memasuki rumah megah itu. "Tetaplah dekat denganku." Bisik Petra ke Grace. Wajah Petra tampak serius, baru kali ini Grace melihatnya begitu.

Petra menoleh ke arah Grace, seperti memberi petunjuk untuk bersiap dengan apa yang ada di dalam. Grace dibuat bingung, tetapi dia berusaha tetap santai didekat Petra. Petra membuka pintu, dia melihat kesekitar ruangan, hanya ada beberapa orang disana, tidak ramai dan suasananya tenang.

"Gyle!" saut Petra sambil berjalan menghampiri lelaki yang sedang bersender di sebuah meja. "Oh, Petra. Kupikir kau tidak akan datang hari ini." Ucap lelaki itu sambil memeluk Petra yang datang ke arahnya. Lelaki itu berpakaian rapih, berbadan cukup tinggi dan berotot, mempunyai warna rambut yang tidak biasa seperti silver, sangat maskulin.

"Uuugh, ayolah Gyle! Tidak harus seperti ini kau tahu itu." Ucap Petra dengan perasaan risih dan malu.

"Hahaha, Petra, kita sudah lama tidak bertemu kan?" ucap Gyle menyikut Petra sambil tertawa kecil.

"Hmmm, yaa. Bila diingat kembali, sudah 10 tahun sejak misi itu." Kata Petra sambil memegang dagu.

"Omong-omong, Petra. Dia…. Siapa?" tanya Gyle sedikit sinis.

Gyle menatap Grace dengan teliti, dari ujung rambut sampai kaki, Gyle mencoba menghampiri dengan jalan perlahan-lahan ke arah Grace tetapi tangan Petra menahannya.

"Gyle, dia bawahanku." ucap Petra dengan nada serius.

"Ooooohh, hahahaha. Tumben sekali Petra, sangat berani sekali." Gyle tertawa lalu melanjutkan "Bisa repot jika ada Dia. Kau beruntung Dia tidak datang malam ini." Kata Gyle.

"Yaaa, kurasa aku beruntung." Ucap Petra lega.

Kelegaan yang dirasa Petra tiba-tiba hilang ketika sebuah suara datang dari balik gorden jendela yang besar itu.

"Oooh, Petra--" terlihat sesosok perempuan muda disana, pakaiannya tampak sederhana namun sangat elegan, memberikan kesan 'gelap' yang juga indah. Perlahan dia menghampiri Petra dan Gyle. "dan halo… Gyle. Aku harap kau masih menunggu kedatanganku." Ucapnya sedikit dingin.

"Haaa… Delilah. Sejak kapan kau disana?" tanya Gyle kaget. Dilihat dari wajah Gyle dapat dikatakan kalau diapun tidak menyadari kehadiran Delilah. "Oh, aku baru saja datang. Tenang saja, aku akan berpura-pura tidak mengetahui pembicaraan kalian sebelumnya." Delilah tersenyum sinis. "Eeemm, Del. Aku—" Petra berusaha berkata sesuatu tetapi telah dipotong oleh Delilah. "Camilan! Ya, camilan. Kau sangat baik sekali Petra."

Delilah tersenyum. Dia berjalan menghampiri Petra lebih dekat, lebih dekat lagi dan tiba-tiba Petra berkata. "Tidak! Delilah!"

"Apaa? Aku hanya mengincar cokelat di dalam tas mu." Jawab Delilah sambil mengambil camilan dengan muka datarnya. Perlahan bibirnya mendekati telinga Petra dan berbisik dengan bahasa yang asing didengar. "jangan sampai dia curiga, atau dia akan ada dalam daftar hitamku." Wajah Delilah tampak sangat serius memberikan peringatan itu pada Petra. Petra hanya terdiam dan mengangguk kecil menandakan dia paham dengan peringatan Delilah.

Setelah berkunjung ke rumah Gyle, Petra dan Grace sampai di Hampton Hotel. Mereka berdua memasuki kamar masing-masing untuk beristirahat.

"Tidaak, aku tidak mengerti apa yang baru saja terjadi. Satu detik aku disana dan semua mulai terombang-ambing, tidak mengerti percakapan apapun. Semua terjadi begitu cepat. Aku tidak pernah melihat nona Petra seperti itu. Siapa mereka? Tidak terlihat seperti kawan lama dimata ku. Mereka semua tampak 'dingin', apalagi perempuan yang bernama Delilah itu, dia agak menakutkan tapi juga ada sesuatu yang menarik darinya." Grace bermonolog dengan dirinya.

"Sudahlah, lebih baik aku tidak usah memikirkannya sejauh itu." Grace pun berusaha untuk tidur.

Disisi lain Petra dengan kegundahannya berharap agar Grace tidak membuat kesimpulan yang aneh.

"AAARRGH...." Petra mengepalkan tangannya.

"Bodohnya…. Seeharusnya dia tidak kuajak. Delilah, kemungkinan dia sedang memata-matai dari jauh. Sebuah kesalahan fatal, Petra!" Petra memarahi dirinya sendiri.

Siang itu kunjungan kerja ke salah satu pabrik tekstil di kota Byllosia pun berjalan dengan lancar, Petra meminta Grace untuk membuat laporan dan salinanya untuk dijadikan bahan diskusi di ETC nanti.

"Grace, jika sudah selesai kau boleh pergi mencari makan sekalian melihat-lihat kota. Siang hari begini biasanya banyak pedagang dan tempat rekreasi yang buka. Anggap saja liburan kecil-kecilan." Kata Petra dari seberang meja.

"Baik, terimakasih Nona. Apa ada yang ingin nona makan? Nanti saya akan bawakan segera." Ucap Grace.

"Tidak, aku akan cari sendiri nanti, aku sudah cukup merepotkanmu hari ini." Petra tersenyum.

Setelah selesai dengan tugas-tugasnya, Grace pamit dan bersiap untuk keluar ruangan, tiba-tiba pintu depan ruangan terbuka dan terlihat sosok yang tidak asing berjalan kedalam ruangan.

"Petra!" Saut Gyle sambil berjalan cepat menghampiri Petra.

"Gylel?!" Jawab Petra.

"Eeeh, maaf tapi aku harus menyuruhmu pergi. Kau tahu… ini adalah rahasia perusahaan." Gyle melirik ke arah Grace dengan muka manis dan nada bicara yang lugu.

Petra menggerakan kepalanya, memberi isyarat kepada Grace untuk pergi dari ruangan.

"Saya… permisi dulu." Ucap Grace dengan cepat.

Dijalan, Grace memikirkan tentang kejadian yang tadi. Dia khawatir akan Petra, tapi dia tahu Petra orang yang dapat diandalkan.

"Aku pesan satu, dengan jus jeruk dan juga beberapa kue kering itu." Ucap Grace memesan makanan di salah satu tempat makan di kota itu.

Sambil makan, Grace menikmati pemandangan alam yang indah dan damai. Tiba-tiba muncul rasa penasaran dalam hati Grace. Rasa penasaran akan mitos itu.

"Entah mengapa saat nona Petra menyinggung mitos itu, rasanya aku semakin penasaran. Dulu aku hanya membaca cerita-cerita itu di perpustakaan gereja dan kupikir itu hanya sebuah legenda. Aku tidak berpikir apakah itu benar adanya. Bagaimana jika mereka benar-benar ada? Bagaimana kalau selama ini kita hidup berdampingan? Lalu kenapa disini disebutkan bahwa itu cerita mitos? Aku semakin penasaran." Kata Grace dalam renungannya.