webnovel

Titip Rindu

Adakala diam menjadi salah satu untuk menyimpan rindu, dan air mata untuk menyampaikan rindu. Sekuat apapun kita mempertahankan sebuah hubungan, jika Tuhan sudah berkehendak maka tak ada yang bisa melawanNya... Mengorbankan nyawa demi kehidupan yang baru akan dimulai, mencintai tanpa pamrih, mengasihi tanpa batas, dan menyayangi dengan ikhlas....

RinduIbu · Teen
Not enough ratings
167 Chs

Eps.79

Melihat keterkejutan Gilang dan Janet, Alvarez beralih melirik Shea yang sedang mengulum senyumnya. Dan saat ini mereka berempat tengah duduk dan makan bersama.

" kalian dari mana? kok baju kalian kayak stelan formal gini? " tanya Janet, yang melihat penampilan Gilang dan Alvarez secara bergantian

Benar saja, saat ini mereka berdua masih mengenakan pakaian formal dengan Jaz dan baju kemeja serta celana bahan yang masih membalut tubuh mereka.

" gue habis meeting sama bos gue " jawab Gilang

" owh gitu.... bos muda Lo yang gosipnya paling cakep itu ya? pemilik perusahaan Taxmania Group? " Janet kembali dengan gaya lebaynya

Gilang sedikit melirik kearah Alvarez yang sudah menatapnya dengan tatapan tajam dengan berpangku tangan.

" gue penasaran deh sama bos Lo kayak apa sih mukanya... dan emang beneran ya dia masih jomblo? " tanya Janet lagi, sedangkan Gilang sudah sedikit gugup dan memaksakan diri untuk tersenyum

Shea yang mendengar itupun ikut merasa deg-degan, ia berfikir kira-kira apa yang akan terjadi selanjutnya jika Janet mengetahui yang sebenarnya

" kalian kok pada diem sih?? sakit gigi ya?? " kini Janet beralih memandang Shea dan Alvarez secara bergantian. Shea sedikit gelagapan sedang kan Alvarez masih bertahan dengan sikap acuh tak acuh nya.

" eh tapi bentar deh Lang, kalo nggak salah Lo tadi panggil Alvarez dengan sebutan Bos? " tanya Janet lagi pada Gilang, Janet sedikit berfikir lalu beberapa saat kemudian matanya membulat sambil memandang kearah Alvarez

" atau jangan-jangan Alvarez itu-..... " Janet menggantung kalimat nya

" Alvarez... dia anak pemilik Taxmania Group sekaligus CEO Taxmania Group " Gilang melanjutkan kalimat Janet

" itu artinya.... OMG..... " gumam Janet

" ayo lanjutkan makannya " pinta Alvarez dan masih bertahan pada aura dingin nya

Shea dan Gilang hanya menahan tawa saat melihat Janet yang sudah tak berkutik lagi.

********

Saat malam hari tiba, dan sesuai dengan ucapannya, Alvarez mengajak Shea untuk dinner bersama di luar, pada hal baru sore tadi mereka bertemu dan makan bersama, tapi sekarang Alvarez sudah kembali bersama dengan Shea, saat ini mereka sedang dalam perjalanan tapi bukan menuju restauran mewah atau pun caffe ternama di ibukota untuk dinner seperti pemikiran Shea, melainkan suatu tempat yang pernah menjadi sebagian dari kenangan mereka.

Alvarez menutup mata Shea dengan sehelai kain putih, agar Shea tak melihat kejutan yang akan ia berikan.

" Rez..... sebenernya kita mau kemana sih, dan kenapa juga mata aku harus ditutup kayak gini " gerutu Shea yang merasa kesal karena Alvarez memaksanya untuk menutup mata dengan kain, Alvarez hanya tersenyum tak menjawab pertanyaan Shea dan entah sudah yang keberapa kalinya ia bertanya

Setibanya mereka di tempat tujuan yang sudah Alvarez rencana kan, ia menuntun Shea dengan hati-hati keluar dari kuda besinya. Alvarez membuka ikatan kain yang menutupi kedua mata Shea, lalu dengan perlahan Shea membuka mata samar-samar ia menjelajahi pandangannya, ia menangkap pemandangan malam ibu kota yang terlihat sangat indah dari atas bukit yang saat ini ia pijaki, lalu Shea beralih melihat sebuah meja dan dua kursi yang telah disiapkan di bawah pohon beringin bahkan juga telah dihiasi oleh lampu kelap-kelip

Di atas meja, juga sudah terhidang dua menu makanan dan tak lupa bucket bunga mawar putih juga ikut tersusun dengan rapi di atas meja. Terlihat banyak nya kelopak bunga mawar putih yang berbentuk hati juga ikut menghiasi. Mata Shea berbinar menatap dua manik mata yang berwarna biru kehijauan itu.

" jadi yang selama ini ngirimin aku bunga mawar putih itu kamu? " ujar Shea dengan sedikit gugup, tanpa ragu Alvarez mengangguk lalu tersenyum

Tanpa aba-aba, Shea langsung menghujani Alvarez dengan sebuah pelukan dan tak henti-hentinya mengucapkan terimakasih. Mendapat serangan mendadak Alvarez hanya bisa diam dan tertegun dengan ragu-ragu ia membalas pelukan Shea

" tapi kenapa harus sembunyi-sembunyi? "

" karena aku tau, saat itu masih ada orang lain di hati kamu "

" terimakasih sudah mencintai aku tanpa pamrih... terimakasih sudah hadir dan menunjukkan jalan pada hatiku yang pernah rapuh... dan terimakasih juga untuk segala cinta yang udah kamu tanamkan dalam jiwaku " lirih Shea dan masih dalam posisi ia memeluk tubuh Alvarez

Alvarez mempererat pelukannya pada Shea, dengan lembut, ia mengusap rambut Shea dengan penuh kasih sayang.

" terimakasih sudah membuka hati untukku, dan mengizinkan aku untuk memiliki nya " balas Alvarez.

Shea mengurai pelukannya lalu kembali menatap dua manik mata yang indah itu. Alvarez mendaratkan ciuman nya pada kening Shea dengan penuh cinta, lalu mengajak Shea untuk duduk di kursi dan menikmati makan malam nya yang sudah ia siapkan.

" kamu semua yang buat ini? " tanya Shea setelah mereka duduk di kursi

" No!!!! aku cuma memberikan arahan pada asisten pribadi ku " jawab Alvarez dengan santai

" Gilang? " Alvarez mengangguk lalu tersenyum.

Mereka berdua menikmati dinner mereka di atas bukit, tempat yang pernah menjadi luapan emosi Shea kini menjadi tempat yang memberikan Shea lebih dari sejuta cinta.

Setelah dinner romantis itu, kini mereka berdua menikmati pemandangan malam ibukota yang terlihat sangat indah dari atas bukit. Semilir angin malam berhembus dengan ramah, cuaca malam pun sangat mendukung seakan ikut memberikan restu pada sepasang kekasih ini

"Rez.... "

" hmmmmm "

" sekali lagi terimakasih "

Saat ini, Shea berada dalam rangkulan Alvarez dan kedua tangannya memeluk pinggang Alvarez dengan erat. Shea dapat menghirup bau maskulin tubuh Alvarez dengan leluasa.

*******

Keesokan harinya, Shea sudah tiba di kampus nya bersamaan dengan Alvarez, sepanjang mereka berdua berjalan di koridor kelas banyak pasang mata yang memperhatikan mereka. Shea merasa sedikit risih, karena ia tidak biasa menjadi pusat perhatian banyak orang berbeda dengan Alvarez yang bersikap biasa saja bahkan terkesan tidak perduli.

" She.... Minggu depan aku berangkat ke Singapura " ujar Alvarez saat mereka sudah duduk dikantin

" Singapura? ngapain? " Shea sedikit terkejut

" Aku ada kerjaan sedikit disana "

" berapa hari? "

" mungkin sekitar dua Minggu " Shea tak bergeming saat mendengar jawaban Alvarez tiba-tiba nafsu makannya hilang

Jam mata kuliah pertama, Shea tidak mengikuti dengan konsentrasi ia masih terngiang akan ucapan Alvarez sampai-sampai Shea tak mendengar panggilan dari dosen nya

Brakkkkk

Shea terperanjat saat mendengar gebrakan di atas mejanya, ia melihat pak Bani si dosen killer sudah berada di hadapannya, dengan susah payah Shea menelan saliva nya lalu mengedarkan pandangannya pada satu persatu teman-teman nya, Shea pun berdelik pada Janet meminta bantuan sedangkan yang bersangkutan hanya mengangkat kedua bahunya memberi tanda kalau dirinya tak dapat membantu.

" apa yang kamu pikirkan Shea!!!!!!!!! " bentak pak Bani

" ma-maaf pak " ujar Shea dengan gugup

" kalau kamu tidak konsentrasi dalam mata kuliah saya, silakan kamu keluar!!!! " ucap pak Bani dengan tegas

" se-sekali lagi ma-maaf kan saya pak " balas Shea dan masih dengan keadaan gugup. Pak Bani pun kembali kemeja nya dan melanjutkan tugasnya sebagai dosen.

Shea menghela nafas lelah, dan kembali fokus mengikuti jam mata kuliah si dosen killer. Tak terasa waktu dua jam sudah berlalu, Shea bisa bernafas dengan lega setelah mendapat serangan bom atom dari sang dosen killer.

" Lo kenapa sih She..... nggak biasanya Lo ngelamun di jam nya dosen killer? " tanya Janet, sedang kan Shea hanya menghela nafas berat

Saat ini, Shea dan Janet sedang berjalan di koridor kelas menuju ruang perpustakaan.

" Lo lagi ada masalah? " tanya Janet lagi, dan lagi-lagi Shea hanya menghela nafas

" Shea..... " pekik Janet, karena ia tak mendapat respon dari sahabat nya itu

" Janet, Lo apaan sih teriak kayak gitu.... gue nggak budek!!!!! " gerutu Shea dengan raut wajah kesalnya

" lagian Lo dari tadi gue tanyain diem aja... gue berasa kayak lagi ngomong sama batu!! " Shea kembali tak bergeming.

Mereka pun sampai diperpustakaan untuk mengembalikan buku yang mereka pinjam kemarin.

" Minggu depan Alvarez berangkat ke Singapura " ucap Shea dengan lemas setelah mereka duduk disalah satu kursi di perpustakaan

" owh... jadi itu masalah nya, gue kira apaan "

" ya itu jadi masalah buat gue Jan.... gue masih trauma " kini giliran Janet yang menghela nafas panjang

" kenapa? Lo takut apa yang terjadi antara Lo dan Yesaya kembali terjadi lagi antara Lo dan Alvarez? " Shea mengangguk lalu merebahkan kepalanya keatas meja

" Shea, Lo harus optimis jangan jadi pesimis kayak gini.... antara Yesaya dan Alvarez itu beda.... "

" iya gue tau Jan..... tapi nggak tau kenapa waktu Alvarez ngomong kayak gitu ke gue, tiba-tiba aja gue jadi ngerasa down!!! pikiran gue jadi campur aduk kayak gado-gado ibu kantin!!!! " gerutu Shea lagi

" huh.... Shea, Lo harus percaya, Alvarez nggak akan ngelakuin hal yang bakalan buat Lo sakit hati " Janet berusaha memberikan Shea semangat.

Drrrrrrrttttt Drrrrrrrttttt Drrrrrrrttttt Drrrrrrrttttt

Shea langsung mengambil ponsel nya yang berada di dalam tas, ia sedikit tersenyum saat melihat nama ' my lovely ' di layar ponselnya

" Alvarez? " tanya Janet yang sedikit melirik ke layar ponsel Shea, pemilik ponsel hanya mengangguk sebelum ia menggeser tombol hijau pada ponsel nya

" kamu dimana? aku nyariin kamu dikantin loh... " terdengar suara lembut seorang laki-laki dari seberang namun nampaknya ia sedikit hawatir

" aku lagi di perpustakaan sama Janet... bentar lagi aku kesana " jawab Shea dan langsung mengakhiri panggilan ponsel nya

******

Alvarez yang merasa perubahan sikap Shea hanya bisa bertanya-tanya pada hatinya, karena tak biasa nya Shea bersikap acuh tak acuh.

" Shea kenapa ya? apa gue ngelakuin kesalahan? " batin Alvarez.

Dengan setia, Alvarez menunggu Shea di kantin bahkan ia sudah beberapa kali melirik jam kecil yang melingkar di pergelangan tangannya.

" kok lama banget sih... emangnya jarak dari perpustakaan ke kekantin sejauh Jakarta-Bandung " gumam Alvarez yang mulai tak sabar menunggu kedatangan Shea. Tak lama kemudian, Shea pun datang menghampiri Alvarez

" sorry ya, lama nunggu " ucap Shea yang langsung mengambil kursi dan duduk berhadapan dengan Alvarez

" kamu mau makan apa, biar aku yang pesen " tawar Alvarez

" nggak usah, aku masih kenyang " balas Shea dengan datar

Alvarez sedikit memperhatikan Shea, ia masih heran dengan sikap Shea padanya.

" kamu kenapa sih? aku buat salah sama kamu? " Shea tak bergeming

" She.... aku nanya sama kamu loh ini, kok di cuekin? " ucap Alvarez lagi dengan sedikit melemah

" kamu ngapain sih harus berangkat sendiri ke Singapura, emang nggak bisa di wakilin aja yah sama asisten pribadi kamu? " dengan sedikit gugup Shea mengajukan pertanyaan itu

" owh.... jadi karena itu, kamu bersikap acuh tak acuh sama aku? " Alvarez menyunggingkan sudut bibirnya

" Shea, aku berangkat kesana nggak sendirian... aku bareng sama Papi kamu dan Gilang, this is all because of the work " ujar Alvarez

" aku cuma takut " lirih Shea

" kamu takut apa? takut, kalo aku bakalan ngelakuin hal yang sama kayak yang dilakukan oleh Yesaya ke kamu? " pertanyaan Alvarez tepat sekali dengan apa yang ada di dalam benak Shea.

" Shea, aku nggak akan pernah kasih janji apapun sama kamu, tapi aku akan selalu berusaha buat kamu percaya sama aku, kalo hubungan yang aku jalani sama kamu bukan hanya sebatas sepasang kekasih, melainkan lebih dari itu " Bola mata Shea membulat, ia sedikit kesulitan untuk mencerna apa yang di katakan oleh Alvarez padanya

" suatu saat, jika sudah tiba waktunya kamu akan tahu apa yang aku harapkan dari hubungan ini.... tapi sebelum itu, aku juga minta bantuan dan dukungan dari kamu " tak ingin larut dalam rasa takut nya Shea berusaha untuk tersenyum dan meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak kembali bermusuhan dengan keadaan.

Alvarez menggenggam erat jari-jemari Shea, dan membaginya sedikit kekuatan untuk agar tetap berpikir positif.