webnovel

Hari yang menyebalkan

Di sisi lain, Ara yang sendirian menatap pintu toko kue yang belum dibuka. Dia berharap usahanya membuahkan hasil, setidaknya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kedua adiknya.

Ara menghela napas, lalu melangkahkan kakinya menuju pintu toko kue. Hari masih pagi, makanya dua karyawan yang dibilang Kinan belum datang.

"Bismillah," ucap Ara seraya membuka toko kuenya.

Sepuluh menit kemudian, dua orang perempuan masuk ke toko kue, membuat Ara menghentikan kegiatannya yang tengah menata kue-kue di etalase.

"Assalamualaikum, permisi, Mbak!" ucap keduanya.

"Waalaikumsalam, silakan masuk," ucap Ara dengan tersenyum.

"Kalian karyawan yang dimaksud adik saya Kinan, ya?" tanya Ara.

"Iya, Mbak. Kata Mbak Kinan, kami disuruh langsung ke sini," kata salah satu perempuan itu, Ara hanya menganggukkan kepala.

Mereka berdua pun memperkenalkan diri. Kedua karyawan itu bernama Mita dan Nisa. Setelah perkenalan di antara mereka, Ara mengajak dua karyawannya itu menata kue di etalase.

Sedangkan di Kantor Global Group, Kinan merasa bingung kenapa dia harus satu ruangan dengan bosnya, padahal dia lebih nyaman menjadi manager marketing tapi dia malah menjadi sekretaris pribadinya Kenzo.

Kini sudah waktunya makan siang Kinan pun ingin pergi ke masjid untuk sholat tapi dengan cepat Kenzo mencekal tangan Kinan.

"Kamu mau kemana?" tanya Kenzo.

"Lepaskan tangan anda dari tanganku," ketus Kinan.

"Oh, i'm sorry honey. Kamu belum menjawab pertanyaanku," ucap Kenzo.

"Enough, jangan panggil aku honey-honey terus, saya bukan kekasih anda tuan," ketus Kinan yang sudah jengah dengan sikap Kenzo.

"Memang kamu bukan kekasihku honey, tapi kamu ibu dari anak-anaku kelak," ucap Kenzo dengan santai.

"Anda belum tahu siapa saya sebenarnya," ucap Kinan.

"Pertanyaan yang konyol honey, tentu saja aku tahu! Kamu itu Nyonya Kenzo istri dari Kenzo Junior Aberto, ibu dari anak-anakku nanti," ucap Kenzo asal.

"Cih, menyebalkan. Sudahlah, saya mau sholat dulu meladeni anda membuat saya naik darah," ucap Kinan kemudian keluar dari ruangan Kenzo.

Kenzo pun terkekeh melihat tingkah Kinan yang sangat menggemaskan, dia pun mengikuti Kinan karna dia juga ingin sholat. Dia tidak mau terlihat buruk di depan gadis pujaan hatinya.

Setelah selesai sholat Kinan menuju ke kantin, karna jam makan siang sudah hampir selesai.

"Honey, tunggu aku!" teriak Kenzo.

"Hufft, kenapa pria gila itu selalu mengikutiku," gerutu Kinan.

Kinan pun mengacuhkan Kenzo yang sedari tadi mengekor padanya sembari berharap beruang besar itu menjauh darinya. Ya, Kenzo tinggi dan besar seperti seekor beruang bagiku.

Setelah Kinan mengambil makanannya dan duduk di dekat jendela dan menikmati makanan dalam ketenangan.

"Honey, kok kamu makannya males gitu? Ada apa?" tanya Kenzo lembut.

Kinan benar-benar terkejut karena mengira Kenzo sudah pergi sedari tadi. Namun malah sudah duduk di depannya tanpa ia sadari. Namun, Kinan membisu menikmati suasana kantin dan makanannya.

Sama seperti tempat makan lain, suasana kantin ketika makan siang selalu ramai. Tak berbeda dengan suasana toko kue Ara yang sudah ramai meskipun baru hari pertama buka.

"Alhamdulillah. Rezeki Yasmin di mudahkan sama Allah," seloroh Ara pelan.

Senyum bahagia Ara dan dua karyawannya terlukis menyambut pelanggan yang terus berdatangan.

"Mbak Ara, Saya sama Nisa izin sholat dzuhur dulu boleh?" tanya Mita dengan penuh sopan santun.

"Eh, Astaghfirullah. Udah waktu dzuhur ya? Maaf ya, Saya lupa. Silahkan saja, biar Mbak yang jaga tokonya. Pelanggannya juga sudah sedikit," jawab Ara mempersilahkan.

Suasana toko yang mulai sedikit lenggang membuat Ara bisa beristirahat sejenak. Apalagi, setelah melayani banyak pelanggan yang berdatangan entah darimana.

"Permisi Mbak, apa tokonya masih buka?" tanya seorang pria tampan dengan ekspresi datar.

"O-oh, iya. Silahkan. Ada yang bisa Saya bantu?" jawab Ara terbata karena terpesona oleh ketampanannya.

Pria tampan berekspresi datar itu adalah Keenan Athaya Anderson. Presdir dari Anderson Company yang terkenal dingin, kaku dan cuek.

"Mas, masnya nggak capek masang ekspresi serius gitu terus?" celetuk Ara.

Keenan yang mendengarnya pun bingung, lantaran tak ada yang pernah berani berbicara begitu blak-blakan kepadanya.

Keenan pun hanya tersenyum kaku untuk merespon ucapan Ara.

"Ah, iya. Saya mau pesan sepotong cheesecake blueberry," pesan Keenan.

"Baiklah Mas ganteng, eh," ucap Ara membuat Keenan menoleh dan menaikkan satu alisnya.

"Maksudnya, baiklak, Mas. Silakan duduk sebentar, mau makan sini apa bungkus?" tanya Ara sopan.

"Bungkus," jawab Keenan singkat, padat, dan jelas.

"Baiklah."

"Dasar, kulkas 12 pintu," gerutu Ara.

Baru pertama kali ini Ara bertemu dengan orang yang dinginnya melebihi kulkas 12 pintu. Bisa dibilang, beruang kutub.

Selama ini, Ara memang jarang berinteraksi dengan lawan jenis. Hanya bertemu saat di kantor daddynya dulu. Dan dia juga tak terlalu menggubris orang yang berusaha mendekatiknya. Karena pada dasarnya, Ara bisa menjadi sosok yang cuek, bisa juga ramah, tergantung lawan bicaranya. Namun, yang pasti dia galak.

Beberapa menit kemudian, "Mas, ini kuenya." Ara memberikan kue yang dipesan oleh Keenan.

"Thanks." Satu kata yang keluar dari mulut Keenan setelah menerima pesanannya. Dia hanya berlalu begitu saja tanpa sepatah kata pun lagi.

"Benar-benar beruang kutub," celetuk Ara dengan nada kesal.

"Kenapa, Mbak?" tanya Nisa yang tiba-tiba di belakang Ara.

"Astagfirullah, Nisa, nggak ada apa-apa," ucap Ara terkejut.

"Mbak, nggak salat dulu?" tanya Mita.

"Iya, Mbak salat dulu. Kalian jaga tokonya, ya." Dua karyawannya itu hanya menganggukkan kepala dengan tersenyum.

Baru beberapa langkah berjalan, langkah Ara terhenti lantaran melihat sebuah benda yang jatuh di lantai.

"Jam tangan siapa ini? Bagus banget, ini pasti jam tangan mahal." Ara masih mengamati jam tangan yang dia pegang sambil mengingat-ingat, siapa pemilik jam tangan ini.

"Ah, iya. Ini pasti milik beruang kutub itu. Ceroboh!" celetuk Ara.

Ara pun menyimpan jam tangan it pada kantong celemek yang ia gunakan. Bukannya Ara tak mempercayai Nisa dan Mita, hanya saja mereka tidak tahu rupa dari pemilik jam tangan itu.

Sedangkan jam istirahat Yasmin dipenuhi tugas dari Mr. Darren. Yasmin diminta membuat sebuah artikel berbahasa Inggris dengan sumber yang valid dari 5 jurnal dan 10 buku.

"Saya tunggu sampai jam 3.45 sore. Lebih dari itu saya anggap kamu tidak mengikuti kelas saya pagi ini," ancam Mr. Darren.

"B-baik Sir," jawab Yasmin.

"Dasar pembunuh berantai berhati dingin!" gerutu Yasmin pelan namun di dengar Darren.

"Pardon?"

Yasmin langsung panas dingin dan mengeluarkan cengiran andalan sambil meminta diskonan untuk tugasnya.

Sayangnya, Darren malah menambah jumlah buku yang harus Yasmin gunakan sebagai sumber. Yang tadinya hanya sepuluh, kini menjadi dua kali lipatnya. Benar-benar tak diragukan lagi gosip yang beredar tentangnya.

"Sir, ini seriusan? 20 buku?" tanya Yasmin memastikan.

"Ya, sure. Kamu melihat saya sedang bercanda kah?" jawab Darren santai.

Yasmin menggeleng pelan dengan ekspresi wajah yang semakin layu mendengar jawaban Mr. Darren yang tak bercelah.

"Oh iya, kamu kerjakan di ruangan saya. Dan saya tidak menerima bantahan," tegas Darren pada Yasmin.

Akhirnya Yasmin hanya pasrah mengikuti perintah Mr. Darren yang killer itu.

Yasmin pun langsung undur diri untuk mencari semua yang ia perlukan di perpustakaan. Ia berubah menjadi Gadis rempong dengan banyak bawaan yang tampak sangat berat.

Tok tok tokkk

"Permi.. ma-maaf Sir. Saya tidak melihat apapun," ucap Yasmin langsung keluar dan menutup pintu.

Yasmin sangat syok hingga beberapa buku yang ia bawa terjatuh lantaran tanpa sengaja melihat punggung Mr. Darren yang sedang melepas kemejanya yang kotor terkena tumpahan kopi.

"Astaghfirullah, Yasmin bodohhh! Harusnya aku menunggu dipersilahkan bukan asal nyelonong masuk. Untung aja Mr. Darren pake kaos juga," ucap Yasmin merutuki kebodohannya.

"Ma-maaf Sir, apa saya sudah boleh masuk?" tanya Yasmin dari balik pintu.

"Ya, masuk saja. Lain kali tunggu Saya persilahkan. Kamu seperti tidak pernah diajarin sopan santun. Sama seperti kakakmu tadi pagi," jawab Darren dengan ekspresi galaknya.

Yasmin langsung duduk di sofa dan mulai membolak-balik halaman demi halaman buku yang sudah ia bawa.

"Pintar sekali kamu! Kamu mulai sebelum mengajukan judul dan tema kepada saya," tohok Mr. Darren.

Yasmin pun merasa geram karena ia pun baru membaca untuk menemukan ide apa yang cocok untuk artikelnya.