webnovel

Cincin Berlian

Saras lagi-lagi menyalakan televisi sambil terus memikirkan kemiripan-kemiripan yang ada di novel 'Affair' dengan kisah hidupnya. Tanpa terasa hari sudah menjadi gelap dan wanita itu masih menatap layar televisi dengan tatapan yang kosong. Melihat jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, Mbok Yem datang menghampiri majikannya itu, "Bu Saras, sudah waktunya makan malam."

"Oh, iya Mbok." Saras mematikan televisi dan berjalan menuju ruang makan.

Sepiring nasi hangat dan semangkuk rawon panas sudah tersedia di meja makan. Kali ini Mbok Yem tidak lupa untuk meletakkan segelas air di atas meja.

Saat Mbok Yem melihat Saras sudah duduk di ruang makan, ia pun bertanya dengan sopan, "Bu Saras, koper yang mau dibawa ke Bali mau Mbok bantu siapkan?"

Saras menjawabnya sambil mengaduk-ngaduk mangkuk rawonnya, "Tidak perlu Mbok, nanti saya saja yang akan membereskannya.

"Baik, Bu," Mbok Yem menganggukkan kepalanya sambil berlalu ke arah dapur.

Saat sedang makan, ponsel yang sudah Saras letakkan di atas meja sebelum ia duduk tadi terlihat bergetar. Sambil menyantap makan malamnya, ia menyalakan layar ponsel dan membuka pesan yang baru ia terima di WhatsApp. Ternyata pesan itu berasal dari grup 'Novel: Affair'. Ia pun segera membukanya karena penasaran.

'Mayang : Aku lagi sedih banget nih, terjemahan bagianku sedang menceritakan tentang anaknya Sarah yang meninggal. Huhu.'

'Reva : OMG. Kasihan Sarah dan Brandon.'

'Nanda : Oh, no! Aku nggak bisa membayangkan betapa sedihnya Sarah dan Brandon.'

Tangan Saras bergetar saat membaca pesan tersebut, "Uhuk… uhuk…" seketika tenggorokannya pun tersedak nasi yang sedang dimakannya.

Mendengar Saras yang terbatuk-batuk, Mbok Yem langsung berlari untuk melihat keadaan Saras, "Bu Saras, kenapa?" ucapnya panik sambil memberikan segelas air pada majikannya.

Saras segera meminum air putih yang Mbok Yem berikan padanya sebelum ia berkata, "Saya tidak apa-apa Mbok. Terima kasih."

Setelah Saras minum, ia meletakkan gelas tersebut dan terdiam, lalu berkata, "Selera makan saya sudah hilang, Mbok," sambil menggenggam ponselnya dengan erat ia berkata lagi, "Maaf Mbok, saya akan pergi ke kamar dulu," ia pun segera berdiri dan bergegas menuju ke kamarnya.

Saat masuk ke dalam kamar, Saras langsung membanting tubuhnya di atas tempat tidur untuk memejamkan matanya. Pikirannya tiba-tiba kosong, lalu ia teringat pada sesuatu dan segera menyalakan ponselnya. Jemarinya dengan cepat mengetik di grup WhatsApp.

'Saras : Mayang, apakah aku boleh tahu penyebab Dennis meninggal?'

Beberapa menit kemudian ada balasan yang masuk dari Mayang.

'Mayang : Menurut cerita di novel ini, Dennis meninggal karena menderita gagal jantung yang ia derita sejak lahir.'

'Anggi : Malang sekali hidup Sarah.'

'Nanda : Aku tak bisa membayangkan kalau itu terjadi di kehidupan nyata.'

Saras tiba-tiba tertawa membaca pesan yang dikirimkan oleh teman-teman dalam grupnya tersebut. Wanita itu tak tahu lagi bagaimana untuk bereaksi atas keanehan yang terjadi dalam hidupnya. Ia lalu mengetikkan sesuatu untuk membalas pesan mereka.

'Saras : Apa yang akan kamu lakukan jika itu benar-benar terjadi dalam hidupmu?'

Cukup lama Saras menunggu balasan dari anggota lain di grup tersebut. Wanita itu terus memperhatikan ke layar ponsel. Saat ponselnya bergetar, ia pun segera membacanya.

'Nanda : Aku akan menjawabnya saat kita bertemu besok ya, Kak. See you tomorrow."

Merasa kesal membaca pesan itu, Saras lalu membanting ponselnya di atas tempat tidur. Ia pun segera bangun dan berjalan menuju ke kamar pakaian.

Di dalam kamar pakaian, wanita itu langsung menarik sebuah koper dengan cepat dari samping lemari. Ketika sedang menarik koper, ia mendengar ada bunyi sebuah benda yang jatuh. Saras lalu mencari-cari asal suara tersebut.

Lalu ia melihat ada sebuah kotak kecil tak jauh dari koper yang ada di depannya. Saras mendekati kotak tersebut dan berjongkok untuk memeriksanya. Saat membuka kotak kecil itu, Saras melihat sebuah cincin berlian yang sangat akrab dengannya.

'Kenapa cincin ini ada disini?' Batin Saras.

Merasa ragu, Saras lalu mengambil cincin tersebut dan melihat ke sisi dalamnya. Benar saja, di sisi dalam cincin tersebut terukir sebuah nama dari seorang pria yang pernah ia cintai dulu.

Ia tak habis pikir mengapa cincin pertunangannya dengan Januar bisa ada di sana. Seingat Saras ia telah mengembalikan cincin tersebut pada Januar di saat sebelum ia mengalami kecelakaan.

Saras tiba-tiba mengingat kembali semua kenangan pahit yang pernah ia alami dulu. Ia tiba-tiba menyesal dengan jalan hidup yang telah dipilihnya.

'Jika dulu aku menikah denganmu, apakah nasibku akan berbeda?' Tanya Saras dalam hatinya.

Dengan seketika, semua kegundahannya muncul bersamaan dengan kesedihannya atas kehilangan Deyra. Saras pun terduduk lemas di lantai dan mulai menangis sejadi-jadinya tanpa bisa ditahan lagi.

Ketika tangisannya mulai mereda, Saras melihat ke arah koper, lalu batinnya pun berteriak, 'Saras, kamu masih memiliki Bram di sisimu. Jangan khawatir, hidupmu akan baik-baik saja. Besok kamu akan bertemu dengannya.'

Saras mengepalkan tangannya dan segera berdiri untuk membuka koper itu. Lalu ia mengambil beberapa pakaian dari dalam lemari. Dengan sigap, wanita itu memasukkan semua keperluannya di dalam koper. Setelah kopernya siap, ia pun menariknya di dekat pintu kamar.

Setelah selesai mengepak barangnya, Saras masuk ke dalam kamar mandi untuk menggosok gigi dan membersihkan diri. Saras berencana untuk tidur lebih awal malam ini, agar besok pagi ia bisa bangun cepat dan tidak terlambat untuk pergi ke bandara.

Setelah keluar dari kamar mandi, Saras lalu mematikan lampu dan segera naik ke tempat tidur. Saat baru berbaring, tubuhnya merasakan getaran dari ponselnya yang masih ada di atas tempat tidur.

Saras lalu melihat ke layar ponsel. Alisnya terangkat saat melihat nama yang tertera di layar.

Ia pun menerima panggilan tersebut. Dengan seketika terdengar suara bass yang khas yang sangat akrab di telinganya, "Cayang, kamu sudah makan malam?"

"Sudah, tapi hanya makan sedikit. Aku sedang malas makan."

"Mengapa suaramu terdengar lemah? Apakah kamu sedang sakit?" Tanya Bram yang terdengar khawatir.

"Aku baik-baik saja. Aku hanya ingin tidur lebih cepat malam ini."

"Tumben sekali baru jam 9 malam kamu sudah mau tidur. Apakah besok kamu berencana untuk bangun lebih awal? Apa kamu akan pergi ke suatu tempat?"

"A-Aku…" Saras menggigit bibirnya saat mendengar pertanyaan dari Bram.

'Apa yang harus kukatakan pada Bram?' Hati Saras bertanya dengan cemas.