webnovel

13. Mengerti

"Apa yang terjadi? Kenapa Fiyyin tidak memasuki alam mimpi gadis itu?"

Galtain panik dan segera membangunkan Fiyyin. "Woy! Bangun, bangun."

Fiyyin masih tertidur tanpa pergerakan sedikitpun. Galtain geram, lalu memukul kepala Fiyyin keras.

Plak!! Pukulan itu membuat Fiyyin langsung berbalik dan bangun.

"Apa yang kau lakukan?!" teriak Fiyyin sambil meringis mengusap kepalanya yang terasa berdenyut.

"Kau siluman kebo? Tidur seperti ora, ah, tidak. Hantu mati!" Galtain menatap Nain, "Lihat? Dia masih tertidur, dan kau juga tertidur di sini?"

Fiyyin melihat-lihat dirinya tak percaya, "A-apa yang?" Fiyyin teringat sesuatu, "Sebelumnya, saat pertama kali aku ke alam fana, aku juga tidak mendapat panggilan ke alam mimpinya? Dan saat aku menginap di rumahnya aku tertidur sampai pagi. Tidak ada panggilan ke alam mimpinya."

Galtain bingung dan penasaran. Menatap Nain dan bergumam, "Jadi, ini ketiga kalinya kau tidak mendapatkan panggilan memasuki mimpinya? Apa kau bodoh, kau baru menyadarinya sekarang? Bagaimana jika gadis itu dalam bahaya,"

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Fiyyin memijat keningnya yang terasa pusing sambil berpikir keadaan yang membingungkan ini.

Nain membuka matanya dan menatap langit-langit rumah. Meregangkan tubuhnya yang terasa pegal dan bangun.

Nain menatap sekitar sebentar setelah teringat mimpinya, "Mimpiku, normal? Lagi?" gumam Nain heran.

Galtain dan Fiyyin menoleh bersamaan saat mendengar ucapan Nain. Galtain terkejut dengan mulutnya yang menganga. Mata Fiyyin membulat, ia benar-benar terkejut.

"A-apa dia baru saja mengatakan normal?" kata Fiyyin tak percaya.

Galtain mengangguk tak percaya dengan mulutnya yang masih menganga.

Nain merasa bingugn dan menghela napas, "Hh! Apa yang sebenarnya terjadi? Tapi, jika mimpiku benar-benar kembali normal kenapa aku tidak bersemangat?" Nain mengingat wajah Fiyyin sebentar dan tersenyum kecil. Kemudian tersadar dan menggeleng, "Tidak! Tidak! Tidak mungkin. Lagi pula itu hanya mimpi." tegas Nain. Tertawa tak percaya berjalan ke kamar mandi, "Apa aku gila?"

Galtain semakin terkejut mendengar ucapan Nain barusan, "Manusia itu menyukaimu?" Galtain menatap Fiyyin tak percaya yang tengah menyeringai. "Kau sudah tahu?"

"Aku menolongnya bukan untuk bermain-main dengannya. Lagi pula, sepertinya aku mengerti mengapa Vaqsyi tidak menginginkanku di alam fana."

Galtain menggidikkan bahu lalu mengangguk mengerti, "Kalau begitu. Sebentar lagi kau bisa menghentikan tindakan Vaqsyi yang konyol ini. Aku juga penasaran dengan sikap Vaqsyi yang berubah setelah Raja Gifritan mati," Galtain mengingat kembali saat mereka bersama saat kecil,

Saat itu, di kamar Vaqsyi. Untuk pertama kalinya Fiyyin dan Galtain bertengkar karena merusak patung yang terukir wajah ibu Vaqsyi. Mereka tahu jika itu adalah satu-satunya benda yang sangat berharga milik Vaqsyi setelah ibunya-Ratu Arabelle meninggal. Sehingga Fiyyin dan Galtain saling menyalahkan siapa yang menjatuhkan benda itu dari atas nakas kamar Vaqsyi. Mereka saling beradu mulut dan melukai satu sama lain.

Dan saat Vaqsyi masuk ke kamarnya. Vaqsyi terperangah melihat benda terbuat dari kaca putih itu berserakan. Kemudian beralih menatap Fiyyin dan Galtain yang bertengkar sampai terluka. Hati Vaqsyi sangat sakit melihat benda kesayangannya jatuh, tapi ia lebih marah melihat pertengkaran orang yang ia sayang saling melukai.

"Hentikan! Apa yang kalian lakukan?"

Fiyyin dan Galtain berbalik bersamaan melihat Vaqsyi dengan wajahnya yang memerah. Mereka sangat takut, tidak pernah sekalipun Vaqsyi semarah ini.

"Maafkan aku, Syi. Ini karena Galtain mendorongku." bela Fiyyin dan menunjuk jarinya pada Galtain tak ingin di salahkan.

Galtain menggeleng dan ikut melemparkan jarinya pada Fiyyin, "Tidak, Fiyyin yang bersalah. Dia yang tidak menyeimbangkan tubuhnya dan terjatuh di sana."

"Hentikan! Apa yang kalian bicarakan? Kenapa kalian seperti ini? Saling melukai dan bertengkar. Kalian benar-benar membuatku kecewa." Vaqsyi berjalan mendekat. Menginjak-injak pecahan beling itu hingga kakinya mengeluarkan darah segar. "Apa karena benda ini? Hah!"

Fiyyin dan Galtain terkesiap. Mereka semakin merasa bersalah karena yang Vaqsyi khawatirkan bukan patung berharga miliknya, melainkan pertengkaran mereka.

"Aku masih tidak menyangka, Vaqsyi yang sangat tidak menyukai kekerasan bisa melakukan hal seperti ini. Bukankah menurutmu aneh, Fiy?" Galtain berbalik dan mendapati Fiyyin sudah memakai seragam sekolah. Galtain terkejut, "K-kau benar-benar akan sekolah?"

Fiyyin mengangguk sekali kemudian keluar dari kamar. Menyusul Nain yang tengah sarapan di bawah.

Galtain menggeleng kagum, "Dia benar-benar bekerja keras untuk melindungi gadis itu." Galtain menatap punggung Fiyyin yang berlalu pergi dan beralih melihat dirinya, "Apa aku juga harus bersekolah?"

Fiyyin berjalan mendekati dapur dan terlihat Nain tengah meminum yamult 5 baris di sana. Fiyyin menggeleng tak percaya, "Apa hanya itu satu-satunya sarapan yang dia punya? Lalu, bagaimana denganku?" Fiyyin menyentuh perutnya yang terasa lapar.

Setelah selesai. Nain berjalan keluar rumah untuk berangkat sekolah. Fiyyin berjalan malas mengikuti Nain dari belakang dengan menaruh ke dua tangannya di saku sembari mengingat ketika mengecek botol kosong yang telah di minum Nain sebelumnya.

Fiyyin berdecak kesal, "Cih! Dia bahkan tidak menyisakan untukku setetespun. Menyebalkan!" Fiyyin Menghela napas berat dan menatap langit pasrah, "Aah, aku benar-benar lapar. Semua emasku tertinggal di istana Jalis." keluh Fiyyin.

Selama berjalan Fiyyin membayangkan beberapa makanan berat yang biasa ia makan seperti sop tulang, daging panggang, dll. Saat ini dia benar-benar lapar sampai di pikirannya hanya ada makanan saja.

Setelah beberapa langkah kemudian Fiyyin teringat, pasti banyak makanan di kantin sekolah. Fiyyin mulai bersemangat dan segera berlari meninggalkan Nain dengan senyumnya yang mengembang.

Beberapa menit berikutnya, Nain pun tiba di depan dekat gerbang sekolah. Zei terlihat sudah menunggu kedatangan Nain dan berlari kecil menghampiri.

"Nai?"

Nain menoleh dan tersenyum, "Ah! Zei? Kau berlari dari gerbang?" tanya Nain heran lalu tersenyum, "Apa ini? Kau menungguku? Kenapa?"

Zei tersenyum kecil dan berjalan beriringan dengan Nain, "Aku mengkhawatirkanmu. Apa kau baik-baik saja di rumah?"

"Apa maksudmu, Zei? Tentu saja di rumah aku baik-baik saja." Nain merasa khawatir. Menghentikan langkahnya dan menoleh, "Tunggu, apa kau melihat sesuatu di rumahku? Apa ada makhluk menyeramkan yang mau menggangguku, Zei? Bagaimana ini?"

Galtain menggeleng dan mengacak rambut Nain, "Ckck! Kau sangat penakut, Nai. Aku hanya bertanya. Jangan terlalu mengkhawatirkan hal-hal seperti itu. Aku sudah pernah bilang padamu, mereka itu lemah daripada manusia selama kau melawan rasa takutmu. Jadi berhentilah mencemaskan hal-hal tidak berguna seperti itu," jelas Zei menenangkan. Nain merapikan rambutnya. Tersenyum kikuk dan kembali berjalan, "Baiklah, baiklah. Ya ampun rambutku?"

"(Sebelumnya mereka hanya yang lemah, tapi sekarang aku merasakan aura kuat yang benar-benar berbeda dari biasanya. Aku tidak pernah melihat yang seperti ini sebelumnya. Maaf, Nai. Aku tidak bisa memberitahumu, aku tidak mau kau merasa khawatir. Aku harus mencari tahu siapa mereka sebenarnya.)" kata Zei dalam hati bersama jalannya sambil menatap Nain khawatir.

***

Fiyyin menatap sekitar. Memastikan keadaan benar-benar sepi untuk memperlihatkan wujudnya dan berjalan menuju kantin.

Namun, baru saja ia melangkah keluar dari koridor sepi dan hendak melewati pintu masuk sekolah. Tiba-tiba beberapa siswi melihatnya dan menghampirinya. Semenit berikutnya, siswi yang lain menyusul hingga mengelilingi Fiyyin. Hancur sudah rencananya untuk mengisi perutnya yang sangat keroncongan.

Fiyyin mengumpat kesal, "(Beraninya mereka menyentuhku dan menghalangi jalanku di saat seperti ini!)"

Next chapter