26 Late Night Work and Chat

Alih-alih beristirahat, jam satu malam Tristan masih berkutat dengan laporan analisis forensik dan laporan investigasi TKP satu sampai tiga tahun lalu. Bertumpuk tumpuk bundel kertas A4 itu di meja kerjanya, sementara si pemilik tampak mencoret-coret beberapa lembar yang Ia pegang dengan pena bertinta merah. Semakin malam, pikirannya semakin fokus.

"Kenapa bisa tiga lokasi ini yang berbeda temuannya?" batinnya.

Pikirannya terhenti kemudian, akibat satu hal yang kembali menimbulkan serangkaian teori konspirasi dikepalanya, "Kenapa Kapten Kian bisa ngirim pesan itu padahal dia sendiri gak lagi menginvestigasi ulang? Kapten Kian ditugaskan memburu si pelaku tanpa agenda reinvestigasi," lanjutnya bermonolog.

Benar, Tristan sempat bertukar pikiran dengan Kian sebelum detektif itu pergi dan menghilang sampai sekarang.

Tristan menggeleng, melepas kacamatanya, "Ini gak masuk akal. Tapi siapa itu kalau bukan Kian?"

Tristan lantas memeriksa kembali laporan dari Divisi Siber soal transkrip atau riwayat komunikasi nomor ponsel yang diklaim berasal dari Kian beberapa waktu lalu.

"Pukul 13.01 ..."

"Pukul 13.24 ..."

"Pukul 14.19 ..."

Tristan bergumam, menyebutkan waktu komunikasi itu terjadi. Hanya tiga kali, tidak lebih, tidak kurang. Membuat detektif itu kembali bertanya-tanya.

"Ada interval satu jam dari jam satu ke jam dua, berarti nomor ini seharusnya masih bisa mengakses Divisi Intelijen. Tapi kenapa malah tidak dilanjutkan di selang waktu itu alih-alih kembali menghilang setelah 14.19?" tanyanya.

"Apa ini si pelaku?"

Detik berikutnya Tristan menggeleng, "Gak gak, belum bisa sampai kesitu," ujarnya.

Menyimpan terlebih dahulu asumsinya soal siapa pengirim pesan misterius berisi tiga TKP yang diurutkan itu, Tristan kembali membuka laporan investigasi TKP yang akan Ia dan tim datangi besok pagi. TKP ke empat.

Tristan tersenyum miring, "Lagi lagi korban ditemukan di kursi." Sebuah foto diamati Tristan. Foto yang sangat terlihat artistik untuk sebuah scene penemuan jenazah korban pembunuhan.

"Rapi, cekatan, profesional." Entah pujian atau sarkasme yang diberikan detektif itu pada si 'The Retro'. Apapun itu, memang benar, jenazah itu seperti sedang disetting untuk pemotretan. Tidak ada luka memar, apalagi darah. Pakaiannya bagus, latar belakang tempatnya juga.

Selesai dengan pengamatannya, Tristan lantas menutup laporan itu, "If he considered this kind of killing way as an art and fun, I won't complain that he was the psycopath!"

Lanjut Tristan meninggalkan meja kerjanya, membawa ponsel ke tempat tidur untuk beristirahat setelah memasang alarm. Gia yang tidur di kamar sebelahnya tentu saja tak bisa diandalkan, Ia adalah arsitek yang punya jam kerja bebas, berbeda dengannya yang harus bangun teratur untuk ikut apel pagi.

Baru saja memejamkan mata beberapa detik, Tristan teringat sesuatu; pesan Bella yang dibuka Gia tadi belum dibalasnya. Tristan terlalu terobsesi dengan bakso sampai lupa membalas pesan calon tunangannya sendiri. Astaga, tak bisa dicontoh.

[iMess]

(Tristan Emilio Fariq)

Bisa. Saya ada waktu malam ini

Atau weekend juga bisa

Maaf baru dibalas, tadi dibuka Mbak Gia duluan

Membiarkan pesan itu terkirim, Tristan akhirnya kembali menutup matanya. Udara dingin dari AC dan hangatnya bed cover tebal itu sangat nyaman sekarang, meskipun Ia belum terlalu mengantuk. Hanya saja, Ia masih peduli soal kesehatan tubuhnya. Ya percuma saja kan dia mengikuti kelas gym dan diet khusus kalau tidurnya kurang dari empat jam per hari?

TING!

Bukan bel rumah, apalagi bel microwave, ponsel Tristan berbunyi. Membuat si detektif mau tak mau membukanya karena penasaran.

(Arabella El-Gauri)

Oke. Nanti Saya ingatkan lagi ya

Kok bisa dibuka Mbak Gia? Ketauan dong Saya chat Kamu

Hilang sudah keinginan Tristan untuk tidur, Ia malah kembali duduk untuk sekedar membalas pesan Bella itu.

(Tristan Emilio Fariq)

Mbak Gia emang suka begitu. Jadi deh Saya diledekin abis-abisan

Kenapa Kamu gak tidur? Hampir jam dua pagi ini

(Arabella El-Gauri)

Mbak Gia dikasih tau soal itu?

Gak bisa tidur

(Tristan Emilio Fariq)

'Itu' tuh apa maksudnya? Saya gak ngerti

Tristan meraih gelas berisi air minum di nakas sampingnya duduk, menetralkan emosi karena lagi-lagi Ia sedang mengerjai Bella dengan menggodanya.

(Arabella El-Gauri)

Pura pura gak tau ya?

Kamu tuh iseng banget, Tristan godain Saya mulu

(Tristan Emilio Fariq)

Iya, kayaknya itu hobi baru Saya sekarang

Mbak Gia udah Saya kasih tau. Nanti kita rencanakan pertemuan dengan keluarga Saya ya. Kita bicarakan besok

(Arabella El-Gauri)

Dasar

Oke

(Tristan Emilio Fariq)

Oh ya tadi

Kenapa Kamu gak bisa tidur?

Mikirin Saya?

(Arabella El-Gauri)

Ge er banget Kamu

Saya emang gini, semakin malem semakin berisik kepalanya. Ingatan Saya kayaknya berantem disana

(Tristan Emilio Fariq)

Kamu butuh pengalihan

Apa dengan Saya chat gini Kamu merasa lebih baik?

(Arabella El-Gauri)

Ajaibnya ... iya

(Tristan Emilio Fariq)

Bukan keajaiban, memang hukumnya begitu

(Arabella El-Gauri)

Maksudnya?

(Tristan Emilio Fariq)

If you're falling in love with someone, all your sorrow will disappear

avataravatar
Next chapter