webnovel

PERTAMA KALI DIMARAHI

Hari demi hari berlalu setelah tes, kini mereka tinggal menunggu pengumuman kelulusan, serta diterima tidaknya oleh sekolah baru. Sere, Sean dan teman-temannya terlihat santai menunggu. Sesekali mereka bermain bersama. Mereka tidak menjadikan SMAN 17 sebagai Satu-satunya tujuan, sambil menunggu pengumuman, mereka saling bertukar informasi dan mengobrol satu sama lain.

Wali kelas mereka, Bu Reni, mengingatkan di group kelas untuk datang ke sekolah karena ada pengumuman kelulusan. Seluruh siswa membalas pesan Bu Reni dengan sigap, dan datang ke sekolah sesuai waktu yang sudah ditentukan.

Pagi itu, mereka semua sampai di sekolah dan berkumpul di lapangan. Seluruh siswa berbaris rapih dan mendengarkan kepala sekolah yang sedang berbicara dan mengumumkan kelulusan. Seluruh siswa dinyatakan lulus 100%. Semua siswa dan guru bertepuk tangan gembira. Sere terlihat biasa-biasa saja Karena ia tahu kalau semua siswa pasti akan lulus. Setelah acara selesai, seluruh siswa diarahkan masuk ke kelas masing-masing untuk dibagikan surat kelulusan.

Dikelas, sebelum membagikan surat, Bu Reni menyampaikan rasa syukurnya kepada para siswa yang menjadi tanggungjawabnya selama 1 tahun itu. Bu Reni tampak tidak bisa membendung air matanya. Para siswa juga tampak terharu pada saat itu. Bu Reni meminta beberapa siswa untuk memberikan kesan dan pesan yang diawali oleh Arga selaku ketua kelas. Mewakili teman-temannya, Arga mengucapkan rasa terimakasih dan permohonan maafnya kepada Bu Reni, serta juga kepada teman-temannya selaku ketua kelas.

Kemudian untuk selanjutnya, tidak ada yang berani maju ke depan, para siswa menunjuk Sean untuk maju.

"Sean.. Sean.. Sean.."

Akhirnya Sean pun maju. Ungkapannya kurang lebih sama seperti Arga. Namun, diakhir bicaranya, Sean mengungkapkan bahwa kedepannya Sean ingin menggapai cita-citanya bersama Sere.

"Kedepannya, Saya ingin belajar dan menggapai impian saya bersama dengan Sere!"

Sontak ungkapan Sean membuat kaget seisi kelas. Semua kompak menjodohkan mereka berdua.

"Cie.. Cie.. Cie.."

Bu Reni yang tengah sedih langsung tersenyum dan tertawa mendengarnya. Sere terlihat kaget dan menatap Sean dengan tatapan tajamnya, namun Sean tidak peduli dan langsung duduk ditempatnya kembali. Mira melihat ke arah Hana dan Vivi, terlihat jelas Hana juga kaget mendengarnya. Hana diam dan terlihat tidak seantuasias yang lain. Melihat itu, Mira semakin membuat suasana menjadi panas dengan bersorak semakin kencang mendukung Sean dan Sere.

Meskipun banyak yang tahu kalau Sere dan Sean adalah teman dari kecil, namun baik Sean atau Sere tidak pernah bertingkah aneh. Barulah kali itu Sere dengan percaya diri di depan semua siswa kelasnya, ia mengungkapkan hal itu.

Sean duduk di samping Sere. Sere menatapnya dengan tajam dan mencubit pinggangnya dengan keras. Sean terlihat meringis kesakitan.

"Sakit tau!" kata Sean dengan suara pelan

"Bodoamat!" kata Sere kesal.

Acara berlanjut, Bu Reni minta kesan dan pesan terakhir disampaikan oleh perempuan sebagai penutup. Ada 1 siswa yang menutup sesi pada pagi itu, Jihan namanya. Setelah sesi selesai, surat dibagikan oleh Bu Reni. Sebelum pulang, mereka memberi hadiah untuk Bu Reni dan berfoto bersama.

Sere dan Sean pulang bersama naik angkot. Di perjalanan, Sean banyak berbicara tapi tidak pernah ditanggapi Sere. Ketika diperjalanan, Sean mendapat notifikasi pesan dari mama.

"Mama dirumah Sere ya"

"Iya ma" balas Sean.

Sere dan Sean akhirnya sampai di komplek perumahan mereka dan berjalan menuju rumah.

"Re, ngomong kek" kata Sean

"Ogah"

"Yaudah Si, orang udah lewat juga, masih marah aja"

"Lagian ngapain si lu ngomong gitu, Alay! Norak!"

"Itu beneran Re, gua ngga boong"

"Tapi ngga usah diomongin juga kali!"

"Iyaudah deh, maaf… salah mulu gua kalo ngomong sama lu"

"Ya makanya ngga usah ngomong!"

"Iya maaf, udah si.. Kaya nenek-nenek lu marah-marah melulu!"

Bukannya menenangkan Sere, justru Sean semakin membuatnya kesal.

"Nyebelin banget si lu!"

Sere langsung berjalan dengan cepat menuju rumahnya, Sean kewalahan mengikuti cara berjalan Sere dari belakang. Sere terus bergumam dalam hatinya, "Bukannya minta maaf yang bener! Nyebelin! Ngeselin!".

Sere berbelok kerumahnya dan masih diikuti oleh Sean.

"Heh! Ngapain si ngikutin gue? Sana pulang!!!" Sere marah. Sean tampak kaget mendengar Sere dengan nada kerasnya.

"Ng.. Nggak bisa.." Katanya terbata

"KENAPA NGGA BISA!"

"Ngga.. Ngga bisa.."

"IYA KENAPA NGGA BISA!" Sere makin kesal.

"Itu… di dalem.." Sean terbata-bata

"APAAN?"

"I.. Itu.. Ma.. Mama"

"ERGHHHH! Ngga Jelas Banget Si Lu! Jangan Ngikutin Gue!" Sere langsung masuk dan menutup pintunya dengan keras.

"Brakkk!"

Sere langsung masuk dan dihampiri oleh ibu dan Mama Sean.

"Sere, kenapa nak? Ibu sampe kaget"

"Ng.. Nggapapa Bu" Sere tercengang melihat mama Sean dirumahnya.

"Sere sendirian? Ngga bareng Sean?" Tanya mama Sean

"Em… ba.. Bareng tante.."

"Terus Seannya mana? Rumah tante kunci, jadi Sean ngga bisa masuk"

Sere kaget mendengarnya, ia tadi sudah membentak Sean karena mengira kalau Sean mengikutinya, ternyata Sere salah.

"Di.. Di depan tante"

"Oh, kalo gitu tante kedepan ya" kata Dewi sambil berjalan ke luar bersama ibu Sere.

Sere mengikuti mereka dari belakang dengan rasa bersalah dan cemasnya. Ibu Sere membuka pintu. Tampak Sean yang tengah duduk diteras rumah Sere dengan wajah bingungnya.

"Sean? Ngapain disitu? Kok ngga masuk bareng Sere?" Tanya ibu Sere

Sean langsung berdiri dan menghadap ke mereka dengan terkejut.

"Ehm… ngga tante, nggapapa" kata Sean. Sean melihat Sere yang tampak merasa bersalah dan menunduk.

"Iya, kan mama udah bilang mama dirumah Sere, Sean kenapa malah diem disini?" tanya mama Sean

"Ehm…." Belum sempat menjawab, ibu Sere langsung menyelaknya.

"Ini pasti kalian berantem ya? Makanya Sere tutup pintu kenceng banget tadi" Ibu Sere menebak dengan benar

"Ngga Bu! Sere mana tau tante Dewi disini, orang Sean ngga bilang!" Kata Sere membela diri

"Iya tapi Sere ngga boleh gitu dong, masa ada Sean didepan malah banting pintu, ngga boleh begitu nak.. Ngomong baik-baik dong sama Sean" Ibu Sere menegurnya

"Tapi Bu…"

"Ngga ada tapi-tapi! Minta maaf sama Sean dan tante Dewi!"

Sere menunduk dan tidak bisa lagi mengelaknya. "Sere minta maaf tante" Katanya pada mama Sean. Mama Sean tersenyum dan mengusap rambut Sere dengan lembut, "Nggapapa Sere".

"Kok cuma sama tante Dewi?" Ibu Sere menegurnya kembali

"Nggapapa ko tante, Sean salah.. Sean yang ngga bilang Sere tadi" Sean menyelaknya.

"Ngga Sean, tante tau gimana kalian berdua, Sere harus tetep minta maaf" kata Ibu Sere.

"Sean… Maaf ya" kata Sere pelan

"Iya, gua juga salah Re.." Sean membalasnya.

Sean dan mamanya langsung pamit pulang. sekali lagi, ibu Sere meminta maaf kepada mereka atas apa yang dilakukan Sere. Setelah mereka pulang, Sere langsung masuk diikuti oleh ibu. Ketika Sere menaiki beberapa anak tangga, ibu Sere langsung memanggilnya.

"Sere! Besok-besok ngga boleh kaya gini lagi!" kata Ibu Sere dengan Serius.

Sere menoleh dan menunduk kearah ibunya, "Iya Bu" Katanya pelan. Ibu Sere langsung berjalan menuju dapur dan Sere langsung naik ke kamarnya. Selama ini, baru kali itu Sere melihat ibu menegurnya dengan serius.

Sampai di kamar, Sere terlihat sedih dan lemas. Sere sedih dimarahi ibu. Sere tau kalau dia salah berperilaku seperti itu kepada Sean,tapi Sere betul-betul tidak tau kalau Sean mau menemui mamanya yang sedang main kerumah Sere. Rasa bersalah Sere tetap lebih besar daripada kesalnya pada Sean. Sean tidak sempat mengatakannya pasti karena kaget Sere membentaknya.

Sere membuka HP dan mengirim pesan ke ayahnya. "Ayah kapan pulang?". Pesannya belum dibaca ayah, ayah sepertinya mason bekerja. Entah kenapa Sere langsung ingat ayah saat itu.

Sere mengganti baju dan kembali membuka HP Nya, belum juga ada balasan dari ayah. Kemudian, Sere membuka chatnya dengan Sean dan ingin meminta maaf sekali lagi.

"Maafin gua ya"

Pesan itu cepat sekali dibaca olehnya.

"Gua yang minta maaf, lu jadi dimarahin ibu"

"Nggapapa,"

"Maafin gua juga ya"

"Iya"

Pesan mereka hanya sebatas itu, Sean dan Sere sama-sama bingung harus bicara apa. Sere turun menuju meja makan karena ibu sudah memanggilnya. Ketika menuruni tangga, ada notifikasi pesan dari ayah yang membalas pesannya.

"Sore nak, seperti biasa ya.. Jangan lupa makan siang" kata ayah dengan romantisnya

"Iya ayah juga ya" balas Sere.

Percakapan singkat mereka mampu membuat Sere menjadi lebih tenang meskipun masih merasa takut harus makan bersama ibu yang habis memarahinya.

Sere duduk didepan ibu dan membawa surat dari sekolah. Sebelum makan, Sere memberikan surat itu kepada ibu.

"Bu, ini surat dari sekolah" kata Sere

Ibu mengambilnya dan membaca surat itu.

"Selamat ya Sere lulus" kata ibu sambil tersenyum ke putrinya. Sere yang semula tertunduk takut, ikut tersenyum kepada ibu. Melihat ibu tersenyum, Sere menjadi sedikit lega dan dapat makan dengan tenang. Setelah selesai makan, Sere lanjut melukis sambil menunggu ayahnya pulang, sedangkan ibu gantian main kerumah Sean, karena mama Sean minta diajarkan membuat Gudeg.