webnovel

OPTIMIS

Hari-hari berikutnya dijalani seperti rutinitas biasa mereka. Sudah semakin dekat dengan detik-detik akhir masa sekolah. Sere, Sean beserta teman-teman sekelasnya telah melewati berbagai ujian akhir disekolah. Kini, Sere tengah fokus belajar untuk mengikuti tes ke sekolah SMA favorit yang direkomendasikan sekolah. Tidak hanya Sere dan Sean, namun Ara, Mira, dan Arga juga sama-sama ingin mendaftar disekolah yang sama. Hanya Devan yang tidak ikut, Karna Devan ingin mengejar cita-citanya menjadi seorang Chef, jadi Devan sudah masuk ke sekolah khusus Tataboga.

Malam sebelum tes, Sere masih membaca buku di halaman belakang rumahnya. Sere sering menghabiskan waktu di halaman belakang rumahnya, disana, ditanami rumput sintetis, tanaman hijau dan terdapat pohon yang Mangga yang ditanam sejak awal mereka pindah. Dihalaman belakang, juga terdapat ayunan yang dibuat Ayah Sere khusus untuk Putrinya.

Tok.. Tok.. Tok..

"Eh ada Sean" Ibu Sere membuka pintu

"Tante, Sean mau belajar bareng Sere" Kata Sean yang membawa beberapa buku tebal yang dipeluknya

"Boleh, Sere di belakang, langsung kesana aja ya" Ibu Sere mempersilahkan Sean masuk

Sean masuk dan langsung menghampiri Sere yang sedang membaca buku dengan santainya.

"Re, gua pusing nih!"

"Minum obat"

"Bukan pusing itu, gua pusing nih mesti belajar apaan"

"Belajar bilang permisi kalo bertamu!"

"Hehe, tadi udah permisi ke ibu lu!"

Ibu Sere datang sambil membawa makanan dan minuman. Setelah itu, Sean duduk di kursi panjang yang berada di samping kiri Sere.

"Re, lu udah belajar?"

"Setiap hari gua belajar!"

"Maksudnya belajar buat tes besok"

"Iya, gua udah belajar setiap hari"

"Susah ngomong sama lu ya!"

Sere lanjut membaca buku sambil berayun-ayun kecil. Sere belajar dengan damai dan tenang, berbeda dengan Sean yang tidak bisa diam. Sean membaca buku sambil mondar-mandir di depan Sere. Tidak hanya itu, sesekali Sean duduk, berdiri, bahkan tidur-tiduran di kursi panjang itu, Sean juga berisik. Sere berusaha tetap tenang dan sabar dengan tingkah Sean, namun lama kelamaan Sere mulai tidak tahan lagi.

"Ih Berisik Banget Si! Bisa Ngga Si Diem!" Sere dengan kesalnya

"Eh, Maaf maaf, Re gua pusing beneran nih!"

"Kan gua bilang, pusing ya minum obat, malah mondar-mandir!" Sere semakin kesal

"Gua takut Re" kata Sean lembut sambil duduk di ayunan sebelah Sere.

"Takut apaan?" Tanya Sere masih dengan nada kesal

"Gua takut ngga lolos tes, nanti ngga bareng lu deh" kata Sean lemas

Sere terdiam sambil memikirkan kata-kata Sean.

"Gua ngga bisa kalo ngga bareng lu, aneh rasa ya" Sean melanjutkannya dengan sedih

"Apaan si, bukannya seneng ngga bareng gua?"

"Sepi kalo ngga ada lu" lanjut Sean

Sere terdiam kembali, ada perasaan sedih juga di hati kecilnya. Seketika terlintas di benak Sere pada saat mereka pertama kali bermain sepeda bersama.

"Ah Lebay lu!" Kata Sere tiba-tiba

"Beneran, emang lu ngga ngerasa ada yang kurang ya kalo ngga ada gua?" tanya Sean

"Ngga, biasa aja!" kata Sere ketus

"Lu mah ngga punya perasaan, gua beneran takut tau" kata Sean lirih

Sere melihat kearah Sean. Melihatnya, membuat Sere yakin kalau Sean tidak berbohong. Rasanya, Sean menyampaikan perasaan yang dirasanya dari hati. Tampak wajahnya yang sedih dan rasa takut yang menyelimuti. Sere mulai melunak, ia dapat merasakan apa yang Sean rasa. Sebetulnya Sere juga suka merasa kurang kalau tidak ada Sean. Namun, Sere tidak pernah mengungkapkannya.

"Yaudah si, optimis aja.. Lagian hasil tes bukan yang utama kali!" kata Sere dengan nada yang mulai pelan

"Masa Si?"

"Iya, kan diliat juga keaktifan siswa, prestasinya baik akademik maupun non akademik, tingkah laku, terus banyak deh" Sere menghibur Sean

"Nilai raport juga ngga si?"

"Nilai raport lu ngga jelek-jelek amat Kali!" Sere membangkitkan semangat

"Ah yang bener?"

"Tes besok buat nentuin kelas, ya pokonya pasti ada penilaian sendiri deh!"

Sean berfikir sejenak, penjelasan Sere cukup bisa membuatnya sedikit lebih tenang. Sean memang kurang pengetahuan akan teknisnya, ia terlalu fokus belajar untuk mengejar ketertinggalannya dari segi teori dan materi pembelajaran. Baginya, yang penting bisa ikut sekolah bareng Sere dan teman-teman lainnya. Sean melamun.

"Heh! Malah ngelamun lagi!" Sere mengagetkannya

"Tapi lu juga jangan jadi gampangin, belajar tetep. Kalo udah cape ya tidur. Jangan maksa, nanti sakit lagi!" Sere melanjutkan

Sean mengangguk dan kembali membaca buku. Sere dan Sean membaca buku masing-masing. Sean kini jadi diam dan tidak lagi heboh. Namun, rasa khawatir tidak bisa terlepas darinya. Sere melihat jam di HP nya yang sudah menunjukkan pukul 21:45 WIB.

"Eh, udah malem" kata Sere

"Emang iya? Ngga kerasa" kata Sean yang sudah terlihat lelah

"Udah kali belajarnya, makan dulu nih ibu udah bawain makanan sama minuman belom abis" kata Sere

"Iya" jawab Sean

Sere dan Sean menyelesaikan belajarnya dan memakan cemilan yang dibawakan ibu Sere. Sere melihat Sean yang tidak seperti biasanya. Biasanya, ketika disediakan makanan, Sean akan antusias memakannya dan cerewet mengomentari makanan atau minuman yang dimakannya. Namun, malam itu ia berbeda. Terlihat jelas kalau semangatnya menurun.

"Udah lah, bisa ko!" Sere mencoba menyemangati Sean

"Istirahat, besok pagi-pagi berangkat!" kata Sere

Sean mengangguk, ia segera menghabiskan makanan dimulutnya, minum jus Strawberry buatan ibu Sere, dan langsung pulang dengan membawa buku-bukunya.

"Udah Semangat!" Kata Sere sambil menepuk pundak Sean di depan rumahnya.

"Iya, gua masuk ya"

"Gih sana!"

Sere masuk ke kamarnya dan langsung beristirahat. Sedangkan, Sean tidak bisa langsung tidur meskipun matanya sudah lelah. Namun, sekitar jam 12 malam, akhirnya Sean bisa tidur.

----------

Pagi harinya, ketika sedang sarapan, grup chat mereka sudah banyak notifikasi dari teman-teman mereka. Arga, Mira, dan Ara sudah siap dan saling menyemangati, tidak lupa Devan juga turut menyemangati teman-temannya itu. Sere membalas pesan di grup beberapa kali. Ditengah perbincangan, Arga menanyakan Sean yang tidak terlihat nimbrung.

"Sean masih tidur nih?" tanyanya

Yang lain kompak menjawab tidak tahu. Melihat itu, Sere langsung mengirim pesan ke Sean dan menelponnya beberapa kali, namun tidak dijawab. Teman-teman yang lain juga sama seperti itu. Akhirnya, Sere datang ke rumah Sean untuk memastikan.

Sere mengetuk pintu dan langsung dibuka oleh Sean.

"Eh, lu udah bangun" kata Sere

"Udah"

"Kenapa ngga bales chat?"

"Gua belom buka HP"

"Nanti lu dianterin?"

"Iya"

"Yaudah, komen di grup deh biar ngga pada nanyain"

"Iya nanti gua buka"

"Oke"

Sere langsung kembali ke rumahnya dan melanjutkan sarapannya. Sere merasa agak aneh dengan tingkah Sean yang berbeda. Namun, ia berusaha memahaminya. Tidak lama kemudian Sean membalas chat di grup mereka.

"Gua udah siap nih, bentar lagi otw"

Sontak semua menjadi tenang karena formasi mereka lengkap. Mereka juga kompak untuk segera bersiap dan berangkat, kebetulan sekolah yang mereka tuju agak jauh, jadi harus berangkat lebih pagi.

Sean berangkat duluan diantar papanya, kemudian barulah Sere juga berangkat. Selama diperjalanan, notifikasi pesan tidak pernah berhenti. Ada saja yang dibahas, selain itu mereka juga saling mengirim foto yang sama-sama sedang dalam perjalanan. Ternyata, Devan ikut bersama Arga untuk menemani dan memberi semangat.

Akhirnya, mereka sampai di SMAN 17, sekolah yang mereka tuju. Mereka langsung mencari ruangan tes, sebelumnya mereka sama-sama berdoa sebelum masuk ke ruangan. Sere memperhatikan Sean yang terlihat pasrah. Setelah berdoa, mereka masuk ke ruangan yang sudah banyak siswa didalamnya.

Selang beberapa waktu, datanglah 2 orang guru yang memberi tahu peraturan selama tes, dan pembukaan yang dibawakan santai untuk mengurangi ketegangan para siswa. Lalu, waktu tes pun dimulai. Suasana kelas menjadi hening, semua siswa tampak serius mengerjakan soal. Peraturan dari tes tersebut adalah semua siswa boleh pulang apabila waktu sudah habis, jadi keluar kelas secara bersamaan.

Waktu terasa begitu cepat dirasakan oleh para siswa yang serius mengerjakan soal tes. Akhirnya, waktu tes pun selesai. Semua siswa keluar kelas, tentu Sere dan teman-temannya saling bercerita mengenai soal tes tadi. Sean masih sama, ia masih diam, namun tidak seperti tadi. Mereka bergegas menuju kantin untuk menghampiri Devan yang sudah memberitahu lewat grup chat.

Devan memberi selamat kepada semua teman-temannya. Mereka langsung memesan makanan dan minuman yang tersedia disana. Mereka mengobrol dan bercanda, Sere melihat Sean yang mulai ikut mengobrol dan bercanda seperti biasa. Sere merasa lega.

Setelah selesai makan dan minum, mereka langsung berencana pulang, karena Ara, Devan dan Arga ada acara di siang harinya, jadi mereka harus langsung pulang. Ara dan Arga sama-sama ditunggu oleh supir jadi Sean ikut di mobil Arga dan Devan, sedangkan Sere ikut bersama Ara dan Mira. Mereka mengantar Sere dan Sean sampai ke depan komplek perumahan rumah mereka.

Sere dan Sean berjalan menuju rumah mereka, di perjalanan Sere mulai bertanya ke Sean.

"Tadi lancar kan lu?"

"Lancar, lu?"

"Lancar juga"

"Ternyata ngga sesusah yang gua banyangin!"

"Kan, makanya gua bilang optimis!"

"Iya, gua terlalu takut"

Mereka sudah dekat dengan rumah, Sere dan Sean berpencar menuju rumah mereka masing-masing. Saat hendak membuka pintu, suara notifikasi pesan berbunyi dari HP Sere. Sere membuka pesan tersebut yang ternyata dari Sean.

"Gua juga optimis, bisa lolos dan sekelas sama lu"

Pesan Sean membuat Sere kaget, Sere langsung menengok ke belakang, namun ternyata Sean sudah masuk ke rumahnya, jadi dia tidak melihat Sean. Sere tersenyum tipis meihat layar HP nya. Sere membalas pesan itu dengan simbol singkat

":)"

Sere langsung masuk ke rumahnya. Pesan itu langsung dibaca, rupanya Sean memang menunggu balasan Sere, namun tidak ada pesan lagi setelah itu, Sere dan Sean langsung beristirahat masing-masing.