webnovel

28. GA PERLU URUSIN ORANG LAIN

Claire melihat sekeliling ruangan kelasnya. Sudah rapi kembali dan tidak ada yang rusak seperti kemarin. Mungkin pihak sekolah langsung bersigap membenarkan semua yang sudah hancur akibat makhluk-makhluk yang menggila itu. Claire mulai berjalan duduk di kursinya dengan nyaman.

"Claire, lo kemaren pulang paling terakhir, kan?" Alma, salah satu teman kelas yang berada duduk paling depan bertanya.

Claire mengangguk saja tanpa menjawab.

"Ceritain gimana kejadian kemarin, dong." ujar Alma sambil duduk menghadap pada Claire.

"Aku mau belajar." hirau Claire membuka buku catatannya. Alma mendengus sebal dan mulai mengerutu di dalam hatinya merasa sikap Claire yang selalu saja acuh.

"Ih! Tinggal ceritain apa susahnya, sih?!" sentak Alma dengan tatapan menusuk. Cewek itu menendang meja Claire hingga berbunyi dan bergeser sedikit, membuat Claire menutup kedua matanya, terkejut.

"Pantesan ga ada yang mau deket sama lo!"

Claire menahan emosi. Tidak baik juga jika dia termakan oleh ucapan mereka semua. Sudah cukup banyak Claire berdiam mencoba bersabar dengan sikap orang yang selalu menjadi pemaksa. Claire harus bisa memendamnya karena tidak akan pernah ada ujung dari kesabarannya.

Sheila yang melihatnya berjalan mendekati Claire. "Kamu ga perlu masukin hati ucapan dia, Claire."

Kepala Claire mendongak. "Iya."

"Anggap aja mereka sepintas nanya. Alma, itu biang gosip pastinya akan di sebar luaskan ke sekolahan lain juga." papar Sheila menerangkan.

Claire sudah tahu hal itu. Alma tidak berpikir lebih jauh, padahal itu menyangkut sekolahannya sendiri. Dia tidak tahu saja pemikiran orang lain seperti apa. Bisa jadi ada orang luar yang diam-diam menjadi mata-mata sekolahannya hingga menyebar luaskan keburukan dari sekolah ini.

"Dia juga pernah di bully sama geng, Lidia." ungkapnya membuat atensi Claire teralih menatap Sheila. "Alma, nyebarin hoax tentang dia."

Claire mulai masuk dalam ceritaan Sheila. Entah kenapa ada rasa ingin tahu kenapa bisa teman satu kelasnya terkena skandal. "Hoax apa?"

Sheila mengulum bibirnya sambil melirik sekitar sebelum mencondongkan tubuhnya dan berbisik, "Lidia, simpenan orang dewasa."

Claire menarik napas halus. Berani juga Alma mencari kerusuhan dengan Lidia. Cewek itu pasti tidak tinggal diam jika berita itu masuk dalam pendengarannya. Artinya rahasia Lidia masih tertutup rapat. Seharusnya Claire tidak perlu risau juga mengenai hal itu.

Masalah orang lain tidak akan sampai melibatkannya, kan?

"Tapi seisi sekolah menyangkal gosip itu." ujar Sheila kembali. "Selain ga ada bukti juga dia kan di takuti. Mungkin yang punya nyali besar aja yang benari lawan dia."

Lidia memang pintar sekali menyembunyikan kebusukan orang tuanya. Seperti cewek itu memang mendukung apa yang telah di lakukan oleh kedua orang tuanya. Asal Lidia senang dan tidak ada yang menganggunya, maka semuanya pasti tidak akan di buat repot.

"Aku denger kalian sekarang ada masalah."

Claire menggeleng pelan. "Engga."

"Loh, tapi banyak yang bilang kalau kalian itu emang musuhan." Sheila berucap tegas, Claire hanya di jadikan permainan untuk di jelek-jelekkan di sana oleh Lidia.

Sebagai murid baru di sekolahan itu Claire cukup mengerti. Karena tujuan utama dari Lidia itu adalah dirinya. Berjaga takut mulut Claire membocorkan segala rahasia yang di tumpuk oleh Lidia selama bertahun-tahun.

"Lidia, juga setiap kali ketemu kamu kayak judes, sinis. Dia ga suka banget kayaknya kalau kamu di sini. Itu pemikiran aku dari tatapannya ke kamu, Claire."

Claire menjawab dengan raut dingin, "Ga perlu urusin orang lain."

>>>>>>>>>

"Ajib, lo bisa berangkat barengan juga ama gebetan." Bagas mulai berkomentar setelah istirahat dan berada di kantin menunggu pesanan.

"Salut gue sama lo, Ver." Doni meninpal senang.

"Terus aja ceng-cengin gue. Rasanya gue sama dia itu udah kayak bahan kelakar lo berdua aja tahu ga!" hardik Vero menatap dua temannya jengah.

Bagas dan Doni saling menaikkan alis. Melihat Vero yang dekat dengan Claire tentu membuat mereka senang juga. Selain memang itu lah rencana mereka untuk bisa menyatukan keduanya. Walau mungkin Claire hanya terpaksa tetapi sudah mendapatkan satu poin untuk Vero dengan cara … memaksa.

"Tapi alasan apa sampe dia mau berangkat bareng?" tanya Bagas yang menurutnya aneh. Di paksa seperti apapun Claire pasti tetap menolak seperti yang di lakukan oleh Vero sebelumnya.

Vero mendeham. "Tadi pagi dia emang nolak dan lebih milih taksi, tapi gue terus paksa sampe akhirnya dia jalan di belakang gue dan berangkat."

Doni tersenyum lebar. "Mantep. Semoga aja lo berdua bisa lebih deket lagi."

"Gue ga berharap deket banget, sih."

Bagas dan Doni menautkan alis.

"Niat gue cuma mau ngajak dia temenan. Dulu gue pernah nabrak dia ga sengaja, rasa bersalah itu buat gue terus kepikiran sampai sekarang." terang Vero sambil melirik makanan dan minuman yang sudah sedari tadi dia pesan. "Makasih, Bu."

"Iya sama-sama."

Dua cowok di dekat Vero menggaruk kepalanya merasa kian bingung. Selama ini apa hanya mereka berdua saja yang salah paham menanggapi perhatian Vero untuk Claire? Tidak ada maksud lain mengenai isi hatinya? Doni dan Bagas menebak jika temannya itu sedang jatuh cinta.

Setiap kali mereka membahas hal itu Vero selalu saja mengelak bahwa semuanya itu sebuah perhatian biasa yang di lakukan untuk seorang teman. Tidak pernah menyatakan jika dia memang menyukai Claire.

"Kalau dia sama yang lain, lo yakin ga akan nyesel?" Bagas bertanya untuk memastikan perasaan Vero.

"Engga lah."

Doni terbatuk kecil sebelum menyahut, "Gue pernah denger dia ngobrol sama cowok. Tapi entah itu orang yang dia tolong atau emang kenalannya."

"Nguping di mana lo?" tanya Bagas semangat, seketika membuat Vero ikut penasaran dengan lontaran Doni.

"Eum … di ruangan deket kepala sekolah."

Bagas menaikkan satu alisnya. "Lo yakin kalau itu suara gebetan, Vero? Entar salah lagi jadinya ada cekcok."

"Serius. Dia itu paling gue hapal nada suara dinginnya."

Vero menyipitkan kedua matanya. "Lo denger apaan emang?"

"Gue denger suara cowok tapi samar, engga ada gema apalagi note yang vibes laki."

Bagas yang sejak tadi paling ingin tahu menopang dagu. "Kenapa lo ga selidiki? Kalau bisa rekam aja suaranya."

"Gue ga inget sama hal macem itu. Karena gue ga kepoan macem elo jadinya milih pulang aja dari pada lama di sekolah." ujarnya membuat Bagas mendesis.

Vero yang awalnya tidak menghiraukan justru teralihkan. Doni sepertinya lebih banyak tahu mengenai Claire dari pada dengannya. Apa diam-diam Doni mengikuti tanpa dia dan Bagas ketahui? Mereka bertiga kan selalu bersama, kalau secara kebetulan mungkin Vero akan percaya.

Namun di sini Doni paling jeli dan teliti mengenal cewek yang baru saja di kenalnya.

"Lo jangan nyebar yang ga pasti coba, Don. Gue ga bisa tidur kalau cuma ada clue doang."

Doni menarik napas. "Atau gue salah denger, ya?"

"Lah, sekarang lo yang ga yakin."

"Masalahnya yang mereka omongin itu soal … kematian."