webnovel

13. SESUATU YANG ANEH

"Claire, kenapa akhir-akhir ini di rumah kita terasa aneh, ya?" Leon mulai merasa kurang nyaman, entah seperti tidak biasanya Leon mendapati kamarnya yang tercium bau yang semerbak. Padahal Leon sudah terbiasa dengan wangi farpum nya sendiri, namun seiring waktu Leon mulai merasakan hal itu.

Claire mendadak diam, dia melirik Leon dengan balik bertanya, "Masa, sih?"

"Kakak, tidak mungkin bicara seperti ini kalau tidak ada yang mengganjal."

Lagi-lagi Claire di hantam oleh pertanyaan. Siapa lagi kalau bukan dalang dari hantu lelaki itu? Rasanya Claire ingin sekali mematahkan tangan yang banyak luka serta darah dan nanah yang mengalir di sana. Dengan begitu mungkin tidak akan lagi bau busuk yang menyeruak ke dalam hidungnya.

"Kakak, bilang ini karena mungkin di kamar kamu juga sama. Atau hanya di kamar, Kakak, saja?" Leon mulai prustasi, setidaknya dengan bercerita Claire mungkin akan mendapatkan solusi.

"Kayak biasanya, kok." Claire melihat guratan di wajah Leon. Kakak nya pasti merasa kian bingung dengan masalahnya itu, Claire mengerutu di dalam hati, meminta maaf karena tidak bisa berkata yang sebenarnya. Padahal hantu lelaki itu lah yang sering kali terlihat masuk ke dalam kamar Leon ketika Claire mengejarnya.

Claire ingin meminta penjelasan dari hantu itu mengenai masalah di sekolahnya. Claire menebak bahwa hantu itu marah padanya karena tidak juga menolongnya. Menjebak Claire agar mendapatkan hukuman sebagai teguran karena tekad teguh dari hatinya untuk menghiraukan para makhluk tak kasat mata.

Namun justru di dalam rumahnya pun kembali berulah, menjahili kamar Kakak nya sampai pemilik bertanya kebingungan padanya. Claire juga yang harus menjawab, dengan akhir yang juga terdapat beberapa kalimat alasan. Menyanggah ketika Leon curiga jika rumahnya ada orang lain selain mereka berdua.

"Apa rumah ini ada sangkut pautnya dengan kejadian lima tahun lalu, ya?"

Claire melirik Leon cepat. "Maksudnya?"

"Kamu belum tahu? Pemilik yang asli rumah ini?" Leon bertanya kembali.

"Aku justru baru denger dari, Kak Leon."

Leon menarik napas panjang. "Iya, maaf. Kakak, tidak pernah sempat untuk bercerita mengenai ini karena di pikir itu tidak lah penting." sahutnya menjeda sejenak. "Katanya dulu penghuni rumah ini adalah salah satu pasangan yang memiliki satu puteri kecil. Namanya itu … Mahala. Dia pintar, lucu dan membuat semua orang gemas."

Claire mendengarkan dengan wajah serius. Leon di hadapannya pun juga bercerita sambil mengingat kejadian yang lumayan lama itu dari orang yang menjual rumahnya tersebut kepadanya.

"Naasnya ketika anak itu berulang tahun yang ke enam, nyawanya melayang karena pada saat itu ada perampok yang masuk membawa senjata tajam. Mahala, sebagai anak yang dekat dengan penjahat itu akhirnya terbunuh. Alasannya karena kedua orang tuanya tidak menyerahkan barang berharga milik mereka."

Claire meringis pelan. Sepertinya saat malam kemarin Claire melihat ada sosok anak kecil di luar rumahnya sedang berjongkok dengan satu boneka yang usang. Apa mungkin itu adalah Mahala? Claire pikir anak itu sedang menunggu Ibu nya yang sedang membeli nasi goreng di depannya.

Pada malam itu Claire melihatnya dari atas balkon rumahnya. Melihat tukang nasi goreng keliling dan kebetulan ada pembeli Ibu-ibu dengan anak kecil yang berada tidak jauh dari mereka. Claire sama sekali tidak berpikir jauh hingga mengarah pada hal mistis. Namun kenyataannya mereka pun sama sekali tidak melihat keberadaan anak kecil di sana?

"Claire, apa anak kecil itu tidak tenang di alamnya sampai … gentayangan di rumah ini?"

>>>>>>>>>>

Bagas melirik Vero di sampingnya. Kelihatan dari rautnya yang resah seperti sedang memikirkan sesuatu. Bagas mulai menyunggingkan sudut bibirnya, tersenyum jahil sambil mendekatkan kepalanya ke dekat telinga Vero.

"Mikirin, Claire, ya?"

Vero berjengit dengan mata sinis saat tahu-tahu Bagas berbisik ke telinganya. "Lo ngagetin gue aja." dengusnya kecil.

Bagas tertawa kecil. "Tapi tebakan gue bener, kan?" godanya sambil menaik turunkan kedua alisnya.

Vero mendecak. "Bukan urusan lo."

Bagas terkekeh pelan. "Emang bukan, tapi lo pasti masih butuh gue." ucapnya begitu yakin.

Vero melirik. Bagas memang teman sedari kecilnya di banding dengan Doni yang mulai berteman sejak masa SMP. Bagas lebih tahu isi hati Vero yang sedang gundah. Persoalan mengenai cinta, Bagas pasti paling mengerti. Mungkin Bagas berpikir Vero memang sedang melamunkan Claire.

Cewek itu mendapatkan suatu masalah padahal baru saja pindah sekolah. Vero tidak mengerti dengan rumor yang beredar, tidak ada satu kalimat pun yang masuk dalam otaknya. Vero hanya berpikir para murid di sana hanya lah salah tangkap karena tidak memiliki bukti apapun.

"Nama cewek itu, Sheila. Mereka berdua satu kelas juga." Bagas mulai berucap walau tidak di minta. "Yang gue denger dari, Lidia … Claire, itu ngelak semua tuduhan dan membantah kalau dia lah yang maksa temennya buat gantung diri di sana. Cuman masalahnya pintu itu dari dulu di gembok, Ver. Ga pernah satu kali pun ada kejadian begini selama bertahun-tahun." terangnya seakan tahu cerita di balik sekolahannya.

Vero mengulum bibir dalam. Mencoba mencerna kalimat Bagas yang terlontar. "Claire, sering di katain aneh. Terutama dari, Lidia."

"Nah, cewek itu nyebarin tentang kejadian yang ga jadi fakta alias hoax!" tambah Bagas. "Gue yakin di sini cewek lo bakal di jadiin bahan olokan seluruh warga sekolah."

Vero mendelik. "Apaan cewek lo, cewek lo. Gue sama dia aja ga pernah deket." sanggahnya cepat.

Bagas tersenyum sambil menggeleng. "Udah santai aja, Ver. Gue bakal bantu lo bersihin nama buruk, Claire. Mereka semua udah di pengaruhi sama setan, Lidia."

Vero menggeleng pelan. "Bahasa lo bilang orang setan. Kaga nyadar situ apaan?"

"Gue iblis ganteng."

"Ngaku juga."

Bagas menghela napas. "Doni, kira-kira kemana, ya? Kenapa dia di ajak ke sini nolak tanpa ada alesan jelas." Katanya mengalihkan topik.

"Mungkin ga mau ketemu sama nyokap gue. Dia kapok ke sini."

Bagas menatap. "Lagian nyokap lo kenapa begitu, dah? Gue juga jadi ngeri dengernya."

Vero menarik napas. "Gue ga ngerti apa yang ada dalam otaknya. Yang jelas udah dua minggu ini gue ga denger kabarnya."

"Hah." Bagas menautkan alis. "Kabur dari rumah maksudnya?"

"Ga tahu." Vero menggedikkan bahu. Rasanya ingin sekali Vero berteriak memanggil Ayah nya yang entah ada di mana. Hingga sekarang Vero masih bertanya-tanya menunggu keberadaannya.

Bagas sangat memahami bagaimana kondisi temannya saat ini. Vero begitu terpukul oleh keadaannya, bahkan orang yang masih satu rumahnya saja Vero tidak memperdulikan karena hubungan keduanya pun tidak begitu dekat juga. Sebagai seorang anak Vero jelas ingin hubungannya erat seperti layaknya keluarga lain.

Ibu nya selalu memikirkan dirinya sendiri tanpa mengingat ada Vero yang masih membutuhkan perhatian.

"Apa lo ga niat buat cari nyokap?"

Vero melirik Bagas. "Percuma aja, Gas. Nyokap gue itu keras kepala, sejak kapan dia mau nurut ucapan gue?"

Bagas menepuk pelan bahu Vero. "Seenggaknya sebagai anak lo bisa jagain nyokap. Gue pernah nyesel seumur hidup, Ver. Dan oleh karena itu gue ga mau apa yang terjadi sama diri gue terjadi juga sama lo."

Creation is hard, cheer me up!

Carrellandeouscreators' thoughts