13 12. DI INTROGASI

Berbagai rumor sudah tersebar luas di sekolahan SMA HUSADA 02. Claire di jadikan tameng oleh Lidia sehingga murid-murid beranggapan bahwa Claire lah memang penyebab semuanya terjadi. Masalah Sheila di gudang lama itu sudah terdengar ke seluruh murid hingga para guru di sana.

"Saya ga tahu." puluhan kali Claire menjawab dengan kalimat yang sama. Kepala sekolah di hadapannya terrdengar menghela napas lelah.

"Lalu kenapa bisa kamu dengan teman satu kelas kamu berada di sana? Pintu gudang jelas di gembok, mana mungkin kalian bisa masuk sedangkan kunci gembok tersebut masih ada di tangan saya." terang Kepala sekolah.

Claire memilih diam. Bahkan dia sendiri sudah berkata sejujurnya apa yang telah di alaminya. Claire benar-benar bingung harus dengan cara apa menjelaskannya? Ulah hantu lelaki itu Claire mendapatkan masalah besar di sekolahan barunya. Kisar waktu satu minggu pasti ada saja yang membuatnya pening.

Claire berpikir seolah ada kesengajaan, walau tidak ada dalang di dalamnya.

"Saya ga sengaja lewat sana terus lihat, Sheila."

Kepala sekolah mulai menatap serius. Kali ini rautnya tidak bisa di artikan, Claire sudah sangat malas berada di sana hanya karena introgasi yang tidak jelas. Lidia melaporkan kejadian Sheila bersamanya, kalau saja semua tidak geger mungkin Claire tidak sampai masuk ke ruangan Kepsek.

Lidia sengaja sekali selain niatnya untuk mengeluarkan Claire dari sekolah itu. Claire di tuding sebagai cewek yang menghipnotis Sheila agar bunuh diri di gudang lama. Itu jelas tidak akan mungkin. Tidak ada secuil pun pikiran seperti itu di dalam otak Claire. Ada saja ujian untuknya, bahkan sekali pun kehadirannya di sana membuat semua orang mulai ketakutan.

"Dengan keadaan pintu terbuka lebar." lanjut Claire saat belum mendengar tuturan kata dari Kepala sekolah.

Kepala sekolah tersebut mengerutkan dahi. Merasa sangat mustahil sekali jika pintu itu terbuka dengan sendirinya. Bagaimana bisa? Jika Sheila yang membukakan pintu gudang itu dengan tangan kosong, tidak mungkin juga. Lalu Claire? Alasannya hanya sekedar lewat tanpa niat, dengan tidak sengaja melihat.

Kepala sekolah tidak bisa berpikir lebih jauh lagi. Semua lontaran dari Claire tidak ada yang masuk dalam akal. Entah bagaimana menyikapi Claire yang sangat irit bicara. Bahkan Kepala sekolah hanya meminta penjelasan saja, namun Claire menjawabnya tanpa di mengerti olehnya.

"Saya ingin penjelasan lebih detil, mungkin lebih baik kamu kembali ke kelas. Biarkan saya merenungi kejadian ini untuk sementara waktu." ucap Kepala sekolah tersebut sambil menghela napas panjang.

Claire berdiri tanpa pamit terlebih dahulu, kakinya berjalan keluar ruangan, pintu ruangan kembali tertutup rapat. Claire harus memberikan peringatan pada hantu lelaki yang sempat juga akan mencelakainya. Sepertinya memang Claire harus lebih tegas lagi dan bertindak jika tidak ingin kejadian seperti sekarang kembali terulang.

"Walau bahaya, aku harus tetap waspada."

Claire melongos pergi menjauh dari ruangan Kepala sekolah dengan perasaan penuh amarah. Hatinya sudah begitu geram, hantu lelaki itu benar-benar telah mengusik kehidupan Claire yang sudah sangat tertutup, namun kedatangannya menjadikan buah masalah untuk Claire hinngga seluruh warga sekolah pun mendengar rumor buruk itu.

Padahal Sheila pun tidak mengiyakan itu semua. Ada hal yang mengganjal di dalam lubuk hatinya dan yakin kalau Claire tidak mungkin juga sampai berbuat hal nekad lainnya. Lagi pula Sheila mengingat jika terakhir kali sebelum menuju gudang itu dia tidak bersama dengan Claire, melainkan dengan satu sosok yang baginya terasa … asing.

>>>>>>>>

Lidia tertawa miring bersama satu gengnya melihat Claire dari kejauhan sedang berjalan mengarah padanya, seolah mengejek kalau-kalau ada kabar buruk lagi yang menunjuk pada murid baru tersebut.

"Girls, ada yang lagi sedih kayaknya, nih." Lidia mulai berceloteh, para temannya pun saling tertawa pelan sambil melirik Claire begitu sinis.

Claire menghentikan langkahnya lagi-lagi di halangi oleh sekumpulan orang nyinyir seperti Lidia. Seperti tidak bisa satu hari saja mendiamkan Claire dengan masalahnya sendiri, mungkin jika lebih banyak lagi keburukan dari Claire membuat Lidia puas atau justru semakin puas?

"Kira-kira hukuman apa yang pantes buat lo, ya?" celetuk Meri seolah menyindir.

Claire masih bergeming seolah tidak ada yang penting dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh mereka. Lagi pula untuk apa juga Claire menanggapi, toh juga dia tidak bersalah atas apa yang sudah terjadi di sekolahan itu. Lidia pastinya akan membesar besarkan masalah Claire agar lebih kuat bisa menyingkirkannya dari sana.

"Siap-siap aja lo di tendang."

Claire melirik Lidia menusuk. "Bukannya kebalik?"

Lidia melotot, menjawab ucapan Claire dengan suara keras, "Maksud lo gue yang harusnya di tendang?"

"Kurang ajar banget dia, Lid." teman Lidia yang lain menyahut dengan kedua mata melebar seolah akan keluar.

Lidia menahan amarah, kedua lengannya mengepal kuat seakan bersiap meninju wajah Claire yang sudah membuatnya dongkol. Selain wabah masalah pada dirinya juga karena ulah lontaran yang keluar dari mulut cewek itu, Lidia semakin benci.

Kedua mata Claire bergulir ke arah kiri saat melihat ada sesuatu di belakang teman Lidia. Claire masih tetap diam, antara harus memberitahu atau membiarkannya saja. Sesosok menyeramkan itu menatap teman Lidia begitu tajam seolah di hadapannya itu adalah makanannya.

Claire menarik napas panjang. Mencoba untuk menetralkan perasaannya saat ini. Sepertinya Claire tidak bisa tinggal diam begitu saja, namun bagaimana jika mereka membantah? Claire mencari letak kesalahan apa yang sudah di perbuat oleh teman Lidia sehingga sosok seram itu sampai mengikutinya.

"Lain kali jangan pake suara tinggi di toilet, kalian ga tahau kan kalau bisa aja mereka terusik." Claire pergi setelah mengucapkan itu tanpa melirik Lidia serta teman-temannya di sana.

Lidia mendesis kasar. "Bisa-bisanya dia melongos gitu aja, kita di anggap apa dari tadi?" gerutunya dengan nada kesal.

"Sumpah gue ga ngerti omongan dia, Lid."

Lidia kembali mengingat kalimat terakhir. "Eh, tapi tadi dia bilang apa? Kok, bisa tahu kalau di toilet kita sempet ketawa keras, ya?"

Meri sebagai cewek yang memiliki suara nyaring merasa jika kali ini lontaran Claire mengarah padanya. Sedetik kemudian tangannya meraih leher belakangnya merasakan seperti ada sesuatu yang mengelusnya.

"Makin aneh aja ga, sih?" Dina di samping Meri menyahut dengan tatapan sinisnya.

Lidia mengangguk. "Makin sinting."

Meri mulai pucat pasi. "Kalian ngerasain sesuatu kayak gue ga?" tanyanya ketika temannya masih saja membahas Claire.

Arin melirik Meri. "Gue ga rasain apa-apa. Emangnya lo kenapa, Mer?" tanyanya kembali.

"Iya lo emang ngerasain apaan, Mer? Kayaknya dari tadi lo ngusapin tangan sama leher terus, gatel-gatel lo?" timpal Lidia asal.

Meri mengedikkan bahu. "Gue juga baru aja ngerasainnya. Tapi ini kayak beda dari biasanya, gue juga ga ada alergi apapun."

"Mungkin lo kena ulet bulu kali, ya?" sahut Dina seolah menebak dengan kelakarnya.

Meri mendadak diam, dia melirik satu persatu temannya sambil berucap, "Jangan-jangan yang dia bilang, mereka itu …"

"SETAN!!!!"

avataravatar
Next chapter