webnovel

Tunangan yang tidak kembali

Perlahan Nayla memenuhi piringnya dengan makanan, "Mari, makan!" ajaknya sekedar berbasa-basi dan menjaga kesopanan adat ketimurannya.

Semua orang tersenyum menyendokkan makanan, Nayla terkesiap mereka memenuhi piring mereka.

"Apakah mereka juga makan?" batin Nayla bertanya.

Gwendolyn tersenyum menanggapi celotehan pikiran Nayla yang menurutnya sedikit lucu.

Namun, semuanya hanya membauinya saja. Nayla, terdiam dan berpura-pura tidak tahu dan tidak peduli. Ia langsung menyuapkan makanannya.

Ia tercekat, "Alan benar, masakan Nyonya Gwendolyn sangat nikmat!" ia merasakan sensasi yang sangat luar biasa nikmatnya.

"Nyonya, ini enak sekali!" celoteh Nayla tulus.

Gwendolyn tersenyum, "Makanlah, yang banyak!" balas Gwendolyn tersenyum.

"Istriku memang pintar memasak, makanya aku menikahinya karena terpincut akan masakannya," sanggah Andre tersenyum.

Gwendolyn meraih tangan suaminya yang bebas di atas meja dan meremasnya. Nayla merasakan kebahagiaan dan romantisme pasangan suami-istri di depannya yang penuh kasih sayang.

Nayla berpikir, "Monster pun memiliki rasa cinta dan kasih sayang," batinnya.

Gwendolyn tersenyum, ia mengagumi pola pikir Nayla. Gwendolyn memandang Nayla dengan tatapan kasih.

Ia melihat gadis di depannya yang terlihat rapuh, tetapi memiliki kekuatan dan semangat juga keberanian yang luar biasa.

Berbeda dengan kebanyakan gadis lainnya yang terlihat tegar. Sebaliknya rapuh,

"Pepatah mengatakam, 'Bila ingin menjerat seorang pria agar tetap tinggal perhatikan perutnya dulu,' aku berpatokan ke sana!" ucap Gwendolyn.

Nayla memandang ke arah Gwendolyn dengan pandangan penasaran, "Maksudnya, Nyonya?" tanya Nayla.

"Artinya, kamu harus menyenangkan dengan perutnya adalah memasak yang enak apa yang dia suka!" Gwendolyn menjelaskannya.

Nayla tersenyum, "Oh begitu! Wah, aku tidak pintar memasak," balasnya tersenyum, "pastinya aku tidak akan bisa mengikat suamiku dengan erat nantinya!" ujarnya bersedih.

"Tidak perlu, Nay! Jika kau menikahi monster!" ucap Agatha.

Gwendolyn, Andre, dan Alan tercekat. Nayla tertawa terbahak-bahak.

"Saranmu bagus juga, Agatha. Akan aku pertimbangkan," balas Nayla tersenyum.

Alan terdiam, "Itu bukan candaan!" tukas Alan.

Ia tidak begitu senang membayangkan jika suatu saat Nayla akan menikahi seorang monster mana pun.

Ia ingin Nayla berbahagia dengan pria pujaannya dari bangsa manusia. Bukan seorang vampir yang haus darah.

Nayla terdiam begitu pun semua orang, mereka tahu maksud dari perkataan Alan.

Nayla memandang ke arah Alan, wajah Alan yang tampan sangat menggoda.

Ia seakan berada di negrinya sendiri, "Rezeki, jodoh, pertemuan, dan maut Allah yang atur." Nayla memandang ke arah Alan.

Alan terkesiap, ia tidak menyangka jika Nayla begitu bijaknya. Namun, semua itu bukanlah solusi yang sangat baik di antara manusia dan monster.

Semua itu tidak ada di dalam batas sebuah kewajaran. Alan tidak menyukai ide gila itu,

"Jika itu hubungan antar manusia perbedaan ras, agama, kebudayaan, maupun bangsa masih bisa ditolerir di dalam pernikahan.

"Akan tetapi, ini adalah sesuatu yang menyalahi aturan alam." Alan memandang ke arah Nayla,

"tidak ada yang namanya harimau akan jatuh cinta kepada rusa, begitu pun sebaliknya." Alan memandang Nayla,

"rusa adalah makanan bagi harimau, itulah rantai makanan di dalam sebuah ekosistem. Tidak ada hubungan mutualisme ataupun simbiosis. sebaliknya adalah hubungan parasitisme," balas Alan.

Ia sedikit marah, "Kamu boleh menambah makanmu, Nay!" celetuk Gwendolyn.

Ia berusaha untuk menengahi pertengkaran kecil di antara keduanya.

Gwendolyn melihat keduanya saling mempertahankan berargumen masing-masing. Tiada seorang pun yang ingin mengalah.

"Saya sudah kenyang, Nyonya!" balas Nayla. Ia merapikan sendoknya, "Kamu berasal dari mana Nay?" tanya Andre.

Ia pun mengerti maksud dari perkataan Gwendolyn. Ia melihat antara Alan dan Nayla sudah ingin saling menerkam.

Agatha tersenyum, ia sudah sangat ingin melihat kakaknya di serang seorang wanita.

Selama ini Alan sangat penakut bertemu wanita baik dari manusia maupun dari kaumnya sendiri yaitu vampir.

Agatha masih ingin memancing kerusuhan lagi, "Nay, cinta tidak memandang banyak hal bukan?

"Cinta hadir karena adanya perasaan dan saling ingin memiliki!" ujar Agatha memancing di air yang keruh.

Nayla tersenyum, "Kau benar Agatha, cinta tidak memandang perbedaan-" ujar Nayla.

"Perbaedaan yang masih dapat ditolelir!" sanggah Alan, memotong pembicaraan Nayla.

Nayla terdiam, "Eh, Tuan Andre. Um, saya dari Yogyajarta-Indonesia. ApakahnTuan pernah ke sana?" tanya Nayla dengan polosnya.

"Tentu, saja! Kami selalu menghabiskan waktu kami berlibur ke Sabang, Bali, Raja Ampat, Lombok, dan banyak lagi!" balas Andre senang.

"Alan, berasal dari Indonesia juga!" ucap Gwendolyn.

Alan mengeratkan pegangannya pada sebuah sendok membuat sendok sedikit melesek, ia merasa sedih bila teringat akan keluarganya.

"Benarkah?! Aku seperti melihat fotonya bersama almarhum Nenek Buyutku yang sudah 5 abad lalu meninggal!" balas Nayla,

"tapi hal itu tidak mungkin bukan? Aku pasti salah!" sambung Nayla masih memandang wajah Alan.

Ucapan Nayla membuat Alan dan yang lainnya tercekat, "Apa?! Nenek buyutmu?" tanya Alan.

Ia mengingat seorang wanita yang pernah dijodohkan dengannya. Mereka sempat bertunangan dan berfoto sebelum ia menyusup ke rumah seorang kompeni bernama Van Der Ambroos.

Nayla memandang Alan, "Iya. Ibuku berkata, 'Itu adalah tunangan Nenek Buyut, Nenek selalu menyimpannya dan membingkainya. Walaupun pria bernama Dahlan Atmaja itu tidak pernah kembali," ujar Nayla.

Alan terkesiap, ia tidak menyangka akan bertemu dengan cucu, cicit, canggah, atau apalah namanya dari seseorang masa lalunya.

Apalagi, seseorang yang pernah dijodohkan dengannya. Pada zamannya masih berlaku perjodohan, jarang pernikahan yang melalui tahap pacaran terlebih dulu karena pada zamannya semuanya masih terlalu kuno.

"Apakah nenekmu bernama Amirah?" tanya Alan penasaran.

Alan berusaha untuk menyatukan dan mengingat siluet wajah tunangannya dulu dengan wajah manis di depannya.

"Bagaimana kamu bisa, tahu?" tanya Nayla terkejut.

"Karena, akulah pria yang tidak kembali itu!" balas Alan dingin.

Ia memperhatikan wajah Nayla yang sangat mirip dengan Amirah. Alan merasa ia selalu dekat dengan Nayla jarena ia adalah keturunan dari tunangannya yang tak sampai.

Nayka tercekat, "Ka-kau-" - Nayla berusaha untuk menegakkan tubuhnya.

Ia tidak nenyangka akan bertemu dengan tunangan neneknya sendiri.

Waktu begitu mengerikan, setelah 5 abad ia harus bertemu dengan mantan tunangan neneknya.

"Seharusnya aku menjadi keturunanmu bukan?" tanya Nayla tanpa sadar.

"Mungkin, saja! Tapi, takdir berkata lain," balas Alan.

"Sekarang kau percaya kepada takdir?" sindir Nayla.

Alan terdiam, ia ingin mengakuinya ia selalu mempercayai takdir dan hikmahnya. Akan tetapi, ia tidak percaya adanya cinta di antara manusia dan monster.

Andre, Gwendolyn, dan Agatha serius memandang ke arah keduanya yang masih saling berpandangan.

Duar!

Sebuah ledakan bergema di depan rumah, semua orang melesat ke luar Nayla bingung harus bagaimana.

"Alan, jaga Nayla!" ujar Andre, "Berikan dia sebuah pedang atau apalah untuk menjaga dirinya!" perintah Andre.

Ia percaya jika Nayla tidak akan membunuh mereka.