webnovel

The Kingdom of NETERLIANDIS

NETERLIANDIS sebuah kerajaan yang melibatkan bentuk mata dan fantalis sihir dalam penentuan kasta dari takdir seseorang. Hingga pada suatu ketika, lahirlah seorang bayi yang akan merangkai takdirnya sendiri. Seorang bayi pemilik fantalis berbeda yang akan mencoba menciptakan perubahan di kerajaan Neterliandis. Percintaan, pemberontak, penghianatan serta ribuan rahasia akan terungkap dalam perjalanannya membentuk keadilan. Akankah keadilan benar-benar tercipta di tangan seorang bayi yang akan menjadi dewasa nantinya? Atau malah kehancuran yang akan di dapat oleh kerajaan Neterliandis. Note: Cerita ini belum direvisi, bisakah kalian membantu saya untuk mencari paragraf yang mana typo dan sebagainya dalam cerita ini? jika iya kalian hanya perlu memberi komentar pada paragraf yang sebaiknya perlu saya revisi. 07 Oktober 2021

Aksara_Gelap · Fantasy
Not enough ratings
40 Chs

Monster Pembeku

Pagi ini matahari begitu cerah, namun cahayanya ditutup oleh asap dari gunung Negalitipus yang terus menerus keluar dari puncaknya. Beberapa penduduk di radius yang tak jauh dari kawasan gunung mengalami sesak napas serta kehausan.

Pangeran Dinata telah meminta izin pada Raja Indra untuk melihat keadaan penduduk di sekitar lereng, dengan sedikit perjanjian tidak akan melakukan apapun yang berkaitan dengan fantlisnya Raja Indra mengizinkan Dinata untuk pergi ke sana.

Ia mengajak Putri Liliana untuk ikut menemani dirinya ke desa yang paling parah menerima dampak buruk dari gunung Negalitipus. Dinata sengaja mengajak Putri Liliana untuk mencari solusi yang baik bagi penduduk, karena ia tahu Putri Liliana merupakan lulusan kedua terbaik diangkatan pendidikannya.

"Mengapa kamu tidak mengajak Antoni saja, Dinata? Dia lulusan terbaik diangkat saya kemarin, mungkin pemikiran-pemikirannya bisa membantu lebih baik dari saya," tanya Liliana sambil terus berjalan dengan Pangeran Dinata menuju desa Karang yang sudah hampir dekat.

"Ah iya, dia tidak menerima telepati dari saya. Kemarin saat saya menemuinya, dia meminta saya untuk tidak terlalu dekat padanya lagi," wajah Dinata tampak sedih dan kecewa.

"Yah sudah tidak mengapa, saya masih bisa menemani kamu ke sini."

Dipikiran Putri Liliana ini bukan hal yang baik untuk persahabatan mereka, ia curiga ini pasti ulah dari ayah Antoni yang memang haus akan kekuasaan dan licik.

Desa Karang sekarang sudah di depan mata Pangeran Dinata dan Liliana serta 2 orang prajurit yang menemani mereka dari jauh. Tampak keadaan dari desa ini sangat buruk, jauh melebihi informasi yang diterima oleh istana.

Banyak penduduk yang sakit karena sesak napas dan kehausan, tak sedikit pula yang akhirnya meninggal. Satu-satunya sumber air minum mereka sekarang adalah bantuan dari air yang disalurkan oleh prajurit kerajaan.

Ctrakk, sebuah kerikil dileparkan oleh seorang anak laki-laki ke arah Pangeran Dinata, matanya menatap dengan sinar kebencian yang mendalam pada sosok lelaki yang kini menunjuk raut kaget.

Dua prajurit dibelakang refleks bergerak maju namun langsung dihentikan Dinata dengan kode tangannya.

Anak laki-laki itu kemudian meraung menangis sambil terus melempari kerikil pada Pangeran Dinata. Putri Liliana mencoba membujuknya dan menenangkannya tapi akhirnya gagal, ia tetap mengamuk dan sekarang beralih memukuli Pangeran Dinata dengan tangan kecilnya.

"Kakak jahat, kakak jahat, kakak Pangeran jahat..... Kakak telah membuat orang-orang di desa ini mati, termasuk Baba* saya," ucap anak kecil yang kemudian terduduk, menangis sejadi-jadinya.

Beberapa penduduk yang melihat kejadian ini tampak panik, mereka berusaha menjauhkan anak kecil itu dari dekat Pangeran Dinata yang masih diam mematung.

"Sudah Ali, jangan lakukan hal ini. Kita bisa dihukum mati oleh Pangeran Dinata nanti jika kamu bersikap seperti buruk, segera minta maaf, Ali!!" Ucap seorang perempuan tua yang kini merangkul anak kecil yang ia panggil dengan nama Ali itu.

"Untuk apa kita minta maaf, Ibu. Bukankah para prajurit kerajaan sendiri yang mengatakan bahwa Kakak ini seorang monster dengan fantalis yang membekukan tangan Raja Indra. Dia yang membuat daerah kerajaan kita dikutuk oleh leluhur dengan membuat gunung besar ini meletus," tutur anak kecil itu dengan polosnya tanpa mempedulikan tatapan para penduduk yang menyuruhnya diam.

Deg... Monster? Seperti itukah mereka memandang saya? Hanya seorang monster pembeku yang kejam dan pembawa sial bagi kerajaan Neterliandis. Bahkan belum resmi diumumkan mereka sudah melihat saya seakan akan mendapatkan kutukan.

"Pa... Pangeran Dinata, maafkan anak saya atas ucapannya, tolong Pangeran, tolong jangan bunuh kami," ucap wanita tua itu memohon dengan cara berlutut dan mencium kaki Pangeran Dinata yang tampak dengan raut wajah sedih.

Dinata memegangi tubuh wanita tua itu untuk memintanya bangun, "jangan lakukan ini, Bi. Saya tidak akan membunuh kalian, ayolah berdiri."

Akhirnya wanita tua itu berdiri dengan sedikit paksaan dari Pangeran Dinata dan Liliana.

"Dinata, tenangkan dirimu. Jika cukup tenang coba bicaralah pada mereka, jelas bahwa kamu tidak seperti yang mereka dengar," bisik Liliana sambil menepuk bahu Pangeran Dinata untuk menguatkannya.

Sebuah anggukan dari Dinata, menandai bahwa ia sudah mengerti ucapan Liliana. Pangeran Dinata berjalan mendekati anak lelaki yang tadi memukulinya dan kemudian berlutut supaya tingginya sama dengan anak lelaki itu.

"Nama kamu Ali kan?" Tanya Pangeran Dinata hendak menghapus air mata yang terus mengalir di pipi anak itu, namun tangan Pangeran Dinata ditepisnya dengan kuat. "Saya minta maaf jika benar Baba kamu meninggalkan karena saya. Tolong maafkan saya, Ali."

"Saya tidak akan memaafkan Kakak, jika Kakak tidak bisa menghentikan gunung Negalitipus dan menyelamatkan kami semua."

"Dengarkan saya, Ali. Jika saya tahu caranya dari dulu saya akan menghentikan letusan ini, tapi sayangnya saya belum tahu caranya, Ali."

Anak laki-laki itu tampak diam dan tidak menolak lagi saat Pangeran Dinata berusaha memeluknya, tapi hal ini hanya berlangsung sebentar sebelum ia kembali memberontak dari pelukan Pangeran Dinata.

"Apa benar anda pemilik fantalis kristal es, Kakak Pangeran?"

Pangeran Dinata hanya mengangguk, tak ada gunanya lagi ia menyimpan rahasia yang hampir semua penduduk telah mengetahuinya.

Semua orang diam seakan tak percaya ternyata berita yang mereka dengar bukanlah rumor semata. Mata mereka sekarang menatap penuh ketakutan dan kebencian, seakan mereka akan mendapatkan kutukan ketika melihat Pangeran Dinata saat ini.

"Bukankah Kakak bisa mengeluarkan es? Kenapa Kakak tidak mencoba membekukan saja puncak gunung Negalitipus, saya yakin Kakak Pangeran bisa melakukan hal itu dengan sihir Kakak Pangeran yang kuat," mata Ali menatap penuh keyakinan pada Pangeran Dinata.

Benar juga, kenapa saya tidak terpikirkan untuk membekukan puncak Negalitipus selama ini. Tapi, apa fantalis sihir saya bisa membekukan puncak gunung Negalitipus yang sangat besar itu?

"Baiklah, Ali saya akan coba saran dari kamu, tapi jujur saya juga tidak yakin apakah kekuatan saya mampu membekukan Negalitipus yang sangat besar. Tapi saya akan mencobanya demi kalian, demi kamu," ucap Pangeran Dinata dengan serius sembari melihat sinar mata Ali yang tampak lebih bahagia mendengar ucapan Pangeran Dinata.

"Terima kasih, Kakak Pangeran. Saya sungguh bahagia mendengar ini, sepertinya Kakak Pangeran bukan moster jahat yang orang katakan."

Di sisi lain, Liliana memanfaatkan kepercayaan para penduduk pada Pangeran Dinata untuk memastikan siapakah yang membuat rumor sebesar ini. Tanpa ragu salah seorang penduduk mengatakan bahwa mereka mendengar berita ini dari prajurit di kediaman keluarga kerajaan sendiri.

Mendengar jawaban dari penduduk Putri Liliana dapat memastikan bahwa biang keladi dari rumor ini adalah Perdana Menteri Suliam dan Ratu Diana. Dua orang inilah yang sangat ingin menjatuhkan Pangeran Dinata dan Raja Indra.

"Liliana sebelum kita pulang, saya harus mampir ke sungai besar di sana. Ada hal yang penting harus saya lakukan."

Dinata akan membuat kristal es untuk memenuhi sungai, sama seperti yang ia lakukan dulu. Tapi sekarang, bedanya ia tidak mencairkan kristal es bukan dengan energi bara kristal merah melainkan dengan hawa panas dari Negalitipus di sini.

Sementara Dinata pergi ke tepian sungai, Liliana memutuskan untuk tetap menunggu di desa Karang untuk mengulik informasi dari penduduk.

*Baba -> Ayah