"Baiklah saya akan pergi."
Dinata melangkah pergi dari arena latihan kerajaan, meninggalkan Antoni yang masih tampak acuh padanya.
Maafkan saya Dinata, kita harus menjauh sekarang. Kita tidak mungkin bisa saling menyerang saat seleksi tahap terakhir pemilihan putra mahkota, jika masih sedekat ini. Untuk saat ini lebih baik kita saling menjaga jarak dahulu, seperti kata ayah.
Pangeran Antoni terus melanjutkan latihannya, pura-pura tidak peduli dengan Dinata yang terus pergi menjauh. Walau bibirnya ingin sekali menghentikan langkah Pangeran Dinata, tapi pikirannya terus bersikeras menolak.
----
"Antoni, ayah tahu tentang pertemanan kamu dengan Pangeran Dinata sudah sangat dekat akhir-akhir ini. Ayah menilai hal itu kurang baik dalam persiapan dan proses seleksi nanti."
"Tapi Ayah, saya dan Dinata sudah berjanji tidak akan mencampuri urusan pertemanan denga urusan seleksi ini. Jadi Ayah tenang saja," ucap Pangeran Antoni yang tidak mau menjauh dari teman baiknya itu.
"Dengar saya, Antoni. Kamu tidak akan bisa menyerang Dinata dengan benar jika masih ada perasaan pertemanan diantara kalian, begitupun dengan Pangeran Dinata dia tidak akan bisa melawan dan melukai sahabatnya sendiri. Kamu ingin melihat Pangeran Dinata mengorbankan mimpinya demi kamu?!"
"Ayah sepertinya benar, mungkin saya bisa mengontrol perasaan saya untuk tidak mencampuri masalah pribadi di arena. Tapi bagaimana dengan Pangeran Dinata, ia memiliki perasaan yang terlalu lembut," ucap Antoni berpikir keras sambil mengingat sifat Pangeran Dinata padanya.
Bagus, Antoni sudah mulai terpengaruh untuk menjauhi Pangeran Dinata. Satu orang pengacau telah menjauh, tinggal satu lagi yaitu Liliana. Bagaimana pun caranya saya akan menjauhkan Liliana dari Antoni, Liliana membawa pengaruh buruk untuk masa depan Pangeran Antoni menjadi putra mahkota kerajaan Neterliandis.
"Benar Antoni, satu lagi Putri Liliana sepertinya tidak terlalu menyukai ayah."
Pangeran Antoni tampak kaget dengan pernyataan terakhir ayahnya tadi, matanya membulat seketika dan berkata, "tidak mungkin, Ayah. Liliana tidak ada alasan untuk membenci dan tidak menyukai Ayah. Bukankah selama ini dia selalu bersikap baik pada Ayah?"
Antoni jelas tak percaya dengan ucapan Perdana Menteri Suliam yang baginya tidak beralasan dan sedikit mengada-ada itu. Baginya Liliana telah menunjukan sikap baik pada ayahnya selam ini.
"Matanya selalu melihat tajam ke arah ayah, mungkin kamu tidak merasakannya selama ini. Semoga ini hanya perasaan saya saja, tapi jika Liliana menuduh ayah sembarangan kamu akan tetap percaya pada ayah kan, Antoni?" Perdana Suliam terus memastikan bahwa Antoni akan terus mempercayainya.
Ketika di hutan tadi, Perdana Menteri Suliam curiga orang yang mendengar pembicaraan dirinya dan Ratu Diana adalah Liliana. Pasalnya ia mencium aroma fantalis sihir dari Bangsawan Tingkat satu, dan lagi ada setangkai bunga di semak itu. Jelas Liliana lah yang sering memetik bunga di hutan, pikir Perdana Menteri Suliam pasti.
Antoni terlihat berpikir cukup lama sebelum akhirnya mengatakan akan terus mempercayai ayahnya ini, ia tidak mungkin menolak permintaan seorang ayah yang telah berjasa baginya.
-----
Sepertinya tidak mungkin Liliana membenci ayahnya, tapi tak mungkin juga ayah berbohong padaku apa gunanya. Selama ini ayah merestui hubungan kami, apa jangan-jangan Liliana ada masalah dengan ayah? Saya harus mencari tahu kebenaran dari cerita ayah dahulu.
"Antoni, bisakah kamu fokus saat ini kita sedang latihan?!"
Guru sihir Pangeran Antoni sedikit heran dengan sifat Pangeran Antoni sekarang. Sama sekali tak ada semangat untuk latihan yang seperti biasa ia perlihatkan.
"Iya, Guru. Saya akan lebih fokus untuk menciptakan senjata dari fantalis sihir saya."
"Baiklah, perlihatkan keseriusan kamu, Pangeran Antoni!!"
"Ayo berusahalah serius Antoni, setelah ini baru temui Liliana." Gumam Pangeran Antoni menyemangati dirinya supaya bisa fokus untuk latihan.
***
Pangeran Dinata berhenti sejenak sebelum mendekat ke arah Putri Liliana dan Andini yang tampak sibuk dengan warna baru rambutnya. Andini tampak tertawa keras ketika melihat pewarna ungu yang ia oleskan pada rambut Liliana tidak merata dan malah mengenai alis matanya.
"Putri Liliana, apa warna coklat ini adalah warna asli rambutmu?" Tanya Andini yang cukup penasaran dengan warna rambut Liliana yang unik.
"Yah, ini warna rambut asli saya, tapi saya lebih suka mewarnainya menjadi ungu, merah muda atau hitam."
"Wah, saya sendiri baru pertama mewarnai rambut. Saya lebih suka dengan rambut saya sekarang tampak cantik dengan warna merah muda, terima kasih Putri Liliana."
"Sama-sama, Andini," Liliana kemudian memandangi rambut pendek Andini yang terkesan membutnya seperti wanita kuat, "siapa yang memotongi rambutmu, Andini? Sepertinya dia berbakat karena sangat cocok sekali dengan bentuk wajahmu yang manis tapi kuat."
"Ah, ini" Andini memegangi rambut miliknya yang tak sampai menutupi telinga, "saya sendiri yang memotongnya dengan pecahan kaca, supaya tidak menutupi mata jika sedang lari di pasar."
Liliana tampak kaget dengan penjelasan dari gadis cantik ini, bukan hanya kesan pandangan tetapi memang ia lahir dengan energi yang kuat. Tak ada ketakutan di mata hitam Andini, tapi masih terselip kesedihan di sana.
"Ehm," Pangeran Dinata mengakhiri pembicaraan mengenai rambut ini dengan menatap mata Liliana.
"Dinata, kamu sudah kembali. Bagaimana apa kamu sudah berbicara dan menemui Antoni?"
"Iya sudah, tapi sepertinya ada yang aneh pada Antoni."
"Aneh bagaimana?"
"Nanti saja saya ceritakan, karena sudah sore saya harus mengantarkan Andini ke tempat pendidikannya dahulu," ucap Pangeran Dinata beralih memandang Andini yang hanya diam di tempatnya, "ayo, Andini."