webnovel

MENGHADAPI DENGAN JANTAN

Mereka sudah berhasil melumpuhkan delapan CCTV utama di area teller dengan disiram air keras. Begitupun dengan CCTV yang ada di lantai dua. Hanya lantai tiga yang mengarah ke ruangan Jack yang masih menyala. Mereka tidak menyangka kalau bangunan ini terdiri dari tiga lantai. Memang secara kasat mata, bank x hanya memiliki dua lantai. Lantai ke tiga seperti tidak terlihat. Lantaran itu memang ruangan khusus yang sengaja dibangun untuk disamarkan untuk menghindari hal hal seperti ini. Lantai tiga selain ruangan Jack Palm, di sanalah tempat penyimpanan semua sistem sekurity bank x. Sepertinya perampok yang sudah mendenah bangunan ini sebelum mereka beraksi tidak sampai menemukan lantai tiga.

Seseorang sudah memikirkannya sampai sejauh ini. Sistem kemanan di bank x sangat berlapis lapis. Begitupun dengan CCTV rahasia yang tak nampak lantaran bentukannya hanya seukuran chip kecil yang dipasang disudut sudut tertentu. Bahkan semua pegawai di sini pun tidak ada yang tau kecuali hanya Jack Palm dan komisaris bank x yang berada di Swiss.

Begitu mengingatnya, gegas saja Jack menghidupkan layar ponsel pribadi untuk mendapatkan tayangan langsung dari CCTV mengenai keadaan di ruangan teller.

Benar saja, semua orang menunduk takut dibawah todongan senjata api dari beberapa perampok. Yang kebetulan terlihat hanya empat orang laki laki dewasa dengan wajah tertupi mask.

Pegawai teller yang ada di sebelahnya pun sempat kaget mendapatkan atasannya ini bisa menayangkan video secara langsung dari ponsel pribadinya. Padahal, setau dia, para perampok itu sudah membuat semua CCTV rusak.

"Bagaimana kamu bisa selamat? Bukankah seharusnya kamu juga berada di tengah tengah mereka?" Tanya Joe.

"Kebetulan saya tadi di kamar kecil, tuan. Begitu saya mau kembali ke meja saya, saya mendengar ada suara keributan. Saya mengintip dari balik tembok dekat toilet, saya shock begitu mendapatkan area transaksi sudah dikuasai para perampok," tuturnya. Pada saat mengatakan ini, pegawai itu menangis. Dia nampak sangat ketakutan sekali.

Sambil itu, Jack Palm masih serius mengamati keadaan di bawah sana melalui tayangan CCTV yang langsung terhubung ke ponsel pribadinya.

"Semuanya ada enam orang. Empat berada di antara sandra. Dua lagi sedang sibuk menguras uang di meja kasir. Mereka semua dilengkapi senjata api." terang Jack.

"Kau yakin sudah memeriksa semuanya ke seluruh area?"

"Aku bisa memantau bahkan sampai ke luar area bank. Tidak ada lagi selain enam orang ini saja." Ucap Jack Palm meyakinkan.

Joe diam sejenak berpikir. Nalarnya sebagai panglima tempur yang hebat terpaksa dia hadirkan kembali. Bukan hanya para sandra yang mendapatkan bahaya. Tapi dirinya pun terancam juga kalau sampai dia hanya berdiam diri dan tidak berbuat apa apa.

Inilah saatnya Joe mengeluarkan kemampuannya.

"Kau punya senjata?" Tanya Joe.

Jack diam sejenak, menelaah benda apa yang diinginkan Joe. "Kalau yang tuan Joe maksudkan senjata api, saya tidak memilikinya. Palingan cuma ... "

Jack teringat akan stik golf miliknya yang tersimpan di belakang meja. Kebetulan dia hobby sekali memainkan olah raga mahal nan elegan itu sampai menyimpan alatnya di kantor.

Dari pada tidak ada, gumam Joe dalam hati.

"Berikan padaku," pintanya.

Gegas Jack mengambil alat pemukul golf kepada Joe.

PRAK!

Hanya sekali hentakan kaki, Joe berhasil membuat stik senilai ribuan dollar sukses terbelah dua. Jack pun nanar melihatnya. Hatinya menangis mendapatkan stik kesayanganya seperti gagang sapu dibuat Joe.

Padahal stik itu cukup keras. Sepertinya dia mudah sekali mematahkannya. Kuat sekali dia, gumam Jack dalam hati takjub.

"Nanti aku ganti barang ini," kata Joe santai. Bersamaan dengan itu dia meminta ponsel Jack. "Berikan hpmu." Karena Joe tau ponsel itu sangat membantunya untuk memantau keadaan.

Joe sudah bersiap untuk keluar dari ruangan Jack. Namun sebelumnya, dia berpesan pada Jack, "hubungi pihak yang berwajib. Kau tunggulah di sini. Kunci rapat rapat pintu ruanganmu. Jangan keluar sebelum aku kembali."

Jack pun mengangguk. Dan begitu Joe melangkah dari ruangannya, dia menutup rapat rapat pintu ruang kerjanya.

Sementara Joe berjalan dengan hati hati menuju area transaksi yang berada di lantai satu.

Joe memilih pintu darurat untuk menuju kesana. Dia tidak sebodoh itu sampai harus menggunakan lift penumpang, bukan?

Begitu kakinya menapak di anak tangga terakhir, dihadapannya sudah ada pintu keluar. Joe membuka perlahan sambil mengintip, mengamati keadaan. Setelah yakin kalau di luar sana aman, barulah dia melangkah perlahan.

Kondisinya, dari pintu darurat masih harus melewati dua lorong lagi untuk sampai ke area transaksi. Sudah tidak ada orang yang seliweran di sini. Para perompak sudah mengumpulkan semua karyawan menjadi satu titik di area transaksi umum.

Terdengar langkah kaki di depan sana sebelum sampai di belokan untuk ke lorong berikutnya, Joe mencari tempat persembunyian. Dia masuk ke ruangan yang entah milik siapa. Dia pun mengumpat di belakang meja. Dari sini barulah dia tau kalau ini ruangan milik si sampah Kevin lantaran membaca papan nama kecil yang ada di atas meja kerja.

"Ternyata ini ruangan si bocah bodoh itu," gumam Joe.

Sambil itu, dia memantau keadaan di luar sana. Semua orang sudah merayap rata dengan lantai dengan wajah mencium lantai dan tangan melipat di belakang kepala. Tidak ada satupun yang berani menengadahkan wajahnya. Sementara para perompak masih sibuk menguras uang sebanyak mungkin di meja teller.

Salah seorang dari mereka nampak menodongkan pistol ke wajah perempuan yang sepertinya dia pegawai bank x. Nampak dari seragam yang dia kenakan. Wanita itu nampak ketakutan. Sepertinya perampok itu menginginkan sesuatu darinya.

Joe pun membesarkan sedikit volume hp agar dapat mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Kau mau mati, hah!" Bentak perampok itu. "Cepat tunjukan di mana ruangan khusus!"

Dari sini Jack tau kalau perompak itu masih belum puas dengan apa yang sudah mereka dapatkan. Tentu saja mereka menginginkan lebih. Secara di bank ini banyak sekali harta karunnya.

"Ini kesempatanku untuk mengikis mereka satu per satu," gumam Joe. Dia sudah tahu harus bergerak kemana.

Kemudian, Joe pun keluar dari persembunyiannya untuk menuju ke ruangan khusus. Hanya saja Joe belum tau, wanita itu mengantar ke ruangan khusus yang mana. Secara di bank x ada tiga ruangan khusus, termasuk ruangan khusus penyimpanan black diamond miliknya.

Joe terus memantau dari layar hp untuk mengikuti arah wanita itu membawa para perampok.

"Lantai dua. Jack Palm bilang kalau itu khusus nasabah prioritas. Ck ck. Dasar serakah!" Gumam Joe.

Joe sengaja sampai lebih dulu di lantai dua untuk memastikan keadaan. Namun dia belum masuk ke dalam ruangan khusus. Karena memang tidak bisa. Hanya dengan menggunkan akses pegawai lah baru bisa membuka pintu baja yang menutupi ruangan itu.

Joe mencari tempat persembunyian yang dari situ dia bisa memantau ke segala arah. Dapatlah celah dari balik tembok yang berada di sebelah lift pengunjung.

Joe sudah siap menunggu perampok itu keluar dari lift. Dengan begitu, dia siap menghunuskan stik golf yang ujungnya sudah dibuatnya runcing.

Sesaat kemudian.

TING!

Pintu lift pun terbuka.

"Ayo cepat!" Bentak perampok itu, sambil mendorong tubuh karyawan bank x untuk jalan lebih dulu di depannya.

Ini dia saatnya, batin Joe.

"FFIIIIIUUUIIT!" Joe bersiul. Begitu perampok itu menoleh, satu kebasan dari stik golf yang ada di tanganya mendarat di wajah perampok itu.

BAAAAAANG!

Pistol di tangannya pun terjatuh. Kemudian Joe menghantamkan sekali lagi dengan stik kedua yang ada di tangan kirinya hingga membuat wajah pria itu mengeluar banyak darah lalu mati seketika.

Histeris lah wanita yang merupakan karyawan bank x. Gegas Joe langsung mendekap mulutnya.

"Kalau kamu teriak, kita semua akan mati!" Kata Joe pelan namun penenakannya cukup membuat wanita itu mengangguk terdiam.